Pernah nggak sih, kamu merasa enek banget sama sesuatu yang justru disukai banyak orang? Bayangin deh, jadi Robert Plant, vokalis Led Zeppelin, yang justru benci banget sama lagu legendaris mereka, “Stairway to Heaven.” Ironis, kan? Ibaratnya, kamu jualan nasi goreng terenak sedunia, tapi kamu sendiri malah nggak suka makan nasi. Mari kita kulik lebih dalam kisah unik di balik lagu ikonik ini.
“Stairway to Heaven,” lagu yang seringkali dianggap sebagai salah satu masterpiece rock sepanjang masa, ternyata menyimpan cerita yang cukup menggelitik. Lagu ini, yang dirilis pada tahun 1971, memang meledak dan menjadi anthem bagi banyak generasi. Tapi, di balik gemerlap kesuksesan itu, tersimpan rasa sebal seorang Robert Plant.
Alasan Plant membenci “Stairway to Heaven” sebenarnya cukup personal. Lirik lagu tersebut, yang ditulis olehnya sendiri, terasa semakin lama semakin menjauh dari dirinya. Ia merasa ada jarak antara dirinya yang dulu, saat menulis lagu itu, dengan dirinya yang sekarang. Mungkin mirip kayak kamu ngeliat foto SMP dan mikir, “Ya ampun, ini gue banget?”
Mengapa Robert Plant Membenci Maha Karya “Stairway to Heaven”?
Robert Plant bukan sekali dua kali mengungkapkan ketidaksukaannya pada “Stairway to Heaven.” Dalam sebuah wawancara lawas tahun 1988 dengan The Los Angeles Times, ia mengaku bahwa ia bisa beruntusan kalau harus menyanyikan lagu itu setiap konser. “Dulu tahun 1971 sih penting ya, tapi sekarang? Udah nggak cocok buat gue,” ujarnya. Wah, pedas juga ya, kayak lagi makan seblak level maksimal!
Bahkan, saking bencinya, Plant sempat menghindari membawakan lagu ini selama bertahun-tahun. Bayangin, sebuah band rock legendaris menghindari lagu paling terkenalnya. Ini kayak kamu punya skill masak mie instan terenak, tapi ogah masakin buat orang lain. Tapi, jangan khawatir, cerita ini nggak berakhir menyedihkan kok.
Pada tahun 2023, saat mempromosikan tur bersama Alison Krauss, Plant akhirnya mencoba lagi menyanyikan “Stairway to Heaven.” Pengalaman itu, katanya, terasa katarsis. Ia merasa lebih baik setelahnya. Mungkin kayak abis nonton drakor sedih, abis nangis, terus lega.
“Gue nggak beneran nyanyiin sih! Gue cuma nyerocos aja,” kata Plant dalam wawancaranya dengan Rolling Stone pada tahun 2024. “Lagu ini penting banget buat gue, buat perjalanan gue sama Jimmy, John, dan Bonzo. Malam itu, ya udah, terjun aja. Rasanya lebih enak di akhir daripada di awal.” Jadi, ceritanya kayak move on dari mantan, ya?
Konflik Selera di Balik Lagu Ikonik: Sebuah Ironi dalam Musik Rock
Ironi dari kisah ini adalah, John Paul Jones, basis Led Zeppelin, justru suka banget sama “Stairway to Heaven.” Dalam sebuah wawancara, Jones mengatakan bahwa lagu ini merangkum semua elemen terbaik dari band mereka. Dari bagian akustik yang lembut, sampai bagian jazz yang unik, hingga bagian heavy yang menggelegar di akhir. Wah, kontras banget ya sama Plant!
Perbedaan pendapat ini justru menunjukkan betapa kompleksnya dinamika dalam sebuah band. Nggak semua orang harus suka sama hal yang sama, kan? Bayangin aja kalau semua member band suka makan pete, kan bisa chaos baunya!
“Stairway to Heaven” memang penuh dengan lapisan dan interpretasi. Liriknya yang puitis, musiknya yang progresif, dan performa band yang memukau, semuanya berkontribusi pada status legendaris lagu ini. Nggak heran kalau banyak orang menganggapnya sebagai salah satu lagu rock terbaik sepanjang masa.
Pelajaran Berharga dari Kisah “Stairway to Heaven”
Kisah Robert Plant dan “Stairway to Heaven” mengajarkan kita beberapa hal penting. Pertama, perbedaan pendapat itu wajar. Dalam tim, dalam keluarga, bahkan dalam diri sendiri, pasti ada perbedaan selera dan pandangan. Kedua, waktu bisa mengubah segalanya. Apa yang kita sukai atau benci hari ini, mungkin akan berbeda di masa depan. Ketiga, art itu subjektif. Apa yang dianggap masterpiece oleh satu orang, mungkin hanya lagu biasa bagi orang lain.
Dan yang terakhir, jangan terlalu serius. Hidup ini terlalu singkat untuk dihabiskan dengan membenci sesuatu yang justru dicintai banyak orang. Kecuali kalau itu adalah nasihat yang nggak berguna. Nah, kalau itu sih, boleh-boleh aja dibenci!
Akhirnya, Apa yang Bisa Kita Pelajari dari Kisah Ini?
Intinya, kisah Robert Plant dan “Stairway to Heaven” ini adalah pengingat bahwa di balik setiap karya seni yang besar, selalu ada cerita yang kompleks dan personal. Bahkan, kadang-kadang, cerita itu melibatkan rasa benci yang mendalam. Jadi, lain kali kamu dengerin “Stairway to Heaven,” ingatlah bahwa lagu ini bukan hanya sekadar musik, tapi juga refleksi dari perjalanan seorang musisi yang sedang berdamai dengan karyanya sendiri. Siapa tahu, lagu yang kamu benci hari ini, justru bisa jadi lagu favoritmu di masa depan.