Siapa bilang rock and roll sudah mati? Bruce Springsteen baru saja membuktikan sebaliknya. Dengan EP live terbarunya, "Land of Hope and Dreams," Boss menunjukkan bahwa musik masih bisa jadi senjata ampuh melawan… yah, Anda tahu siapa.
Dari Born in the U.S.A. hingga Bentrokan Politik: Kilas Balik Perseteruan Springsteen-Trump
Perseteruan antara Bruce Springsteen dan Donald Trump bukanlah fenomena baru. Akar permasalahannya cukup dalam dan melibatkan berbagai momen penting dalam sejarah politik Amerika. Mari kita telusuri linimasa epic ini, mulai dari kesalahpahaman hingga lemparan sindiran.
1984: Reagan dan Kesalahpahaman ‘Born in the U.S.A.'
Mungkin banyak yang lupa, Born in the U.S.A. sebenarnya lagu protes tentang nasib veteran perang Vietnam yang terlupakan. Tapi, Presiden Ronald Reagan malah menafsirkannya sebagai lagu patriotik yang membangkitkan semangat. Kesalahpahaman ini, menurut biografer Marc Dolan, justru mendorong Springsteen untuk lebih vokal soal isu-isu pro-buruh dan mendukung organisasi-organisasi sayap kiri. Bayangkan, lagu yang awalnya kritik sosial malah jadi "lagu kampanye" tak resmi. Ironi, bukan?
2008: Springsteen Mendukung Obama
Springsteen tanpa ragu mendukung Barack Obama dalam kampanye presiden 2008. Dia tampil di berbagai konser di seluruh Rust Belt, menyatakan bahwa Amerika membutuhkan pemimpin yang bisa membangkitkan kembali negara setelah "bencana" delapan tahun terakhir. Dukungan ini jelas menunjukkan keberpihakan politiknya dan menjadi sinyal bahwa Springsteen bukan hanya musisi, tapi juga aktivis.
2021: Podcast Bareng Obama
Springsteen dan Obama bekerja sama dalam podcast berjudul "Renegades: Born in the USA". Acara ini, yang membahas berbagai isu sosial dan politik, tentu saja membuat arwah Reagan rolling in his grave. Podcast ini menegaskan bahwa perpaduan antara seni dan politik masih relevan, bahkan di era digital.
Ketika Sang Boss Mencibir Sang Mantan Presiden: Eskalasi Konflik
Setelah fondasi permusuhan ditancapkan, konflik antara Springsteen dan Trump mulai memanas. Ucapan-ucapan pedas dan sindiran halus mulai beterbangan di media, membuat perseteruan ini semakin menarik untuk diikuti.
September 2016: Menyebut Trump ‘Moron'
Dalam wawancara dengan Rolling Stone, Springsteen menyebut Trump sebagai "moron" yang mengancam republik. Dia mengecam ide-ide Trump yang dianggap berbahaya, seperti nasionalisme kulit putih dan gerakan alt-right. Springsteen juga menyoroti kegagalan Trump untuk segera mengecam David Duke, mantan pemimpin Ku Klux Klan. Baginya, ini adalah tragedi bagi demokrasi Amerika.
2020: ‘Farewell to the Thief'
Menjelang pemilihan presiden 2020, Springsteen menggunakan acara SiriusXM-nya untuk mendukung Joe Biden. Dia membuat episode khusus berjudul "Farewell to the Thief," mengecam pemerintahan Trump sebagai "ancaman terbesar bagi demokrasi dalam hidup saya." Nada bicaranya semakin keras, menunjukkan betapa seriusnya dia memandang situasi politik saat itu.
Oktober 2024: Endorse Kamala Harris
Springsteen secara resmi mendukung Kamala Harris dalam video Instagram, dengan alasan bahwa "penghinaan Trump terhadap kesucian konstitusi, kesucian demokrasi, kesucian supremasi hukum, dan kesucian transfer kekuasaan secara damai seharusnya mendiskualifikasinya dari jabatan presiden selamanya." Dukungan ini, serta kehadirannya di kampanye Harris, membuktikan bahwa Springsteen tidak main-main dengan prinsip-prinsip politiknya.
EP ‘Land of Hope and Dreams': Amunisi Terakhir?
Puncak perseteruan ini terjadi baru-baru ini, dengan rilisnya EP live "Land of Hope and Dreams." Album ini berisi lagu-lagu dan pidato-pidato anti-Trump dari konser pembukaan tur Eropa Springsteen di Manchester.
Mei 14, 2025: Menyerang Trump di Konser
Di konser perdananya, Springsteen menyerang Trump 2.0 dengan kata-kata pedas. Dia menyebut pemerintahan Trump "korup, tidak kompeten, dan berkhianat." Dia juga menyerukan kekuatan seni, musik, dan rock and roll untuk melawan kejahatan di masa-masa sulit ini. Rock and roll sebagai senjata? Why not?
Respon Trump: ‘Prune' yang Mengering
Trump membalas serangan Springsteen dengan menyebutnya sebagai "prune rocker yang mengering" dan mengatakan kulitnya telah "atrofi". Di Truth Social, dia menulis, "Tidak pernah menyukainya, tidak pernah menyukai musiknya, atau Politik Kiri Radikalnya dan, yang penting, dia bukan orang berbakat — Hanya seorang brengsek yang sombong dan menjijikkan, yang dengan sungguh-sungguh mendukung Joe Biden yang Bengkok, seorang BODOH yang tidak kompeten secara mental, dan Presiden TERBURUK kita, yang hampir menghancurkan Negara kita." Klasik Trump, always classy.
Mei 21, 2025: EP Dirilis, Trump Membalas dengan Meme
Setelah pengumuman EP "Land of Hope and Dreams", Trump membagikan editan penggemar yang menunjukkan dirinya memukul bola golf, yang tampaknya membuat Springsteen tersandung di atas panggung. Talk about petty! Tapi, begitulah politik, selalu ada drama dan meme.
Perseteruan antara Bruce Springsteen dan Donald Trump adalah bukti bahwa musik dan politik seringkali berjalan beriringan. Lebih dari sekadar hiburan, musik dapat menjadi sarana untuk menyampaikan pesan-pesan politik yang kuat. Springsteen, dengan keberaniannya untuk bersuara, menunjukkan bahwa seorang musisi pun bisa menjadi kekuatan perubahan. Jadi, lain kali Anda mendengar lagu Springsteen, ingatlah bahwa ada lebih dari sekadar melodi dan lirik; ada perjuangan untuk keadilan dan demokrasi. Dan, tentu saja, ada sedikit drama ala Trump.