Dark Mode Light Mode

Battlefield 6: Ledakan Nostalgia yang Aman dan Menggema

Siapa bilang game FPS itu cuma buat yang jago nembak? Battlefield 6 datang membawa angin segar, atau mungkin lebih tepatnya, nostalgia yang dibungkus ulang dengan grafis yang lebih kinclong. Setelah beberapa seri yang agak manggung, Battlefield 6 sepertinya ingin kembali ke masa kejayaan Battlefield 3 dan 4. Apakah berhasil? Mari kita bedah satu per satu.

Battlefield 6: Balik Kampung, Apa Kabar?

Bayangkan ini: map luas, mode objective-based yang bikin nagih, dan destruction yang spektakuler. Battlefield 6 mencoba mengembalikan semuanya, dengan sistem class yang familiar tapi tetap fresh. Apakah ini hanya sekadar remake yang dipoles? Atau ada sesuatu yang lebih? Jujur, setelah mencoba beberapa jam, sensasinya memang asyik. Tapi, apakah ini cukup untuk membuat Battlefield kembali berjaya di kancah game FPS? Ini pertanyaan yang lebih sulit dijawab.

Kelas Kembali Beraksi: Nostalgia yang Menyegarkan?

Sistem class yang sudah lama kita kenal hadir kembali, setelah sedikit nyasar di Battlefield 2042 dengan Specialist-nya. Assault dengan grenade launcher siap menjebol tembok dan mengubah musuh jadi sate. Engineer jadi andalan dalam pertempuran tank, dengan acetylene torch yang siap memperbaiki armor. Support adalah lifeline tim, membawa amunisi dan defibrillator untuk menghidupkan teman yang tumbang. Dan Recon, si ahli taktik, menandai musuh sebelum melumpuhkannya dengan sniper rifle.

Memang tidak ada yang revolusioner, tapi class ini terasa lebih terdefinisi. Tidak akan ada lagi Assault yang jadi anti-tank atau Support yang sok jadi sniper. Setiap class punya peran yang jelas, meski ada sedikit twist. Seperti di Battlefield 2042, semua class bisa menggunakan semua senjata, tapi setiap class punya “signature” yang mendorong kita untuk memilih loadout yang sesuai. Recon, misalnya, bisa menahan napas saat membidik dengan sniper rifle. Ini membuat saya jadi bertanya, kenapa saya harus ngotot main Recon kalau saya lebih nyaman dengan assault rifle? Bukankah esensi class adalah spesialisasi?

Sistem senjata yang agak bebas di 2042 memang menuai kritik. Sejujurnya, pembatasan yang lebih ketat akan lebih baik, terutama karena gadget spesialis di setiap class sudah dirancang dengan baik. Deployable cover milik Support adalah contohnya. Cocok untuk bersembunyi saat menghidupkan teman, menyediakan tempat aman untuk mengisi amunisi, dan sebagai tempat memasang LMG yang menjadi spesialisasinya. Semua elemen dalam setiap kit bisa berpadu dengan harmonis. Kuncinya adalah menemukan class kit yang paling cocok dengan playstyle kita, bukan mengubah notes di dalamnya.

Gerakan Baru, Dampak Signifikan?

Battlefield 6 mencoba memperkenalkan sistem gerakan baru yang disebut “Kinesthetic Combat System.” Konon, sistem ini membuat kita bisa lebih mulus saat leaning di sekitar sudut, mengurangi recoil saat berlindung, melakukan combat rolls saat mendarat dari ketinggian, dan sebagainya. Tapi, sejujurnya, saya tidak merasakan dampaknya yang signifikan. Contextual lean, misalnya, jarang aktif. Saya jadi bertanya-tanya, seberapa besar dampak sistem ini pada pengalaman pemain biasa? Satu hal yang saya suka adalah kemampuan untuk menyeret teman yang terluka ke tempat aman sebelum menghidupkannya. Ini adalah kemampuan yang berguna dan menciptakan “momen.” Rasanya heroik menyeret teman ke tempat aman di tengah tembakan musuh.

