Pernahkah kamu merasa seperti Benmont Tench di sebuah lagu, berusaha keras menemukan nada yang pas, hanya untuk menyadari bahwa mungkin suaramu tidak terlalu dibutuhkan di sana? Tenang, kamu tidak sendirian. Bahkan seorang legenda seperti Tench, kibordis andalan Tom Petty and the Heartbreakers, pernah mengalami hal serupa. Artikel ini akan membahas perjalanan musiknya, momen-momen penting dalam karirnya, dan pelajaran berharga yang bisa kita petik.
Tench, bersama dengan gitaris Mike Campbell dan Tom Petty, menjadi jantung dan jiwa dari Heartbreakers sejak 1976 hingga pertunjukan terakhir mereka pada tahun 2017. Permainan piano dan organ Hammond-nya bagaikan sihir, menghipnotis pendengar dan membawa mereka hanyut dalam lagu. Namun, kesuksesannya tidak hanya terbatas pada band. Ia juga menjadi session musician yang dicari oleh musisi top seperti Bob Dylan, Stevie Nicks, dan Johnny Cash.
Meskipun mengaku "payah dalam mempelajari lagu orang lain," Tench nyatanya telah berkontribusi dalam banyak rekaman ikonik. Ia mengungkapkan bahwa kesulitan dalam sebuah sesi rekaman lebih sering disebabkan oleh keadaan emosional pribadinya daripada materi lagunya itu sendiri. Tahun ini, ia merilis album solo keduanya, The Melancholy Session, yang semakin membuktikan bakatnya yang serba bisa.
Mari kita telaah beberapa momen kunci dalam karir bermusik Tench dan bagaimana ia menghadapi berbagai tantangan dalam dunia musik.
Rahasia Dapur Rekaman: Ketika Perfeksionisme Bertemu Kreativitas
Bekerja dengan produser legendaris seperti Jimmy Iovine bisa menjadi pedang bermata dua. Iovine, yang memproduseri album Tom Petty, dikenal sangat perfeksionis. Ia sering meminta Tench dan band untuk mengulang take hingga puluhan kali, demi mencapai kesempurnaan. Tench mengakui bahwa meskipun lagu-lagu tersebut bagus, prosesnya terkadang terasa unnecessary.
Bayangkan, sudah merasa nail di take pertama atau kedua, tapi tetap harus mengulanginya sampai 75 kali! Kadang, semangat perfeksionisme bisa membunuh kreativitas dan memicu frustrasi. Penting untuk menemukan keseimbangan antara mengejar kualitas dan menjaga flow dalam proses rekaman.
Namun, Tench juga belajar banyak dari pengalaman tersebut. Ia menyadari pentingnya chemistry dalam sebuah band. Ia merasa cocok dengan Heartbreakers karena ia bisa "jatuh ke dalam peran" dengan mudah. Tidak semua musisi, sehebat apapun mereka, cocok untuk setiap band. Setiap band memiliki dinamika unik yang membutuhkan pemain dengan vibe yang tepat.
Menaklukkan Tantangan Don Henley: Ketika "Cukup Baik" Tidak Pernah Cukup
Bekerja dengan Don Henley, pentolan The Eagles, adalah tantangan tersendiri bagi Tench. Henley dikenal sebagai seorang yang sangat detail dan selalu menuntut yang terbaik. "Dia ingin better, dan jika dia menulis sendiri lagu di piano, itu tidak mudah bagi saya," ungkap Tench.
Henley pernah meminta Tench untuk mempelajari lagu balada dari kaset untuk album solo pertamanya, I Can’t Stand Still. Awalnya, Tench menolak dan menyarankan Henley untuk menghubungi David Paich dari Toto, seorang session player legendaris. Namun, Henley bersikeras agar Tench memainkan lagu tersebut.
Tench akhirnya setuju, meskipun merasa sangat gugup saat rekaman. Pengalaman ini mengajarkannya tentang pentingnya kepercayaan diri dan kemauan untuk belajar. Henley percaya pada kemampuan Tench dan mendorongnya untuk keluar dari zona nyaman. Terkadang, kita perlu sedikit dipaksa untuk mencapai potensi terbaik kita. Jangan takut untuk mencoba hal baru, bahkan jika itu terasa sulit.
Lagu "Sunset Grill" dari album Building the Perfect Beast juga menjadi tantangan bagi Tench. Henley memintanya untuk menulis bridge lagu tersebut dengan nuansa seperti tema film Perry Mason. Prosesnya terasa sulit dan melelahkan, namun akhirnya membuahkan hasil yang memuaskan. Henley selalu mendorong Tench untuk melampaui batas dan memberikan yang terbaik. The Eagles memang dikenal perfeksionis, dan Tench tidak meragukan reputasi tersebut.
