Siapa bilang musik itu cuma soal enak didengar? Kadang, musik juga bisa jadi time machine, mengantar kita kembali ke era celana cutbray dan lantai dansa yang berkilauan. Kali ini, kita akan membahas perjalanan epik sebuah grup musik yang pernah merajai tangga lagu, sempat terpuruk, lalu bangkit menjadi ikon disko dunia: Bee Gees. Siap berdansa melewati waktu?
Bee Gees: Dari Balada ke Disko, Kok Bisa?
Pada tahun 1973, karir Bee Gees sedang tidak baik-baik saja. Setelah sukses dengan lagu-lagu seperti “To Love Somebody” dan “How Can You Mend a Broken Heart”, mereka seolah kehilangan arah. Album dan single terbaru mereka kurang laku, dan popularitas mereka pun menurun drastis. Ibarat kata, lagi nyungsep di dasar jurang popularitas.
Namun, di tengah keterpurukan itu, ada secercah harapan. Pada tanggal 6 April 1973, Gibb bersaudara (Barry, Robin, dan Maurice) tampil di The Midnight Special, sebuah acara TV larut malam. Mereka memutuskan untuk melakukan sesuatu yang berbeda dengan membawakan medley lagu-lagu The Beatles, idola mereka yang sudah bubar tiga tahun sebelumnya.
Penampilan acoustic yang sederhana itu menyoroti harmoni vokal khas Bee Gees. Noel Gallagher, yang pernah bernyanyi dengan saudaranya Liam di Oasis, mengatakan bahwa “ketika saudara bernyanyi bersama, itu seperti instrumen yang tidak bisa dibeli oleh siapa pun. Anda tidak bisa menyanyi seperti The Bee Gees karena ketika anggota keluarga bernyanyi bersama, itu unik.” So true bestie!
Setahun kemudian, Bee Gees tampil di klub-klub kecil, dan sepertinya karir mereka akan segera berakhir. Tapi, atas dorongan manajemen, mereka mulai bergerak ke arah baru, menggabungkan soul, rhythm and blues, dan gaya musik underground yang sedang naik daun: disko. Barry juga mengadopsi gaya bernyanyi falsetto yang dipopulerkan oleh penyanyi kulit hitam seperti Curtis Mayfield dan Marvin Gaye. Siapa sangka, ya kan?
Perubahan haluan yang tidak terduga ini membawa mereka ke puncak popularitas dan menjadikan mereka raja disko dengan pakaian satin putih. From zero to hero! Mereka berhasil membuktikan bahwa fleksibilitas dan keberanian untuk mencoba hal baru itu penting banget dalam industri musik.
Saturday Night Fever: Demam Disko yang Mendunia
Di akhir tahun 70-an, Bee Gees merilis lagu-lagu hits, termasuk yang ada di soundtrack Saturday Night Fever yang terjual 40 juta kopi: “Stayin’ Alive”, “How Deep is Your Love”, “More Than a Woman”, “Jive Talkin'”, dan “Night Fever”. Siapa yang tidak kenal lagu-lagu ini? Pasti langsung auto joget!
Soundtrack Saturday Night Fever nggak cuma sukses secara komersial, tapi juga jadi fenomena budaya. Filmnya sendiri, yang dibintangi John Travolta, jadi ikon disko dan mempengaruhi fashion serta gaya hidup di seluruh dunia. Bee Gees, dengan musik mereka, berhasil menangkap semangat zaman dan menciptakan soundtrack untuk generasi disko.
“Stayin’ Alive” bukan cuma lagu disko biasa. Iramanya yang catchy dan liriknya yang penuh semangat jadi anthem bagi banyak orang yang berjuang untuk bertahan hidup. Bahkan, rhythm lagu ini sering digunakan oleh para ahli medis untuk membantu memberikan kompresi dada yang tepat saat melakukan CPR (Cardiopulmonary Resuscitation). Musik bisa menyelamatkan nyawa, guys!
Jatuh Bangun: Kisah di Balik Gemerlap Disko
Di tahun 1978, Bee Gees membuat kesalahan besar dengan membintangi musikal berdasarkan musik The Beatles berjudul Sgt. Pepper’s Lonely Hearts Club Band, yang diproduksi oleh Robert Stigwood, orang di balik Saturday Night Fever dan Grease. Film itu gagal total, meskipun soundtrack-nya laris manis. Kadang, terlalu percaya diri bisa jadi bumerang, ya kan?
George Harrison dari The Beatles berpendapat bahwa film Bee Gees itu bercerita tentang apa yang terjadi ketika seseorang menjadi sukses dan serakah. “Saya hanya kasihan pada Robert Stigwood, Bee Gees, dan Pete Frampton karena melakukan itu karena mereka telah membuktikan diri sebagai seniman yang layak,” kata Harrison. “Dan tiba-tiba… ini seperti hal klasik tentang keserakahan. Semakin banyak Anda menghasilkan, semakin banyak yang ingin Anda hasilkan, sampai Anda menjadi sangat serakah sehingga akhirnya Anda membuat kesalahan.” Wah, pedas juga ya omongan Om George!
Meskipun musikal bertema Beatles yang dibintangi Bee Gees gagal, John Lennon tetap menjadi penggemar grup itu. Dia memuji mereka setelah meningkatnya ketidaksukaan publik terhadap disko menyebabkan reaksi keras yang signifikan. Respect!
“Cobalah untuk memberi tahu anak-anak di tahun tujuh puluhan yang berteriak kepada Bee Gees bahwa musik mereka hanyalah The Beatles yang diolah ulang,” katanya kepada majalah Playboy pada tahun 1980. “Tidak ada yang salah dengan Bee Gees. Mereka melakukan pekerjaan yang sangat bagus. Tidak ada hal lain yang terjadi saat itu.” John Lennon memang legend!
Lebih dari Sekadar “Stayin’ Alive”: Warisan Abadi Bee Gees
Karir bersejarah Bee Gees berakhir ketika Maurice meninggal dunia pada tahun 2003 pada usia 53 tahun. Robin menyusul pada tahun 2009 pada usia 62 tahun. Barry adalah anggota terakhir yang masih hidup dari grup musik tersebut. Sedih banget, ya kan?
Meskipun Bee Gees dikenal karena lagu-lagu disko mereka, mereka sebenarnya adalah grup musik yang serbaguna. Mereka berhasil menggabungkan berbagai genre musik, dari balada pop hingga disko funk, dan menciptakan suara yang unik dan khas. Kemampuan adaptasi mereka patut diacungi jempol!
Warisan Bee Gees terus hidup melalui musik mereka yang terus dinikmati oleh generasi baru. Lagu-lagu mereka sering digunakan dalam film, acara TV, dan iklan, dan mereka terus menginspirasi musisi-musisi muda. Musik mereka abadi, guys!
Intinya, perjalanan Bee Gees adalah kisah tentang bagaimana bakat, kerja keras, dan keberanian untuk berinovasi dapat membawa seseorang ke puncak kesuksesan, bahkan setelah mengalami kegagalan. Jadi, jangan takut untuk mencoba hal baru dan keluar dari zona nyamanmu. Siapa tahu, kamu juga bisa jadi ikon disko dunia selanjutnya!