Dark Mode Light Mode
Stasiun Radio Mayo Tunjuk Manajer Baru: Era Baru Dimulai
Berikut adalah satu pilihan judul yang menekankan implikasi: A320 SriLankan Alami Kerusakan Sistem Parah di Udara, Keselamatan Penerbangan Dipertanyakan
Implikasi Evaluasi Perusahaan: Pemerintah Daerah Dilibatkan

Berikut adalah satu pilihan judul yang menekankan implikasi: A320 SriLankan Alami Kerusakan Sistem Parah di Udara, Keselamatan Penerbangan Dipertanyakan

Siapa bilang terbang itu selalu mulus? Baru-baru ini, sebuah pesawat Airbus A320 milik SriLankan Airlines mengalami pengalaman yang cukup mendebarkan di udara. Dari masalah anti-ice system sampai autopilot yang mogok, pilot harus berjuang ekstra untuk mendaratkan pesawat dengan selamat. Mari kita simak kisah heroik ini!

Ketika Pesawat Mendadak Jadi ‘Drama Queen'

Pesawat dengan nomor penerbangan UL306, yang seharusnya terbang santai dari Colombo ke Singapura pada 5 Juni 2025, tiba-tiba berubah menjadi panggung drama. Saat berada di ketinggian 34.000 kaki di atas Samudera Hindia, masalah mulai bermunculan. Pertama, indikator anti-ice system milik First Officer (FO) mendadak bermasalah. Lalu, muncul pesan ‘Pitot Standby'. Bagi yang belum tahu, pitot tube itu penting banget buat ngasih data kecepatan udara ke pilot. Kalau sampai membeku karena es, bisa kasih info yang salah dan bikin pesawat stall. Bayangin, lagi asik-asikan di atas awan, eh, tiba-tiba pesawat kayak mau berhenti di udara.

Menanggapi masalah ini, kru pesawat langsung menjalankan prosedur dan checklist yang relevan. Mereka juga menghubungi flight dispatch department untuk mencari solusi. Awalnya, mereka memutuskan untuk melanjutkan penerbangan, mengandalkan data kecepatan udara dari pitot tube milik kapten. Tapi, masalah belum selesai sampai di situ.

Setelah melewati titik ETOPS (Extended-range Twin-engine Operational Performance Standards), yaitu titik di mana pesawat masih bisa melakukan diversion dengan satu mesin jika mesin lainnya mati, situasinya makin pelik. Pesawat tiba-tiba masuk ke mode ‘Alternate Law’, di mana sistem fly-by-wire pesawat bereaksi terhadap masalah kecepatan. Akibatnya, autopilot dan auto thrust langsung disconnect. Bisa dibayangkan kan, pilot harus mengambil alih kendali penuh?

Parahnya lagi, sistem navigasi juga ikut-ikutan error karena nggak bisa menentukan kecepatan pesawat dengan akurat. Kru pesawat pun terpaksa bekerja keras menjalankan prosedur ECAM (Electronic Centralized Aircraft Monitoring system) dan SOP (Standard Operating Procedure) untuk kecepatan udara yang tidak dapat diandalkan.

“Pan Pan” dan “Mayday”: Kode Darurat di Ketinggian

Dalam situasi genting ini, kru pesawat menyatakan situasi “PAN PAN”, yang berarti ada masalah mendesak tapi belum mengancam nyawa. Mereka meminta izin untuk turun ke ketinggian antara 33.000 hingga 36.000 kaki. Permintaan ini dikabulkan, dan mereka mendapatkan izin untuk beroperasi di ketinggian antara 30.000 hingga 35.000 kaki.

Namun, nasib baik belum berpihak. Saat berada di ketinggian 33.000 kaki dengan kecepatan sekitar 320 mph, pesawat justru menerima peringatan overspeed (kecepatan terlalu tinggi), diikuti dengan peringatan stall (kehilangan daya angkat). Nah, ini dia momen yang paling menegangkan! Kru pesawat dengan sigap melakukan prosedur pemulihan stall dan langsung menyatakan “MAYDAY”, kode darurat yang menandakan situasi sangat berbahaya.

Setelah meminta izin untuk melakukan emergency landing di Bandara Internasional Kualanamu Medan, Indonesia, kru pesawat berhasil mengikuti arahan dari petugas ATC (Air Traffic Control) dan mendaratkan pesawat dengan selamat di runway 23. Mendarat sekitar pukul 23:35 waktu setempat, tiga jam sepuluh menit setelah lepas landas dari Colombo. Fiuh!

Investigasi dan Fakta di Balik Layar

Menurut Otoritas Penerbangan Sipil Sri Lanka (CAA), pesawat tersebut memang diterbangkan dengan persyaratan Minimum Equipment List (MEL), di mana pemanas pitot milik FO dinyatakan tidak berfungsi. Kejadian ini dikategorikan sebagai insiden serius dan sedang diselidiki oleh CAA Sri Lanka. Data dari Flightradar24 menunjukkan bahwa pesawat tersebut terparkir di Medan selama tiga hari sebelum akhirnya kembali ke Colombo pada 8 Juni 2025 dengan nomor penerbangan UL303.

Pesawat Airbus A320-200 ini sendiri sudah berusia 14,2 tahun, diserahkan ke SriLankan Airlines pada tahun 2011 melalui leasing dari Aircastle. Pesawat ini memiliki konfigurasi dua kelas, dengan 16 kursi kelas bisnis dan 120 kursi kelas ekonomi, total menampung 136 penumpang.

Jadi, Apa Pelajaran yang Bisa Dipetik?

Insiden ini jadi pengingat bahwa penerbangan, meski terlihat canggih dan otomatis, tetap membutuhkan keahlian dan ketenangan dari para pilot. Kemampuan kru pesawat SriLankan Airlines dalam menghadapi berbagai masalah teknis dan mengambil keputusan yang tepat patut diacungi jempol. Mereka berhasil mendaratkan pesawat dengan selamat dan menghindari potensi tragedi. Ini juga menyoroti pentingnya perawatan pesawat yang teratur dan kepatuhan terhadap prosedur keselamatan.

Kejadian ini juga menunjukkan betapa pentingnya peran ATC dalam memandu pesawat yang mengalami masalah darurat. Koordinasi yang baik antara pilot dan ATC menjadi kunci keberhasilan emergency landing. Semoga investigasi oleh CAA Sri Lanka dapat mengungkap penyebab pasti dari insiden ini dan memberikan rekomendasi untuk mencegah kejadian serupa di masa depan. Penerbangan aman adalah prioritas utama!

Add a comment Add a comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Previous Post

Stasiun Radio Mayo Tunjuk Manajer Baru: Era Baru Dimulai

Next Post

Implikasi Evaluasi Perusahaan: Pemerintah Daerah Dilibatkan