Dark Mode Light Mode

Cordyceps: Neraka di Dalam Tubuh

Bayangkan, kamu lagi chill dengerin musik, tiba-tiba disuguhi suara-suara mengerikan dari kedalaman neraka. Itulah kurang lebih yang ditawarkan Cordyceps dengan album terbarunya, Hell Inside. Jangan kaget kalau tiba-tiba merasa seperti lagi ada di film horor survival.

Musik metal, khususnya death metal, seringkali dianggap cuma berisik dan nggak jelas. Tapi, sebenarnya ada pesan yang ingin disampaikan, lho. Kadang tentang kegelapan jiwa manusia, kadang tentang isu sosial, dan kadang ya… tentang zombie. Hell Inside ini, bisa dibilang, paket komplit kegelapan jiwa.

Cordyceps: Antara Trauma dan Transformasi

Band asal Denver, Colorado ini, nggak main-main dalam menggarap album ini. Hell Inside adalah hasil perenungan mendalam tentang perjuangan, rasa sakit, dan bahkan pengalaman traumatis vokalis Rafael Gonzalez yang pernah ditikam mantan temannya. Album ini mencoba menggambarkan kondisi psikis yang tersiksa, diibaratkan seperti jamur cordyceps yang menginfeksi dan menghancurkan pikiran. Agak dark, ya? Tapi, itulah yang membuat musik mereka terasa jujur dan kuat.

Secara musikalitas, Hell Inside menawarkan kombinasi yang cukup unik. Unsur death metal yang kental dipadukan dengan sedikit sentuhan thrash, doom, bahkan groove metal ala Pantera. Jadi, nggak cuma gebukan drum dan riff gitar yang bikin kepala manggut-manggut, tapi juga ada variasi yang bikin nggak bosen. Apalagi solo gitar ala Slayer dari DeLorean Nero.

Riff Gitar Brutal dan Vokal dari Neraka

Album ini juga nggak lepas dari pengaruh deathcore, dengan riff yang down-tuned, ritme yang patah-patah, dan vokal yang… brown-note vocals. Mungkin kamu bertanya-tanya, apa itu brown-note vocals? Bayangkan suara yang begitu rendah dan berat hingga bisa membuatmu merasa… nggak nyaman. Tapi, justru di situlah letak daya tariknya. Bayangkan suara yang keluar dari toilet truk berhenti di neraka!

Vokal Rafael Gonzalez adalah daya tarik utama album ini. Suaranya terdengar seperti bukan manusia lagi, melainkan campuran antara cumi-cumi Lovecraftian, hewan yang sekarat, dan… Will Smith dari band Afterbirth. Serius, deh. Tapi, di balik semua itu, ada teknik vokal yang mumpuni. Coba dengarkan nada rendah yang obscen di lagu “Diseased Mind” atau tarikan napas sepanjang 26 detik di lagu “Obliterate”. Mind blowing!

Kekurangan yang Tetap Membuat Penasaran

Sayangnya, ada beberapa hal yang membuat Hell Inside belum bisa dibilang sempurna. Formula “chug-chug-trem-GUUUUUURGLE” yang diulang-ulang lama-lama terasa monoton. Penggunaan start-stop breaks untuk transisi antar bagian lagu juga terasa berlebihan. Beberapa bagian atmosferik, seperti penutup piano di lagu “Suffocating,” terasa kurang penting dan hanya berfungsi sebagai jeda antara onslaught death metal.

Selain itu, mix album ini kurang dinamis, sehingga terdengar terlalu keras dan melelahkan di telinga. Tapi, ada juga momen-momen yang memorable, seperti suara synth di lagu “Diseased Mind” atau teriakan “GONNA BLOW [his] FUCKING BRAINS OUT” di lagu “Murder All”.

Verdict: Layak Didengar?

Meskipun ada beberapa kekurangan, Hell Inside tetap merupakan album yang layak didengarkan, terutama bagi penggemar brutal death metal. Album ini menawarkan pengalaman yang intens dan brutal, seperti ditembak langsung ke otak. Mungkin nggak akan menarik bagi mereka yang belum familiar dengan genre ini, tapi bagi penggemarnya, Hell Inside adalah tambahan yang bagus untuk koleksi.

Pesan Tersembunyi: Jamur di Otak

Intinya, Hell Inside adalah album yang jujur dan berani. Cordyceps nggak takut untuk menggali luka dan trauma mereka, lalu mengubahnya menjadi musik yang keras dan agresif. Walaupun masih ada ruang untuk berkembang, mereka telah menunjukkan potensi yang besar. Siapa tahu, suatu saat nanti, mereka bisa menciptakan sesuatu yang lebih adventurous dan memorable hingga menumbuhkan jamur di otak kita. Who knows?

Semoga aja mereka bereksperimen dengan elemen musik yang lebih beragam lagi di album berikutnya. Ini bakal bikin musik mereka lebih dinamis dan nggak gampang ditebak. Bisa juga coba eksplorasi lirik lagu yang lebih kompleks. Siapa tau bisa jadi signature style mereka.

Takeaway: Jangan Takut Menggali Kegelapan

Jadi, apa yang bisa kita pelajari dari Hell Inside? Mungkin, jangan takut untuk menghadapi kegelapan dalam diri kita. Siapa tahu, di sana kita bisa menemukan kekuatan dan inspirasi untuk menciptakan sesuatu yang luar biasa. Dan jangan lupa, dengerin musik metal itu nggak dosa, kok. Asal jangan sampai bikin tetangga complain aja.

Add a comment Add a comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Previous Post

GROOVE COASTER FUTURE PERFORMERS Menggebrak Hari Ini, 31 Juli: Evolusi Game Rhythm!

Next Post

Bali: Titik Awal Indonesia Mewujudkan Potensi Wisata Regeneratif Kelas Dunia