Popular Now

Pandemi Agreement WHO: Apa Artinya Bagi Generasi Muda Indonesia?

Hidden Cameras: Dari Indie Boy Jadi Bad Boy Lewat Musik Elektro Berlin yang Meditatif

CIFTIS: Siswa Indonesia Promosikan Budaya, Banggakan Negeri

Assassin’s Creed Shadows: DLC Claws Of Awaji Hadirkan Nostalgia Prince Of Persia!

Jadi, begini. Kita semua pernah kan, lagi asyik-asyiknya main game, eh tiba-tiba ada update yang nggak jelas juntrungannya? Nah, bayangkan kalau update itu ternyata malah bikin kita merasa lagi main game lain. Agak mirip ketika lagi PDKT sama gebetan, eh ternyata dia malah ngajak temennya juga. Kan, jadi bingung, ini kencan apa audisi?

Itulah yang kira-kira terjadi dengan Assassin’s Creed Shadows DLC Claws of Awaji. Bayangkan saja, baru juga mulai, kita langsung disambut dengan side-scrolling ala Prince of Persia. Sebuah langkah yang… unik. Tapi, mari kita telaah lebih dalam, apakah ini inovasi brilian atau sekadar cari perhatian?

Ubisoft Bordeaux, otak di balik Claws of Awaji, punya alasan tersendiri. Konon, ide ini muncul saat tim sedang lowong, menunggu proyek besar berikutnya setelah Assassin’s Creed Mirage selesai. Daripada bengong, mereka iseng bikin konsep side-scrolling yang kemudian dipakai sebagai pembuka DLC. Inspirasinya pun beragam, mulai dari Prince of Persia, Assassin’s Creed Chronicles, sampai Inside-nya Playdead. Ambisius, memang.

Awaji: Pulau Propaganda dan Boneka Kimura Yukari

Secara garis besar, side-scroller ini berfungsi sebagai tur singkat ke Awaji, sebuah pulau yang terpisah dari peta utama Jepang dan hanya bisa diakses melalui DLC ini. Di pulau ini, berkuasalah Kimura Yukari, antagonis utama yang tampaknya punya hobi membuat pertunjukan boneka propaganda. Kita, sebagai pemain, dipaksa menyaksikan betapa hebatnya Yukari di mata rakyatnya. Agak mirip nonton sinetron azab, tapi versi Jepang.

Tidak hanya itu, intro ini juga memberikan petunjuk tentang nasib ibu Naoe, seorang Assassin misterius yang hilang entah ke mana. Tentu saja, semua informasi ini disajikan dari sudut pandang Yukari, yang jelas-jelas tidak punya hubungan baik dengan ibu Naoe. Sebuah cara cerdas untuk memberikan konteks sebelum Naoe menginjakkan kaki di Awaji. Ibaratnya, sebelum kita masuk ke medan perang, kita dikasih tahu dulu siapa musuhnya dan apa motivasinya.

Dari segi gameplay, kita akan disuguhi aksi stealth dan platforming sederhana, serta sedikit pertarungan yang disederhanakan menjadi 2.5D. Lumayan menghibur, apalagi narasi side-scroller-nya bereaksi terhadap apa yang kita lakukan. Ketahuan musuh? Ada komentar. Jagoan saat bertarung? Juga ada komentar. Ada juga beberapa area dengan jalur bercabang, meski ujungnya tetap sama. Ya, namanya juga side-scroller.

Stealth Boss Fight dan Penutup Plot yang Menggantung

Meski sebagian besar elemen Claws of Awaji terasa familiar bagi pemain yang sudah menghabiskan 100 jam lebih di Assassin’s Creed Shadows, DLC ini tetap menawarkan momen-momen orisinal yang patut diapresiasi. Salah satunya adalah stealth boss fight yang terinspirasi dari Metal Gear Solid. Detailnya bisa kalian cari sendiri, biar nggak spoiler.

Selain itu, bagi yang penasaran dengan nasib ibu Naoe dan lokasi kotak misteri terakhir di base game, DLC ini kabarnya akan memberikan jawaban yang memuaskan. Setidaknya, itulah yang dijanjikan Ubisoft. Semoga saja bukan janji palsu seperti janji manis mantan.

Tapi, mari kita renungkan sejenak. Kenapa Ubisoft repot-repot bikin side-scroller untuk DLC ini? Apakah mereka mencoba keluar dari zona nyaman? Atau justru kehabisan ide? Mungkin juga mereka ingin menarik perhatian pemain yang bosan dengan formula Assassin’s Creed yang itu-itu saja. Atau, jangan-jangan, ini cuma trik marketing belaka.

Ketika Assassin’s Creed Jadi Prince of Persia: Sebuah Eksperimen Gagal?

Yang jelas, langkah Ubisoft ini cukup berani. Mencampuradukkan dua franchise besar memang berpotensi menciptakan sesuatu yang baru dan segar. Tapi, di sisi lain, juga berisiko mengecewakan penggemar setia masing-masing franchise. Ibaratnya, masak rendang dicampur sushi. Enak sih, tapi aneh.

Kita tidak bisa menyangkal bahwa side-scroller ini punya daya tarik tersendiri. Nostalgia Prince of Persia yang kental, visual yang unik, dan narasi yang interaktif. Tapi, apakah semua itu cukup untuk menyelamatkan DLC ini dari predikat “sekadar tempelan”? Jawabannya, tentu saja, tergantung selera masing-masing.

Bagi sebagian orang, side-scroller ini mungkin dianggap sebagai inovasi yang menyegarkan. Sebuah cara cerdas untuk memperkenalkan cerita dan karakter baru. Tapi, bagi sebagian lainnya, mungkin dianggap sebagai distraksi yang tidak perlu. Sebuah upaya sia-sia untuk mengubah Assassin’s Creed menjadi sesuatu yang bukan dirinya.

Claws of Awaji: Lebih dari Sekadar Side-Scrolling?

Pada akhirnya, Assassin’s Creed Shadows DLC Claws of Awaji dengan side-scroller-nya ini adalah sebuah eksperimen. Sebuah upaya untuk mencari formula baru yang mungkin berhasil, mungkin juga gagal. Tapi, setidaknya, Ubisoft berani mencoba. Dan itu, patut diapresiasi. Meski hasilnya, ya, begitulah.

Pertanyaannya sekarang, apakah eksperimen ini akan memengaruhi arah perkembangan Assassin’s Creed di masa depan? Apakah kita akan melihat lebih banyak elemen side-scrolling di gamegame selanjutnya? Atau, apakah ini hanya akan menjadi catatan kaki sejarah yang terlupakan? Waktu yang akan menjawab.

Yang jelas, satu hal yang pasti: dunia game memang penuh kejutan. Kadang menyenangkan, kadang menjengkelkan. Tapi, itulah yang membuatnya menarik. Sama seperti hidup, bukan?

Previous Post

Game Meledak: Adaptasi TV dan Film Jadi Roket Pendorong Jumlah Pemain!

Next Post

Gemini Meroket! Nano Banana Dongkrak Unduhan & Geser ChatGPT di App Store

Add a comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *