Dark Mode Light Mode

Charli XCX: Kritik Autotune-ku Itu Pendapat Paling Garing Sedunia, Sudah Kuduga

Musik itu seperti relationship, kadang bikin bahagia, kadang bikin debat kusir. Dan baru-baru ini, penyanyi pop kesayangan kita, Charli XCX, jadi pusat perhatian di Festival Glastonbury, bukan cuma karena penampilannya yang slay, tapi juga karena… kontroversi kecil.

Charli XCX vs. Generasi Boomer: Sebuah Perdebatan Autotune

Setiap generasi punya pandangan sendiri tentang musik, right? Nah, sepertinya ada perbedaan pendapat yang cukup signifikan antara penggemar setia Charli XCX dan beberapa penonton Glastonbury yang, bisa dibilang, lebih seasoned. Isunya? Penggunaan Autotune yang deliberate dan ketiadaan backing band. Beberapa kritikus (yang mungkin merasa era Walkman lebih superior) menganggap ini sebagai bentuk ketidakaslian.

Tapi, mari kita telaah lebih dalam. Charli XCX, yang dikenal dengan musik hyperpop-nya yang avant-garde dan eksperimental, memang sengaja menggunakan Autotune sebagai bagian integral dari sound-nya. Ini bukan sekadar alat untuk memperbaiki nada, tapi lebih sebagai artistic choice. Bayangkan seperti pelukis yang memilih kuas tertentu untuk menciptakan efek visual yang unik.

Lalu, soal backing band, banyak musisi modern yang memilih untuk tampil dengan backing track atau DJ. Ini bukan berarti mereka bukan "artis sejati", tapi lebih mencerminkan evolusi teknologi dan preferensi estetika. Mungkin sama halnya dengan mengganti kuda dengan mobil, sama-sama transportasi, tapi dengan cara yang berbeda.

Seni yang Memprovokasi: Kunci Inovasi Musik?

Charli sendiri menanggapi kritik ini dengan santai, bahkan bisa dibilang menikmati "diskusi" yang muncul. Menurutnya, seni yang baik adalah seni yang memecah belah dan memprovokasi. Seni yang terlalu aman dan mudah dipahami cenderung membosankan dan mudah dilupakan. Apakah ada benarnya? Coba pikirkan karya seni atau lagu yang benar-benar membekas di ingatanmu. Apakah itu sesuatu yang mainstream atau yang sedikit out of the box?

Dia menambahkan bahwa gagasan menyanyi dengan Autotune yang disengaja membuat seseorang menjadi penipu atau tidak memiliki band tradisional berarti seseorang bukan "artis sejati" adalah pendapat yang membosankan.

Penampilan Charli di Glastonbury sendiri tampak spektakuler. Selain itu, sesama penampil festival Gracie Abrams adalah "Apple Girl" malam itu, dan set Charli diakhiri dengan tirai Brat di belakangnya yang secara artistik terbakar.

Dari Brat Sampai… Apa Selanjutnya?

Setelah Glastonbury, Charli masih memiliki beberapa pertunjukan di Eropa. Tapi, belum jelas apakah siklus album Brat akan segera berakhir. Yang pasti, Charli XCX selalu punya kejutan. Setelah penampilannya, ia juga terlihat nge-DJ bersama tunangannya, George Daniel dari band The 1975, yang juga tampil di Glastonbury.

Evolusi Musik: Dulu, Sekarang, dan Nanti

Musik terus berubah, mengikuti perkembangan teknologi dan selera pendengar. Dulu, musik akustik dengan instrumen tradisional mungkin dianggap sebagai puncak keaslian. Sekarang, electronic music, sampling, dan digital effects semakin lazim. Lalu, bagaimana dengan masa depan? Mungkin kita akan melihat AI menciptakan lagu, atau konser virtual di metaverse.

Intinya, jangan terpaku pada satu definisi tentang "musik yang bagus". Terbuka pada berbagai genre dan gaya, serta menghargai eksperimen dan inovasi. Siapa tahu, musik yang awalnya terdengar aneh dan disturbing justru akan menjadi tren di masa depan.

Antara Nostalgia dan Inovasi: Mencari Titik Temu

Bukan berarti kita harus melupakan musik klasik atau meremehkan musisi old school. Justru sebaliknya, belajar dari sejarah musik dapat memperkaya apresiasi kita terhadap musik modern. Yang penting adalah menemukan titik temu antara nostalgia dan inovasi, menghargai masa lalu sambil tetap terbuka pada masa depan.

Jadi, lain kali kamu mendengar lagu dengan Autotune atau tanpa backing band, jangan langsung menghakimi. Coba dengarkan baik-baik, pahami konteksnya, dan berikan kesempatan pada musik tersebut untuk berbicara. Siapa tahu, kamu justru menemukan genre baru yang kamu suka.

Menikmati Musik Tanpa Batas: Kunci Kebahagiaan

Pada akhirnya, musik adalah tentang personal preference. Apa yang cocok untuk satu orang, belum tentu cocok untuk orang lain. Jadi, jangan biarkan selera orang lain membatasi kebebasanmu dalam menikmati musik. Dengarkan apa yang membuatmu bahagia, tanpa peduli apa kata orang.

Kalau ada yang bilang musikmu "alay" atau "jadul", biarkan saja. Yang penting kamu enjoy! Ingat, hidup terlalu singkat untuk mendengarkan musik yang membosankan.

Mari kita terus merayakan keberagaman musik dan mendukung para musisi yang berani bereksperimen. Karena tanpa inovasi, musik akan stagnan dan membosankan. Dan siapa yang mau hidup di dunia yang membosankan?

Add a comment Add a comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Previous Post

Apakah soundbar Dolby Atmos mematikan paket speaker home cinema terjangkau

Next Post

Indonesia dan Malaysia Sepakati Pengembangan Bersama Blok Ambalat yang Disengketakan