Siapa bilang main game cuma buat bocil? Generasi Z dan Millennials mungkin kaget, tapi kakek-nenek kita juga jago nge-game, lho! Bahkan, ada TacticalGramma yang livestream Call of Duty buat 110 ribu followers. Seru, kan? Tapi, beneran ada manfaatnya nggak sih, buat kesehatan otak? Yuk, kita bahas!
Jadi Lebih Tajam? Mengungkap Manfaat Gaming untuk Lansia
Dulu, mungkin kita mikir game cuma bikin mata minus. Tapi, sekarang, banyak riset yang menunjukkan bahwa bermain game bisa bermanfaat untuk lansia. Mulai dari meningkatkan daya ingat sampai melatih cognitive processing, ternyata game punya potensi yang oke banget buat menjaga kesehatan otak. Bahkan, beberapa game dirancang khusus untuk itu, seperti BrainHQ dengan game Double Decision, dan aplikasi Lumosity. Siapa tahu, main game bisa jadi solusi biar nggak pikun di masa depan!
Call of Duty atau Super Mario? Pilihan Game Mempengaruhi Otak
Nah, ini yang menarik. Ternyata, jenis game yang dimainkan juga berpengaruh. Seorang profesor psikologi dari Universitas Montreal, Dr. Gregory West, melakukan studi dan menemukan bahwa orang yang sering main first-person shooter seperti Call of Duty mengalami pengurangan grey matter di hippocampus, area otak yang penting untuk memori. Tapi, yang main game open world seperti Super Mario 64 justru mengalami peningkatan di area yang sama. Jadi, guys, jangan lupa diversify genre game kalian!
Penting untuk diingat, hippocampus yang sehat itu krusial. Volume yang berkurang di area ini terkait dengan risiko penyakit neuropsychiatric seperti Alzheimer. So, lain kali kalau mau nge-game, pertimbangkan juga main Super Mario Odyssey selain Valorant, ya. Biar otak tetap seimbang!
Jangan salah paham dulu! Dr. West juga bilang, bukan berarti lansia harus berhenti main first-person shooter. Yang penting, tetap aktif secara sosial dan kognitif. Banyak lansia yang jago main game kompetitif karena memang kemampuan kognitifnya sudah bagus dari awal. Jadi, intinya, jangan terlalu ekstrem.
Lebih dari Sekadar Hiburan: Manfaat Sosial Gaming
Selain manfaat untuk otak, main game juga bisa jadi sarana bersosialisasi. Bayangin, kakek-nenek kita bisa ngobrol dan ketawa bareng pemain lain dari seluruh dunia. Itu real social stimulation, bro! Apalagi kalau main game multiplayer, bisa dapat teman baru dan belajar bahasa gaul dari anak muda zaman sekarang. Lumayan, kan, biar nggak kudet?
Will, seorang veteran angkatan laut berusia 72 tahun yang dikenal dengan nama GrndpaGaming, bilang kalau dia sering dapat pesan manis dari pemain lain. “Orang-orang selalu bilang: ‘Aku sayang Kakek. Tetap lakukan apa yang Kakek lakukan’… hal-hal seperti itu, yang benar-benar menyentuh hati,” katanya. So sweet, kan?
Dr. Kris Alexander, ahli desain video game dari Toronto Metropolitan University, juga setuju kalau gaming bisa bantu mengatasi berbagai masalah kesehatan. Bahkan, ada studi yang menunjukkan bahwa main Tetris dalam 48 jam setelah kejadian traumatis bisa mengurangi PTSD. Mantap!
Controller Adaptif: Solusi untuk Gamer Senior
Sayangnya, kondisi fisik seperti nyeri sendi dan penurunan penglihatan bisa jadi hambatan buat gamer senior. Tapi, jangan khawatir! Sekarang sudah banyak accessibility tools yang bisa membantu. Contohnya, keypad khusus yang dirancang untuk orang dengan mobilitas tangan terbatas, controller yang bisa dikendalikan dengan suara, pedal untuk kontrol dengan kaki atau mulut, dan modifikasi controller 3D printable. Jadi, nggak ada alasan lagi buat nggak nge-game!
Will sendiri pakai keypad bernama Azeron Cyborg II karena dia punya masalah dengan saraf di tangannya. Dengan alat ini, dia bisa tetap nyaman main game tanpa merasa sakit. Keren, kan?
Semakin banyak tools adaptif yang tersedia, semakin banyak pula lansia yang bisa menikmati video game. Ini penting banget, karena pasar gamer senior juga terus berkembang. Siapa tahu, nanti ada turnamen esports khusus buat kakek-nenek!
Respawn di Usia Senja: Jangan Pernah Berhenti
Jadi, kesimpulannya, main game itu nggak cuma buat anak muda. Lansia juga bisa dapat banyak manfaat dari hobi ini. Mulai dari menjaga kesehatan otak, bersosialisasi, sampai mengatasi trauma. Yang penting, pilih game yang sesuai dengan kondisi fisik dan mental, dan jangan lupa untuk tetap aktif secara sosial.
Will berharap, dengan melihat dia streaming, lansia lain terinspirasi untuk mulai main game. “Kalau aku bisa melakukannya di usiaku dengan keterbatasan ini, kamu juga bisa,” katanya. Ingat, you’re never too old to respawn! Jadi, tunggu apa lagi? Ajak kakek-nenek kita nge-game bareng, yuk!