Medan Perang yang Lebih Luas, Lebih Realistis

Battlefield selalu punya formula sendiri dalam mendesain map. Desain tiga jalur klasik tidak cocok untuk kekacauan 64 pemain. Untungnya, aturan ini masih berlaku. Battlefield tetap terasa berbeda dari game shooter lainnya. Map Conquest andalannya tetap terasa seperti open-world. Jauh lebih luas dari arena Call of Duty, dengan sentuhan realisme yang kuat. Jalanan kota terasa seperti pusat populasi yang nyata, dan bangunan dirancang dengan stairwell dan floorplan yang logis.

Meskipun begitu, kita tetap bisa merasakan sentuhan desainer, terutama saat menyadari bahwa ada map di dalam map. Secara keseluruhan, map di Battlefield 6 memberikan kesan yang baik. Empire State, misalnya, mereplikasi jalanan New York City yang lebar dan ramah tank. Tapi, semakin ke tengah, kita akan menemukan gang-gang sempit dan bangunan beton bertingkat yang cocok untuk pertempuran jarak dekat.

Satu atau dua match saja tidak cukup untuk memahami semua nuansa map. Tapi, Liberation Peak, yang berlatar di lereng Pegunungan Pamir di Tajikistan, menyediakan medan berbatu yang luas untuk pertempuran darat dan udara, serta pangkalan militer tersembunyi untuk pertempuran infanteri yang sengit. Sementara itu, Siege of Cairo memiliki jaringan jalanan padat yang ideal untuk menjebak tank dengan RPG.

Destruction: Tetap Jadi Ciri Khas

Soal destruction, kekacauan khas Battlefield tetap hadir. Memang agak lebih terkendali dibandingkan dengan sistem “levolution” yang mengubah map secara dramatis di Battlefield 6 (yang lama). Tapi, efeknya lebih terasa dalam gameplay. Fasad bangunan hancur berkeping-keping akibat tembakan meriam, membuka bangunan seperti kaleng sarden dan memperlihatkan musuh yang bersembunyi di dalamnya. Kita bisa menjebol lantai untuk menyerang dari atas, atau meledakkan penyangga di bawah sniper yang menyebalkan.

Memang agak sulit untuk merasa terlalu excited dengan hal ini. Ini sudah menjadi ciri khas Battlefield. Tapi, tetap saja mengesankan. Selain menjadi technical feat yang bisa dibanggakan bersamaan dengan grafis yang photo-realistic, destruction juga menjadi fondasi yang membuat Battlefield unik. Saking uniknya, kadang saya merasa lebih kasihan sama bangunan yang hancur daripada sama karakter yang mati.

Mode Multiplayer: Apakah Ada yang Baru?

Mode multiplayer yang kita mainkan—Conquest, Breakthrough, dan Squad Deathmatch—kurang lebih sama seperti yang kita harapkan dari Battlefield. Conquest dan Breakthrough, dengan fokus objective, tetap menjadi yang terbaik. Sementara Squad Deathmatch masih terasa seperti tempelan. Bukan berarti game ini buruk, tapi “Battlefield Moments” yang sering dibangga-banggakan EA sepertinya hanya terjadi saat kita mati-matian mempertahankan Point C di Conquest atau menerobos pertahanan musuh di Breakthrough.

Battlefield 6 sepertinya ingin kembali ke masa kejayaan Battlefield 3 dan 4. Saya tidak keberatan dengan mode yang terasa familiar. Tapi, mungkin objective lama ini bisa disegarkan sedikit, dengan desain capture point yang tidak konvensional atau peralatan khusus untuk objective. Mungkin ada kejutan di mode Escalation yang baru, tapi deskripsi resminya tidak terlalu menjanjikan.

Sebagai penutup, Battlefield 6 seperti reuni dengan teman lama. Ada rasa nyaman, tapi juga sedikit dejavu. Grafisnya memang lebih keren, tapi esensinya tetap sama: kekacauan, ledakan, dan kerja sama tim. Overall, Battlefield 6 adalah game yang solid dan menjanjikan. Tapi, apakah cukup untuk mengembalikan kejayaan Battlefield? Waktu yang akan menjawab. Yang jelas, nostalgia itu memang candu, dan mungkin itulah yang kita butuhkan saat ini.

Add a comment Add a comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Previous Post

Prabowo Perintahkan Tindak Tegas, Impor Beras Ilegal Bisa Kacaukan Pasar

Next Post

Efek Protein Powder pada Otot Anda