Dark Mode Light Mode

Akhirnya, Minggu Baik untuk Media Game—Mungkin Ada Harapan

Siapa bilang industri video game itu suram? Buktinya, ada secercah harapan di tengah gempuran berita PHK dan penutupan media game. Mari kita intip apa yang sebenarnya terjadi dan kenapa kita (sedikit) boleh optimis.

Dunia Games Journalism: Ada Harapan?

Industri game, layaknya rollercoaster, selalu punya tikungan tak terduga. Kita baru saja menyaksikan satu minggu penuh tanpa ada media game yang gulung tikar. Malah, Kotaku, situs legendaris itu, menemukan pemilik baru yang apparently lebih ramah. Ditambah lagi, munculnya Endless Mode dari Paste, sebuah rumah baru bagi para penulis game berbakat. Apakah ini sinyal positif? Semoga saja!

Penting untuk diingat, industri media, termasuk game journalism, mengalami disrupsi yang signifikan. Dulu, website adalah the king. Orang-orang nongkrong di website saat jam kerja, mencari hiburan atau informasi. Sekarang? Semuanya serba video, TikTok, dan YouTube. Pivot to video memang sempat jadi bahan lelucon, tapi faktanya, itulah format konten yang paling diminati saat ini.

Perubahan perilaku konsumen ini punya dampak besar. Investor yang dulunya melihat angka viewership naik terus, kini mulai berpikir dua kali. Mereka sadar, model bisnis yang sustainable itu lebih penting daripada sekadar flipping houses ala bisnis real estate.

Kotaku, misalnya, kini dimiliki oleh perusahaan media yang lebih kecil, lebih personal. Ini mirip seperti seseorang yang membuka restoran karena cinta pada makanan, bukan semata-mata mengejar profit. Ada idealisme di sana, hasrat untuk menciptakan sesuatu yang berkualitas.

Layoff Massal: Microsoft dan Gelombang PHK

Sayangnya, di tengah secercah harapan, ada kabar buruk yang menghantui. Microsoft baru saja melakukan PHK massal, memangkas 9.000 karyawan, banyak di antaranya di divisi game. Akibatnya? Proyek-proyek menjanjikan dibatalkan dan terjadi brain drain di seluruh industri.

Fenomena ini tentu mengkhawatirkan. Di satu sisi, kita melihat individu dan kelompok kecil yang bersemangat membangun media game berkualitas. Di sisi lain, raksasa teknologi seperti Microsoft justru memangkas investasi di bidang ini. Ironis, bukan?

Layoff massal menunjukkan ketidakpastian ekonomi yang melanda industri game. Perusahaan-perusahaan besar berusaha merampingkan operasional mereka, mengurangi biaya, dan fokus pada profitabilitas. Dampaknya, banyak talenta-talenta berbakat kehilangan pekerjaan.

Bisnis Media Game: Dulu dan Sekarang

Dulu, media game berjaya karena didukung oleh model iklan yang menguntungkan. Namun, era itu sudah berlalu. Algoritma berubah, preferensi konsumen bergeser, dan dominasi platform-platform besar seperti Google dan Facebook membuat media kesulitan bersaing.

Ethan Gach dari Kotaku mengatakan bahwa dulu orang mengira website akan menjadi sumber informasi utama. Sekarang, website hanya menjadi satu dari sekian banyak pilihan. Ad tech yang rumit dan dikendalikan oleh segelintir perusahaan besar membuat media semakin sulit mengendalikan nasibnya sendiri.

Model bisnis subscription atau produk fisik menawarkan alternatif yang lebih jelas dan direct. Media bisa menjalin hubungan yang lebih erat dengan pembacanya dan mendapatkan feedback yang lebih relevan. Ini berbeda dengan model iklan yang serba anonim dan bergantung pada algoritma yang tak terduga.

Industri Game: Kembali ke Akar

Mungkin, inilah saatnya bagi industri media game untuk kembali ke akar. Kembali ke idealisme dan semangat untuk menciptakan konten berkualitas yang benar-benar dihargai oleh pembaca. Berhenti mengejar hype dan angka viewership semata, dan fokus pada storytelling yang mendalam dan bermakna.

“Dumb money” atau uang yang masuk ke industri tanpa pemahaman yang mendalam seringkali hanya menciptakan gelembung yang pada akhirnya pecah. Media game membutuhkan orang-orang yang benar-benar mencintai game dan ingin membagikan passion mereka kepada dunia.

Intinya, apakah mayoritas orang di dunia ini tertarik membaca tentang game? Mungkin tidak. Tapi, jutaan orang tetap ingin membaca tentang game. Ratusan ribu orang bersedia membayar untuk konten game berkualitas. Tantangannya adalah menemukan cara yang sustainable untuk memenuhi kebutuhan mereka.

Jadi, jangan terlalu pesimis. Selalu ada harapan, asalkan kita tetap fokus pada kualitas, inovasi, dan passion kita. Mari kita dukung media game yang berkualitas, agar industri ini tetap hidup dan berkembang. Ingat, tanpa game journalism yang kritis dan cerdas, industri game akan kehilangan arah.

Add a comment Add a comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Previous Post

MPR Dorong Persatuan Aksi Cegah Kekerasan Anak dan Perempuan

Next Post

Sekolah Rakyat Siap Dibuka Juli, Pendidikan Terjangkau Semakin Luas