Musik itu subjektif, tapi kebohongan? Yah, itu cerita lain. Sebuah band indie rock bernama The Velvet Sundown sedang menjadi sorotan, bukan karena musik mereka yang super catchy, tapi karena klaim mereka yang kontradiktif tentang penggunaan Artificial Intelligence (AI). Ceritanya lebih seru daripada sinetron sore, mari kita ulas!
Kisah The Velvet Sundown: Dari Mana Datangnya Musik Ini?
The Velvet Sundown, band yang mengklaim memainkan musik indie rock, telah memicu perdebatan sengit di dunia maya. Awalnya, semua berawal dari kecurigaan bahwa gambar-gambar promosi mereka dihasilkan oleh AI. Foto-foto band yang terlihat too good to be true dan bio band yang mencurigakan membuat banyak orang bertanya-tanya.
Namun, band ini dengan tegas membantah tuduhan tersebut. Dalam serangkaian tweet, mereka mengklaim bahwa musik mereka dibuat dengan instrumen nyata, pikiran nyata, dan jiwa nyata di sebuah bungalow yang sempit di California. Mereka bahkan menantang para jurnalis untuk datang ke konser mereka dan membuktikan bahwa mereka nyata. Wah, berani sekali!
Tapi di sinilah letak masalahnya: belum ada bukti konkret bahwa band ini benar-benar ada. Tidak ada video latihan, tidak ada foto behind the scenes yang menunjukkan proses kreatif mereka. Hanya klaim dan bantahan. Ini seperti mencoba membuktikan keberadaan unicorn dengan hanya bermodalkan harapan.
Sementara itu, Spotify mencatat bahwa The Velvet Sundown berhasil mengumpulkan lebih dari 550.000 pendengar per bulan. Angka yang fantastis untuk band yang keberadaannya masih menjadi misteri! Apakah ini bukti bahwa musik mereka memang bagus, atau hanya bukti bahwa AI bisa memanipulasi algoritma?
Platform musik lainnya, Deezer, bahkan lebih tegas. Mereka menandai album terbaru band ini, "Dust and Silence," sebagai "konten yang dihasilkan AI." Sebuah label yang cukup keras, mengingat band ini mati-matian menyangkal penggunaan AI.
Kontroversi ini mencerminkan dampak generative AI yang semakin besar pada industri musik. Banyak artis dan musisi terkenal menyuarakan kekhawatiran mereka tentang potensi AI untuk merusak kreativitas dan originalitas. Regulasi AI menjadi topik hangat, dan kasus The Velvet Sundown hanya memperkuat argumen tersebut.
Dusta di Balik Nada: Apakah Mereka Jujur?
Lirik lagu The Velvet Sundown juga menjadi sorotan. Banyak yang menganggapnya generik dan hambar, dengan performa vokal yang tidak konsisten dari satu lagu ke lagu lain. Ini semakin memperkuat kecurigaan bahwa setidaknya beberapa aspek dari musik mereka dihasilkan oleh AI.
Struktur kalimat di bio band juga mencurigakan, mengingatkan pada gaya bahasa yang sering digunakan oleh model bahasa seperti ChatGPT. Misalnya, kalimat "The Velvet Sundown aren’t trying to revive the past. They’re rewriting it" terasa seperti hasil olahan AI.
Lalu, nama band itu sendiri? The Velvet Sundown terdengar seperti gabungan dari The Velvet Underground dan Sunset Rubdown, dua band yang sangat berbeda. Apakah ini hanya kebetulan, atau upaya cerdas untuk menarik perhatian penggemar kedua band tersebut? Strategi Search Engine Optimization (SEO), mungkin?
Bukti visual yang paling mencolok adalah gambar-gambar di akun media sosial mereka. Foto-foto ini terlihat sangat jelas dihasilkan oleh AI. Tidak ada kekurangan detail yang aneh atau ketidaksempurnaan yang biasanya ada pada foto manusia.
Akun X (dulu Twitter) band ini merespons kritikan dengan menyebut bahwa mereka tidak melakukan tarian TikTok atau live streaming proses kreasi mereka. Mereka merasa terhina karena dianggap sebagai "sekumpulan mesin" daripada mengakui bahwa band yang tidak dikenal bisa menciptakan sesuatu yang dinikmati banyak orang. Tapi, come on, video latihan saja bisa membungkam semua keraguan, kan?
Masa Depan Musik: AI atau Kreasi Manusia?
Kasus The Velvet Sundown membuka diskusi penting tentang masa depan musik. Apakah kita akan sampai pada titik di mana musik yang dihasilkan AI mendominasi playlist kita? Apakah kita akan kehilangan apresiasi terhadap musik yang dibuat dengan susah payah oleh manusia?
Paul McCartney pernah memperingatkan bahwa AI bisa "mengambil alih" dan menghalangi musisi muda untuk membangun karier. Kita juga telah melihat bagaimana lagu diss yang dihasilkan AI menjadi viral, memaksa label rekaman untuk menghapusnya dari platform streaming.
Integritas adalah kunci. Jika The Velvet Sundown jujur tentang penggunaan AI dalam proses kreatif mereka, mungkin kritikan tidak akan sekeras ini. Tapi, menyembunyikan fakta dan mengklaim sebaliknya hanya akan merusak reputasi mereka (dan mungkin juga karier mereka).
Kesimpulan: Kebenaran Akan Terungkap (Mungkin)
Pada akhirnya, pertanyaan apakah The Velvet Sundown benar-benar menggunakan AI atau tidak masih belum terjawab sepenuhnya. Tapi, satu hal yang pasti: kasus ini telah memicu perdebatan penting tentang peran AI dalam industri musik. Apakah AI akan menjadi ancaman atau alat yang bermanfaat bagi musisi? Waktu yang akan menjawab. Yang jelas, jangan sampai kita lupa untuk mendukung musisi lokal dan musik yang dibuat dengan passion dan keringat. Karena, at the end of the day, sentuhan manusia itu sulit digantikan oleh mesin, kan?