Popular Now

Pandemi Agreement WHO: Apa Artinya Bagi Generasi Muda Indonesia?

Hidden Cameras: Dari Indie Boy Jadi Bad Boy Lewat Musik Elektro Berlin yang Meditatif

CIFTIS: Siswa Indonesia Promosikan Budaya, Banggakan Negeri

Budaya Satwa Pudar: Kunci Kelangsungan Spesies di Ujung Tanduk

Pernahkah merasa kalau urusan “budaya” itu cuma milik manusia saja? Seolah-olah hanya spesies kita yang punya ritual aneh, bahasa rumit, atau kebiasaan turun-temurun yang bikin geleng-geleng kepala. Ternyata, pandangan ini mungkin terlalu sempit, bahkan bisa dibilang agak-agak narsis. Di luar sana, di belantara samudra dan hutan belantara, ada makhluk-makhluk lain yang juga punya “tradisi” unik, seolah mereka juga sibuk membangun peradaban mini versi mereka.

Bagi paus, terutama paus yang digambarkan Noad sebagai “sulit dipelajari”, bukti budaya memang bisa sangat samar. Namun, kadang-kadang, mereka memberikan petunjuk berharga kepada para ilmuwan. Salah satu contoh yang cukup mencengangkan adalah teknik berburu yang disebut _wave-washing_, yang digunakan oleh paus pembunuh di perairan Antartika untuk menjatuhkan anjing laut dari _ice floe_. Perilaku ini, yang diperkirakan hanya dipraktikkan oleh sekitar seratus individu saja, melibatkan sekelompok paus yang bergerak serempak, sengaja menciptakan gelombang besar, dan mengubah air menjadi alat berburu yang efektif.

Dalam pengamatan pertama yang unik di perairan pedalaman Washington, paus pembunuh terlihat membentuk sepotong rumput laut. Mereka kemudian menempatkannya di antara diri mereka dan paus lain, lalu menggosokkannya ke kulit satu sama lain. Para peneliti menduga bahwa jenis pijatan ini mungkin membantu menjaga kesehatan kulit dan memperkuat ikatan sosial di antara mereka. Meski contoh budaya _cetacean_ terus bertambah, Noad mengakui rasa iri terhadap ilmuwan yang bisa mengamati subjek mereka secara lebih langsung, yaitu “para penggemar burung”, seperti yang ia sebut.

Sekitar satu dekade lalu, di hutan Oxfordshire, Inggris, seorang ekolog perilaku dan kognitif, Dr. Lucy Aplin, memulai penelitian untuk memahami bagaimana perilaku inovatif hewan menyebar. Ia melatih beberapa burung _great tits_ berbulu kuning, yang beratnya sedikit lebih dari kenari utuh, untuk membuka kotak teka-teki. Caranya adalah dengan menggeser pintu kecil ke kiri atau ke kanan untuk mencapai ulat yang tersembunyi.

## Kode Etik Burung: Dari Puzzle Box Sampai Goyang Inul

Ketika burung-burung terlatih ini, yang berasal dari populasi berbeda, dilepaskan kembali ke alam liar, teknik yang mereka pelajari menyebar luas ke seluruh kelompok sosial mereka. Ratusan burung yang tidak terlatih meniru mereka, beberapa mendorong ke kanan, yang lain ke kiri, menghasilkan “budaya yang sangat mapan dan bertahan lama”, kata Aplin. Ini membuktikan bahwa inovasi tidak hanya eksis di _startup_ Silicon Valley, tapi juga di antara kawanan burung.

Lagu burung adalah contoh klasik lain dari budaya hewan, ungkap Aplin, yang kini berada di University of Zurich, Swiss. Budaya juga membentuk cara burung mencari makan dan bermigrasi, yang terakhir menunjukkan betapa pentingnya budaya dalam upaya konservasi. Jadi, tidak hanya _playlist_ Spotify yang membentuk budaya manusia, kicauan burung pun punya _signature move_ tersendiri.

Ambil contoh bangau _whooping_, seekor burung tinggi dengan bulu putih, ujung sayap hitam, dan paruh seperti stiletto. Pada tahun 1941, hanya tersisa 21 individu liar. Program penangkaran terpaksa berinovasi secara kreatif untuk menyelamatkan mereka. Burung-burung ini awalnya harus dibesarkan oleh sesuatu yang menyerupai bangau dewasa: manusia pendiam yang mengenakan jubah putih, dengan boneka kepala bangau terselip di salah satu tangan.

## Bangau _Whooping_ dan Kursus Migrasi ala _Flight Attendant_

Namun, melepaskan burung-burung ini ke alam liar menimbulkan tantangan lain. Para konservasionis harus mengajarkan mereka bagian penting dari budaya mereka: cara bermigrasi. Tentu saja, ini bukan sekadar mengikuti Google Maps.

Secara tradisional, bangau muda mempelajari rute migrasi mereka dengan mengikuti burung-burung yang lebih tua dan berpengalaman. Jadi, manusia melakukan hal terbaik berikutnya: pilot berkostum menerbangkan pesawat _ultralight_, membimbing bangau remaja di sepanjang jalur leluhur. Mungkin ini adalah salah satu program “tour guide” paling unik di dunia.

Seiring waktu, burung-burung itu belajar dan mulai mewariskan pengetahuan tersebut. Spesies ini kini telah pulih hingga sekitar 600 individu. “Ini adalah contoh fantastis dari budaya hewan dan konservasi dalam aksi,” kata Aplin. Kisah ini bukan hanya tentang penyelamatan spesies, tetapi juga tentang pengakuan bahwa budaya bukan cuma kumpulan _meme_ atau tren _fashion_, melainkan fondasi penting bagi kehidupan banyak makhluk.

Dari paus pemburu yang punya strategi berburu canggih hingga burung _great tits_ yang mahir membuka kotak teka-teki, dan bangau yang memerlukan _private jet_ untuk kursus migrasi, jelas sekali bahwa budaya tak hanya milik manusia. Makhluk lain di Bumi ini juga punya cara unik untuk mewariskan pengetahuan, kebiasaan, dan bahkan teknik bertahan hidup antar generasi. Mengamati fenomena ini membuka mata kita bahwa “budaya” adalah konsep yang jauh lebih luas dan mengakar dalam kehidupan di planet ini, melampaui batas spesies.

Previous Post

Steam Atur Ulang Review: Masuk Era Relevansi Baru

Next Post

Sampah Buka Pintu: Kafe India Bayar dengan Limbah

Add a comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *