Jika mencari definisi ketegangan yang bikin rambut rontok saking pusingnya, final FIBA Asia Cup 2025 mungkin bisa jadi kandidat kuatnya. Bagaimana tidak, Australia berhasil mencetak “three-peat” alias juara tiga kali berturut-turut setelah melewati drama 90-89 yang super tipis melawan China pada Minggu malam di King Abdullah Sports City, Jeddah. Rasanya seperti sedang menonton _live stream_ pertandingan e-sports yang diwarnai _comeback_ dramatis, tapi ini di lapangan basket sungguhan, dengan keringat dan teriakan penonton yang bergemuruh.
Pertandingan final yang sangat ditunggu ini mempertemukan dua raksasa basket Asia: Australia, sang juara bertahan yang haus gelar, dan China, yang kembali ke panggung final setelah absen sejak 2015. Sejak awal, atmosfer di King Abdullah Sports City sudah terasa panas, seolah AC gedung tidak mampu menandingi _hype_ para penggemar. Australia datang dengan reputasi tak terkalahkan di ajang ini, sementara China membawa misi untuk mengembalikan kejayaan masa lalu.
Awalnya, China seperti punya _cheat code_ sendiri. Mereka tampil _on fire_ di kuarter pembuka, membangun keunggulan 25-17. Hu Jinqiu, sang veteran _big man_, mendominasi di area _paint_ dengan skor-skor presisi, sementara Hu Mingxuan melesakkan tembakan-tembakan krusial dari luar busur. Keunggulan China bahkan sempat melebar hingga 36-21 di kuarter kedua, membuat pendukung Australia mungkin sudah _auto-scroll_ mencari _highlight_ pertandingan lain.
Namun, Boomers tidak datang jauh-jauh hanya untuk jadi penonton. Xavier Cooks, yang malam itu tampil seperti pahlawan komik, memimpin kebangkitan sengit. Didukung oleh aksi Jaylin Galloway dan McVeigh, Australia perlahan tapi pasti mulai mengejar, memangkas defisit menjadi hanya empat poin saat jeda. Pelatih Australia, Adam Caporn, bahkan tidak bisa berhenti memuji Cooks, menyebutnya sebagai pemain yang serbaguna dan mampu tampil gemilang di kedua sisi lapangan.
Kuarter ketiga menjadi panggung utama bagi ayunan momentum yang liar. _Dunk_ Galloway dari _fastbreak_ sempat membawa Australia unggul singkat lewat rentetan 9-0. Namun, China tidak mau menyerah begitu saja, membalas dengan _triple_ besar dari Cheng Shuaipeng dan Lei Meng yang sukses meredakan euforia Australia. Tembakan _buzzer-beater_ Galloway dari pojok lapangan hanya menyisakan defisit tiga poin untuk Australia menuju kuarter terakhir, menyiapkan panggung untuk _thriller_ yang tak terlupakan.
## Chef Cooks dan Sang Koki Jenius: Resep Kemenangan Australia yang Bikin Lawan Pusing
Xavier Cooks memang layak diberi gelar “MVP Final” atau mungkin “Pahlawan Tanpa Tanda Jasa (tapi sebenarnya ada medali emasnya)”. Ia tampil _unbeatable_ sepanjang pertandingan, mencetak 30 poin dengan efisiensi _shooting_ 13 dari 17 percobaan, ditambah 9 _rebound_. Cooks terus-menerus merusak pertahanan China dengan _drive_-nya yang agresif, seolah ia punya GPS khusus untuk menemukan celah di _defense_ lawan.
Selain Cooks, Jaylin Galloway juga menunjukkan mengapa ia bukan sekadar pemain pendukung. Dalam final FIBA Asia Cup pertamanya, Galloway melepaskan 6 tembakan tiga angka yang _on-point_, mengumpulkan 23 poin dan 5 _rebound_. Penampilannya seolah menegaskan bahwa ia bukan hanya _rising star_, tapi juga _shooting star_ yang siap bersinar di panggung besar.
Tidak ketinggalan, William Hickey juga tampil sebagai _clutch player_ yang sesungguhnya. Dengan 15 poin, 7 _rebound_, 4 _assist_, dan 2 _block_, Hickey membuat beberapa _play_ krusial di menit-menit akhir. Termasuk _putback_ tak terjaga yang memberikan keunggulan bagi Boomers untuk selamanya, seolah ia punya _sixth sense_ untuk berada di tempat yang tepat pada waktu yang tepat. Ditambah lagi, blok raksasa dari Will Magnay turut memastikan keunggulan Australia tetap tipis.
## Drama Lapangan yang Bikin Jantung Copot: Ketika China Hampir Mengubah Sejarah
Dari kubu China, Hu Mingxuan memanggul beban serangan tim dengan 26 poin dan 5 tembakan tiga angka yang mematikan. Sementara itu, _veteran_ Hu Jinqiu mencetak _double-double_ 20 poin dan 10 _rebound_, memastikan timnya tetap dalam _contention_ hingga detik-detik terakhir. Keduanya menunjukkan semangat juang yang luar biasa, seolah-olah tidak ada kata menyerah dalam kamus mereka.
Pelatih Australia, Adam Caporn, memuji karakter tangguh para pemainnya. Ia menyebutkan bagaimana mereka bisa bangkit dari ketertinggalan 15 poin, menunjukkan mental “pemecah masalah” yang luar biasa. Baginya, kemenangan ini adalah bukti bahwa program basket Australia memiliki _people_ yang hebat, bukan hanya pemain hebat, yang menjadikan mereka juara.
## Lebih dari Sekadar Medali: Kisah Dominasi dan Asa Baru di Kancah Basket Asia
Bagi Australia, kemenangan ini lebih dari sekadar trofi baru di lemari. Sejak debutnya pada 2017, Boomers seolah tak tersentuh di ajang FIBA Asia Cup, kini membukukan rekor tak terkalahkan 18-0. Rekor ini mengukuhkan mereka sebagai _powerhouse_ modern basket Asia, membuktikan kedalaman skuat dan resiliensi mereka dengan meraih emas ketiga berturut-turut dalam pertandingan terberat mereka sejauh ini.
Sementara itu, bagi China, kekalahan ini memang menyakitkan, tapi juga menjadi pernyataan kebangkitan. Kembali ke final FIBA Asia Cup untuk pertama kalinya sejak 2015, tim asuhan pelatih Guo Shiqiang membuktikan bahwa mereka mampu bersaing _head-to-head_ dengan sang juara bertahan. Dengan perpaduan seimbang antara veteran dan bintang-bintang baru, kampanye 5-1 mereka mengembalikan keyakinan bahwa basket China telah kembali ke jajaran elit, meski gelar juara belum berhasil diraih kali ini.
Kapten tim China, Zhao Rui, mengungkapkan perasaannya yang “sangat disayangkan kami tidak menang malam ini,” namun ia melihat kekalahan ini sebagai motivasi untuk terus belajar dan meningkatkan diri. Ia bangga karena timnya telah menyajikan pertandingan yang “luar biasa” bagi para penggemar. Kekalahan tipis ini, menurutnya, akan menjadi pengingat untuk bekerja lebih keras dan menjadi lebih baik, karena “hari ini hanyalah permulaan, bukan akhir.” Di Jeddah, saat _confetti_ berjatuhan, Australia sekali lagi berdiri paling tinggi, menegaskan dominasi mereka. Namun, bagi China, penantian untuk gelar ke-17 masih berlanjut, tetapi performa yang menjanjikan dalam kampanye ini menunjukkan bahwa persaingan yang potensial baru saja dimulai.