Dark Mode Light Mode

Apa yang Mendorong Pertumbuhan Industri Video Game Tiongkok?

Siap-siap terkejut, gamers! Industri game di Tiongkok lagi panas-panasnya nih. Dulu mungkin kita cuma kenal game MOBA dari sana, tapi sekarang? Mereka lagi level up habis-habisan! Bayangin aja, game yang awalnya dibuat di Tiongkok, eh malah jadi Game of the Year di Steam Awards. Kurang keren apa coba?

Fenomena Ledakan Industri Game Tiongkok: Apa yang Terjadi?

Beberapa tahun belakangan ini, kita disuguhkan game-game keren buatan Tiongkok. Sebut saja Genshin Impact dan Wuthering Waves, yang pemainnya udah jutaan di seluruh dunia. Etheria: Restart juga lagi siap-siap buat rilis penuhnya. Tapi yang paling bikin geleng-geleng kepala adalah Black Myth: Wukong. Baru rilis beberapa hari aja udah laku 10 juta kopi! Gokil! Gak heran kalau akhirnya dapat gelar Game of the Year di Steam Awards 2024.

Tapi, apa sih yang bikin industri game di Tiongkok ini bisa meledak kayak petasan di malam tahun baru? Ada banyak faktor. Mulai dari pendapatan masyarakat yang makin tinggi, semangat developer yang membara, sampai dukungan pemerintah daerah yang all-out. Jadi, penasaran kan ke mana arah industri game Tiongkok ini selanjutnya?

Buat ngulik lebih dalam, beberapa ahli kasih pandangannya. Ada Simon Zhu, pendiri China Independent Game Alliance (CIGA), Li Shen, mantan CTO Tencent Games China dan Epic Games China, dan Siyuan Xia, co-founder Leenzee Technology. Mereka ini saksi mata perkembangan industri game di Tiongkok.

Bangkitnya Game Single-Player: Bukan Sekadar Free-to-Play Lagi

Dulu, developer Tiongkok agak ogah-ogahan bikin game single-player. Soalnya, bikin game premium single-player itu susah banget, dan game free-to-play lebih menguntungkan. Zhu cerita sedikit sejarahnya, dulu game free-to-play itu udah jadi standar selama puluhan tahun. Bahkan sampai pasar single-player console game baru resmi masuk Tiongkok di tahun 2015, itupun masih kecil pasarnya sampai Steam muncul.

Studio dan publisher juga harus pinter-pinter nilai sukses game single-player. Nasib game single-player biasanya ditentukan pas hari peluncuran – riskier venture kan? – sementara game free-to-play masih bisa diperbaiki kalau ada masalah di hari pertama. Intinya, semua tergantung gimana tim adaptasi. Tim Wuchang juga menyesuaikan development cycle biar proses kerjanya lebih manageable.

Shen (yang sekarang punya perusahaan investasi sendiri, Re³ Lab) juga bilang, pemain dan developer Tiongkok dari dulu udah tertarik sama game single-player. Tapi, baru setelah Black Myth: Wukong laku jutaan kopi di seluruh dunia, publisher jadi lebih berani investasi.

Mengapa Black Myth: Wukong Menjadi Titik Balik?

Black Myth: Wukong emang jadi game fenomenal yang membangkitkan gairah para developer. Kesuksesannya membuka mata banyak publisher untuk berinvestasi pada game single-player berkualitas tinggi. Selain Black Myth: Wukong, ada juga Phantom Blade: Zero dari S-Game dan Wuchang: Fallen Feathers dari Leenzee yang juga berharap bisa ikut sukses.

Wuchang, yang latarnya diambil pas runtuhnya Dinasti Ming, bahkan nunjukkin budaya dan sejarah Kerajaan Shu dari Zaman Perunggu. Kebetulan, studio mereka cuma sejam dari situs arkeologi Sanxingdui. Mereka bangga memamerkan identitas budaya mereka dan pengen memberikan kontribusi nyata bagi industri game.

