Sobat rebahan, pernah gak sih lagi asik scrolling TikTok, eh, tiba-tiba muncul berita yang bikin kening berkerut? Nah, ini dia nih. Belakangan ini, jagat maya (dan dunia nyata juga) lagi rame soal bendera bajak laut dari anime One Piece. Bukan soal serunya petualangan Luffy dkk, tapi lebih ke… kok bisa-bisanya jadi urusan negara?
One Piece: Dari Anime Jadi Ancaman Nasional?
Kok bisa ya, bendera tengkorak dengan topi jerami ini dianggap ancaman? Begini ceritanya. Seorang warga Riau, Kharik Anhar, santai aja masang bendera One Piece di rumahnya. Alasannya simpel: gak ada larangan buat masang bendera karakter, klub bola, atau animasi di rumah sendiri. Dia berpendapat bahwa ini adalah bentuk ekspresi, dilindungi Undang-Undang Dasar.
Tapi, pemerintah punya pandangan lain. Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan, Budi Gunawan, menegaskan bahwa pengibaran bendera selain Merah Putih menjelang 17 Agustus itu melanggar hukum. Katanya, itu merendahkan kehormatan bendera Merah Putih. Pasal 24 ayat 1 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan, jelas melarangnya.
Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, juga ikut nimbrung. Beliau melihat ada upaya memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa di balik pemasangan bendera One Piece ini. “Kita harus lawan hal-hal seperti itu. Mari bersatu, lawan,” ujarnya. Intinya, vibes nya jadi kayak ada konspirasi gitu, deh.
Emang Apa Salahnya Sama Jolly Roger?
Nah, di sinilah letak keseruan sekaligus kebingungan kita. Kenapa bendera One Piece, yang notabene bendera fiksi dari anime, dianggap bisa memecah belah bangsa? Kharik dan teman-temannya berpendapat bahwa pemasangan bendera ini adalah bentuk kritik terhadap pemerintah. Mereka merasa kecewa dengan berbagai masalah yang ada, mulai dari korupsi sampai pemblokiran rekening bank.
Miun, seorang warga Yogyakarta yang juga ikut aksi ini, menambahkan bahwa pemerintah seharusnya membuka mata dan telinga terhadap fenomena ini. Menurutnya, gerakan pemasangan bendera One Piece adalah akumulasi kemarahan masyarakat terhadap pemerintah. Jadi, bukan soal animenya, tapi soal pesan yang ingin disampaikan.
Yang menarik, Kharik menegaskan bahwa mereka tetap menghormati bendera Merah Putih. Bendera One Piece dipasang terpisah, tidak lebih tinggi atau sejajar dengan bendera kebangsaan. Jadi, mereka menganggap ini bukan bentuk penghinaan terhadap negara, tapi lebih ke statement politik yang dikemas dalam bentuk yang kreatif.
Pemerintah Kebakaran Jenggot?
Pertanyaannya sekarang, kenapa pemerintah seolah “kebakaran jenggot” dengan fenomena ini? Apakah pemasangan bendera One Piece benar-benar ancaman bagi persatuan bangsa? Atau, jangan-jangan, ini cuma overreacting karena pemerintah merasa tersindir dengan kritik yang disampaikan?
Mungkin ada benarnya juga kata Miun, pejabat yang menganggap pemasangan bendera One Piece sebagai tindakan memecah belah bangsa perlu dipertanyakan. Apakah dengan memasang bendera ini, Indonesia langsung jadi kayak Dressrosa atau Wano Country? Kayaknya enggak juga, deh.
Bahkan, ada juga yang berpendapat sebaliknya. Misalnya, Ansor Cyber Body menyatakan bahwa bendera One Piece justru mempererat persaudaraan Indonesia. Lho, kok bisa? Mungkin karena sesama penggemar One Piece jadi merasa punya sense of belonging dan solidaritas yang sama.
Ekspresi Seni atau Makar?
Kasus bendera One Piece ini jadi menarik karena menyentuh isu kebebasan berekspresi, kritik terhadap pemerintah, dan interpretasi simbol. Di satu sisi, pemerintah punya hak untuk menjaga kehormatan lambang negara. Di sisi lain, warga negara punya hak untuk menyampaikan pendapat dan ekspresi, termasuk melalui seni dan budaya pop.
Intinya, permasalahannya jadi rumit karena ada perbedaan persepsi. Pemerintah melihat bendera One Piece sebagai ancaman terhadap persatuan bangsa, sementara sebagian masyarakat melihatnya sebagai bentuk kritik dan ekspresi yang sah.
Jadi, apakah pemasangan bendera One Piece ini adalah bentuk makar yang tersembunyi, atau cuma ekspresi seni yang kebetulan nyindir pemerintah? Jawabannya tergantung dari sudut pandang mana kita melihatnya. Yang jelas, kasus ini jadi bukti bahwa anime pun bisa jadi bahan diskusi yang serius di dunia politik. Jangan salah, kekuatan nakama itu nyata!
Ambil Hikmahnya, Jangan Baper!
Dari kisah bendera One Piece ini, ada beberapa hal yang bisa kita pelajari. Pertama, kebebasan berekspresi itu penting, tapi harus tetap bertanggung jawab dan menghormati hukum yang berlaku. Kedua, pemerintah seharusnya lebih terbuka terhadap kritik dan tidak alergi terhadap perbedaan pendapat. Ketiga, anime itu bukan cuma hiburan, tapi juga bisa jadi media untuk menyampaikan pesan-pesan sosial dan politik.
Jadi, lain kali kalau ada yang masang bendera One Piece di rumahnya, jangan langsung main judge. Mungkin dia cuma lagi fangirling atau fanboying aja. Atau, siapa tahu, dia memang lagi nyindir pemerintah dengan cara yang kreatif. Yang penting, tetap chill dan jangan baper, ya! Gomu Gomu no… Peace!