Dark Mode Light Mode

Assassin’s Creed Origins Membuat Dunia Shadows Tampak Lebih Buruk

Siapa bilang Assassin's Creed itu membosankan? Setelah menghabiskan waktu di Assassin's Creed Shadows, saya kembali ke Origins dan mendadak meragukan pilihan hidup saya. Apakah saya benar-benar menghabiskan waktu berjam-jam di dunia Shadows yang… ya, kurang hidup?

Assassin's Creed Shadows bukanlah game yang buruk. Sebagai Naoe, sensasi menjadi seorang Assassin terasa lebih baik dari sebelumnya. Sistem stealth yang baru, kemampuan merunduk, dan tali yang membantu memanjat membuat gameplay-nya terasa lebih efisien dan mendalam. Tapi, ada satu hal yang mengganjal: dunianya.

Jepang yang Itu-Itu Saja

Jepang di Shadows terasa hampa. Setiap pemukiman terlihat sama, dan kastil-kastilnya terasa seperti template yang didaur ulang. Tebing-tebing curam yang sulit didaki membuat navigasi di Kansai terasa seperti siksaan, kecuali jika Anda rela terpaku pada jalan setapak. Pemandangannya memang indah, tapi tidak ada substance-nya. Selain kamp bandit atau penyergapan shinobi yang identik, Jepang terasa seperti dunia yang sudah mati.

Mesir yang Lebih Hidup: Kok Bisa?

Ironisnya, Origins, game yang dipenuhi gurun dan makam, justru berdenyut dengan kehidupan. Kota-kota besarnya memiliki ciri khas yang membedakannya dari tempat lain di Shadows. Sungai dan kanal di Krocodilopolis, Letopolis yang terkubur pasir, dan Alexandria yang luas membuat kota-kota dan benteng di Shadows terasa kurang memuaskan.

Hilangnya Fauna: Serius, Mana Beruangnya?

Sebagian alasan mengapa Shadows terasa begitu hampa adalah karena memang… hampa. Selain beberapa monyet dan sapi, dunia ini benar-benar kekurangan satwa liar. Satu-satunya ancaman bagi Naoe dan Yasuke adalah manusia (dan yokai yang aneh). Bayek harus melawan singa, ular, dan bahkan kuda nil, membuat alam liar sama berbahayanya dengan pos penjagaan.

Ini membuat Shadows terasa belum selesai. Anda sering mendengar serigala melolong di kejauhan, tetapi Anda tidak akan pernah melawan mereka. Jepang memiliki beruang, babi hutan, dan luwak, tetapi Anda tidak akan pernah tahu dengan betapa bebasnya Anda bisa berjalan-jalan di hutan. Mana interaksi epik dengan alam liar yang bikin deg-degan?

Origins adalah pertaruhan besar Ubisoft untuk merevitalisasi Assassin's Creed setelah Syndicate kurang sukses. Mereka bahkan istirahat setahun dari rilis tahunan untuk memastikan bahwa itu sebaik mungkin, dan hasilnya adalah salah satu dunia Assassin's Creed yang paling padat dan terasa hidup.

Dunia yang Lebih Berarti: Setting Itu Segalanya!

Meskipun banyak penundaan, Shadows tidak banyak belajar dari contoh Origins. Ia lupa hal terpenting dari setiap game Assassin's Creed: memiliki setting yang hebat. Kansai seharusnya bisa menjadi salah satu lokasi terbaik sepanjang masa untuk seri ini, tetapi setelah beberapa bulan saja, saya kurang lelah dengan Mesir yang telah saya jelajahi selama tujuh tahun terakhir daripada Jepang yang saya habiskan hanya beberapa minggu.

Shadows memang unggul dalam stealth, combat, dan parkour. Tapi, dunia yang menjadi latar belakang semua itu terasa kurang hidup dan kurang berkesan. Saya pribadi lebih memilih Inggris selatan tahun 1960-an dengan mod dan rockers.

Jadi, pelajaran yang bisa dipetik? Jangan lupakan pentingnya dunia yang menarik dan penuh kehidupan. Gameplay yang solid saja tidak cukup. Setting yang kuat adalah kunci untuk pengalaman Assassin's Creed yang tak terlupakan.

Add a comment Add a comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Previous Post

Peringatan BMKG: Bulan Baru dan Perigee Picu Banjir Rob di Pesisir Jawa Barat

Next Post

Jin BTS Ukir Sejarah: Album "Echo" Debut di Tangga Album Resmi Inggris