"Black Myth: Wukong dipuji sebagai ‘terobosan AAA pertama dari Tiongkok' dan ini bikin bangga para developer," ujar Shen. Banyak yang nganggap karya mereka ini sebagai tantangan buat industri game yang didominasi Barat, dan buat ningkatin representasi budaya Asia. Tapi, tetep ada batasan dalam menyoroti keunikan budaya dan sensitivitas geopolitik.

Tantangan dan Peluang di Pasar yang Fluktuatif

Para ahli sepakat, developer game Tiongkok punya keunggulan dan kekurangan yang unik. "Perusahaan Tiongkok, karena pengalamannya bikin game online free-to-play, jadi yang terdepan dalam desain komersial dan operasional," kata Zhu. Tapi sayang, desain game dan kualitasnya masih kurang, terutama dalam penulisan cerita dan naskah. Industri ini masih kurang pengalaman dalam desain game, kurang wawasan pasar, dan kurang pertukaran industri.

Shen juga setuju, Tiongkok udah mencapai kemampuan kelas dunia, terutama dalam platform game mobile dan produk yang menguntungkan di pasar domestik. Tapi, biaya produksi yang makin tinggi dan persaingan pasar yang ketat bikin susah buat masuk ke industri game. Alhasil, beberapa developer jadi lebih konservatif dalam milih genre.

Budaya crunch, alias kerja lembur gila-gilaan, juga masih jadi topik kontroversial di Tiongkok. Jam kerja yang panjang udah biasa, apalagi pas deadline proyek. Beberapa studio bahkan punya jadwal 9-9-6 – jam 9 pagi sampai 9 malam, enam hari seminggu. Reformasi tenaga kerja emang lagi berjalan, tapi persaingan yang ketat dan budaya "dedikasi" bikin lembur jadi hal yang biasa.

Dukungan Pemerintah Daerah: Angin Segar Bagi Industri Game

Kebijakan pemerintah daerah juga punya peran penting dalam mendukung perkembangan game di Tiongkok. Sebagian besar game yang mau diterbitin di Tiongkok harus punya lisensi dari National Press and Publication Administration (NPPA). Setiap distrik administratif daerah punya program tambahan buat bantu perusahaan dan studio.

"Pemerintah Provinsi Sichuan sangat mendukung pekerjaan kami," kata Xia. "Karena Wuchang: Fallen Feathers latarnya di Chengdu dan sebagian Provinsi Sichuan, pemerintah bahkan bantu kami nyari lokasi warisan budaya buat dilestarikan secara digital." Tergantung kebijakan daerahnya, bisa ada keringanan pajak buat proyek budaya, atau hibah buat teknologi dan R&D.

Intinya, Tiongkok emang pasar video game terbesar di dunia. Meski ada tantangan, seperti kurangnya pengalaman bikin game single-player dan keengganan buat ambil risiko di hari peluncuran, para ahli tetap optimis. Developer, pemimpin proyek, ahli, dan pemerintah semuanya berkontribusi buat perluas jangkauan industri game Tiongkok ke seluruh dunia.

Industri Game Tiongkok: Masa Depan yang Cerah?

Industri game Tiongkok menunjukkan kemajuan yang pesat, didukung oleh berbagai faktor seperti meningkatnya pendapatan masyarakat dan dukungan pemerintah daerah. Meski masih ada tantangan yang perlu diatasi, optimisme tetap tinggi bahwa industri ini akan terus berkembang dan memberikan kontribusi yang signifikan bagi industri game global. Jangan kaget kalau beberapa tahun lagi, game-game buatan Tiongkok makin merajalela di console, PC, dan mobile kalian! Jadi, siap-siap aja ya!

Add a comment Add a comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Previous Post

Menteri ESDM Akan Menilai Dampak Penundaan Proyek Migas terhadap Investasi

Next Post

Amir Patel, MD: Strictur Ureter Pasca Litotripsi Laser Holmium vs TFL dan Implikasinya di Indonesia