Dark Mode Light Mode

Budi Arie Diduga Terima 50% Suap Judi Online, Indikasi Keterlibatan Tinggi

Jadi, begini ceritanya… Kita semua tahu, kan, kalau internet itu kayak hutan belantara. Ada tanaman indah, ada juga ular berbisa. Nah, yang lagi rame dibicarakan sekarang ini soal ular berbisa online gambling, dan bagaimana beberapa orang berusaha menjinakkannya (atau malah memeliharanya?) demi keuntungan pribadi. Ini bukan sinetron, ini realita hukum di Indonesia.

Dunia digital kita ini memang penuh warna. Di satu sisi, kita bisa belajar masak rendang dari YouTube, di sisi lain, ada juga tawaran slot online yang menggiurkan. Pemerintah, lewat Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), punya tugas berat untuk menjaga agar hutan digital ini tetap aman. Tapi, apa jadinya kalau justru ada oknum yang bermain api?

Kasus Suap Buka Blokir Judi Online: Kominfo Jadi Sorotan

Bayangkan saja, tugasnya itu kayak jadi penjaga gawang, tapi malah sengaja ngegolin sendiri. Itulah kira-kira gambaran kasus yang sedang hangat diperbincangkan. Beberapa nama, seperti Zulkarnaen Apriliantony, Adhi Kismanto, Alwin Jabarti Kiemas, dan Muhrijan alias Agus, didakwa terkait kasus suap pembukaan blokir situs judi online di Kominfo. Sidang perdana mereka sudah digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Bagaimana Modus Operandi Mereka?

Menurut dakwaan jaksa, para terdakwa ini diduga menerima suap sebesar Rp15,3 miliar. Uang itu sebagai imbalan karena telah sengaja memfasilitasi akses ke informasi elektronik yang mengandung konten perjudian. Padahal, seharusnya situs-situs tersebut diblokir oleh Kominfo. Modusnya cukup textbook, yaitu dengan memanfaatkan celah dalam sistem dan mencari keuntungan pribadi. Bisa dibilang, ini adalah potret buram tata kelola internet kita.

Kisah ini bermula dari permintaan Budi Arie Setiadi (yang saat itu menjabat sebagai Menteri Kominfo) kepada Zulkarnaen Apriliantony untuk mencari orang yang bisa nge-crawl data situs judi online. Kemudian, Zulkarnaen mengenalkan Budi Arie kepada Adhi Kismanto. Adhi, dengan tool yang dimilikinya, kemudian diberi kesempatan untuk menjadi tenaga ahli di Kominfo.

Padahal, awalnya Adhi sempat dinyatakan tidak lolos seleksi karena tidak memiliki gelar sarjana. Tapi, karena "perhatian" dari Budi Arie, ia akhirnya diterima dan bertugas mengidentifikasi link situs judi online untuk kemudian dilaporkan ke tim take down. Ironis, kan? Orang yang seharusnya memberantas, malah menjadi bagian dari masalah.

Keterlibatan "Orang Dalam" dan Pembagian Komisi

Kasus ini semakin menarik (dan miris) ketika terungkap dugaan pembagian komisi. Muhrijan alias Agus, yang mengaku sebagai perwakilan seorang direktur di Kominfo, menawarkan "uang koordinasi" kepada Denden, koordinator situs judi online, agar situs-situs tersebut tidak diblokir. Bahkan, Muhrijan disebut-sebut meminta jatah 20% kepada Adhi Kismanto.

Yang lebih mengejutkan lagi, terungkap dugaan skema pembagian komisi untuk semua situs judi online yang tidak diblokir: 20% untuk Adhi Kismanto, 30% untuk Apriliantony, dan drum roll please… 50% untuk Budi Arie Setiadi. Tempo sudah mencoba mengonfirmasi hal ini kepada Budi Arie, namun yang bersangkutan hanya mengirimkan emoticon senyum dan video gestur cinta. Sungguh jawaban yang informative.

Reaksi Budi Arie: Bantahan dan Tudingan Balik

Dalam video berdurasi 46 detik, Budi Arie membantah keras tudingan tersebut. Ia menyatakan tidak pernah meminta uang dari bisnis judi online dan tidak pernah memerintahkan siapa pun untuk melindungi operasi perjudian. Ia juga mengklaim bahwa stafnya dan anggota Projo (organisasi yang didirikannya) tidak terlibat dalam kasus ini.

Bahkan, Budi Arie menuding adanya "framing jahat" oleh "mitra judi." Ia juga mengklaim bahwa setiap kali kasus judi online ditindak, selalu ada "mitra kader partai dari judi online" yang terlibat. Tudingan ini tentu saja menimbulkan pertanyaan baru dan membuka babak baru dalam kasus ini. Siapakah "mitra kader partai" yang dimaksud?

Konfirmasi dari Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan

Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, Reza Prasetyo Handono, membenarkan bahwa jaksa telah membacakan dakwaan terhadap Zulkarnaen Apriliantony di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. "Iya, sidang pembacaan dakwaan sudah dilaksanakan pada tanggal 14 Mei," kata Reza melalui telepon. Dengan demikian, proses hukum kasus ini terus berjalan.

Masa Depan Pemberantasan Judi Online

Lalu, apa yang bisa kita pelajari dari kasus ini? Pertama, pemberantasan judi online bukan hanya soal teknologi, tapi juga soal integritas. Percuma punya sistem canggih kalau masih ada oknum yang bisa dibeli. Kedua, transparansi dan akuntabilitas adalah kunci. Semua pihak yang terlibat dalam tata kelola internet harus bisa mempertanggungjawabkan tindakannya.

Ketiga, peran serta masyarakat sangat penting. Kita tidak bisa hanya mengandalkan pemerintah untuk memberantas judi online. Kita juga harus aktif melaporkan situs-situs yang mencurigakan dan mengedukasi orang-orang terdekat tentang bahaya judi online.

Keempat, regulasi yang jelas dan tegas diperlukan. Jangan sampai ada celah yang bisa dimanfaatkan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Ini bukan hanya soal uang, tapi juga soal moral dan masa depan generasi muda. Jangan sampai anak cucu kita nanti lebih jago main slot online daripada main catur.

Pesan Terakhir: Jangan Sampai Kita Dijudikan!

Kasus ini adalah wake-up call bagi kita semua. Jangan sampai kita dijebak oleh iming-iming keuntungan sesaat dan mengorbankan nilai-nilai moral. Internet seharusnya menjadi sarana untuk belajar, berkarya, dan bersosialisasi, bukan untuk berjudi dan merugikan diri sendiri serta orang lain. Ingat, judi itu haram, baik di dunia nyata maupun di dunia maya. Mari kita jaga hutan digital kita agar tetap aman dan sehat.

Add a comment Add a comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Previous Post

Saksikan Pavement Membawakan "Harness Your Hopes" di Colbert: Sebuah Pertunjukan Ikonik

Next Post

Steam Bagi-Bagi 4 Game Gratis Lagi, Sikat Sekarang!