Bob Dylan dan Kerendahan Hati Seorang Maestro
Bekerja dengan Bob Dylan selalu menjadi pengalaman yang fantastis bagi Tench. Namun, ada satu momen yang membuatnya menyadari batas kemampuannya. Pada album Empire Burlesque, terdapat lagu indah berjudul "I’ll Remember You" yang ditulis Dylan di piano.
Tench mencoba memainkan lagu tersebut, tetapi ia merasa tidak bisa menandingi keunikan dan feel yang dibawakan Dylan. Ia menyadari bahwa magic Dylan tidak hanya terletak pada not-not yang dimainkan, tetapi juga pada inflection dan soul yang terpancar dari permainannya.
Setelah sepuluh menit mencoba, Dylan akhirnya berkata, "Oke, mungkin kamu main organ saja." Tench merasa lega. Pengalaman ini mengajarkannya tentang pentingnya kerendahan hati dan kesadaran diri. Kadang, kita harus tahu kapan kita "terkalahkan" dan fokus pada kekuatan kita sendiri. Tidak semua orang bisa mereplikasi magic seorang Bob Dylan.
Rick Rubin dan Seni Menyederhanakan Musik
Rick Rubin, produser legendaris yang dikenal dengan pendekatannya yang minimalis, juga memberikan pelajaran berharga bagi Tench. Rubin memproduseri album-album terakhir Johnny Cash, termasuk American IV: The Man Comes Around. Pada album tersebut, terdapat versi cover dari lagu "The First Time Ever I Saw Your Face".
Tench merasa kesulitan menemukan dirinya dalam lagu tersebut karena kesederhanaannya. Rubin memintanya untuk bermain piano, lalu menyuruhnya untuk menyederhanakan permainannya. Proses ini berulang beberapa kali hingga Tench hanya memainkan satu not.
Namun, Rubin masih belum puas. Ia berkata, "Itu bagus, tapi mainkan lebih sedikit dan itu akan sempurna." Tench bingung, bagaimana mungkin memainkan kurang dari satu not? Ajaibnya, ia berhasil melakukannya dengan memainkan not tersebut dengan sangat pelan. Pengalaman ini mengajarkannya tentang kekuatan kesederhanaan dan seni mengurangi. Terkadang, kurang itu lebih.
Rubin juga ingin Johnny Cash meng-cover lagu Robert Palmer, "Addicted to Love". Meskipun dicoba dengan gaya American yang khas, lagu tersebut tidak berhasil. Akhirnya, Johnny Cash sendiri yang mengakui bahwa lagu tersebut tidak cocok untuknya. Pelajaran di sini adalah, tidak semua ide brilian bisa berhasil. Penting untuk berani mengakui kegagalan dan mencoba hal lain.
Ketika Musik Gitar Mendominasi: Menerima Keterbatasan Diri
Pada beberapa lagu di album Tom Petty, Tench merasa kesulitan menemukan ruang untuk permainan pianonya. Musik gitar, terutama gaya permainan Mike Campbell, terlalu mendominasi sehingga tidak ada banyak ruang bagi instrumen lain.
Awalnya, Tench merasa sensitif dan ingin "memaksakan" dirinya untuk didengar. Namun, ia kemudian menyadari bahwa terkadang lebih baik untuk menerima keterbatasan diri dan tidak memaksakan sesuatu yang tidak dibutuhkan. "Mereka tidak memecatku. Mereka hanya tidak membutuhkanku di salah satu lagu," ujarnya.
Pengalaman ini mengajarkannya tentang pentingnya kerjasama tim dan kesadaran akan peran masing-masing. Tidak semua lagu membutuhkan semua instrumen. Kadang, keheningan bisa lebih bermakna daripada suara yang berlebihan.
Pada tur terakhir Heartbreakers, Tench akhirnya menemukan celah dalam lagu-lagu Hypnotic Eye saat bermain live. Ia merasa telah "memecahkan kode" dan memahami permainan Mike Campbell. Ia tidak sabar untuk kembali ke studio dan membawa band ke level yang lebih tinggi. Sayangnya, impian tersebut tidak pernah terwujud karena band bubar. Meskipun merasa frustrasi, Tench tetap memiliki selera humor. Ia mengibaratkan situasinya seperti Peter Sellers di akhir film Dr. Strangelove, yang tiba-tiba bisa berjalan sebelum dunia meledak.
Pelajaran terpenting dari perjalanan musik Benmont Tench adalah bahwa kesuksesan tidak selalu berarti menjadi pusat perhatian. Terkadang, peran terbaik yang bisa kita mainkan adalah menjadi bagian dari sesuatu yang lebih besar, bahkan jika itu berarti bermain satu not yang sangat pelan.