Dark Mode Light Mode
Upin & Ipin Universe: Era Baru Dimulai 17 Juli!
Dari Pantat Erotis hingga Kokain Santa: Musik “Slop” AI Semakin Meresahkan di Indonesia
Buku Fadli Zon: Upaya Hukum Mengatasi Distorsi Sejarah

Dari Pantat Erotis hingga Kokain Santa: Musik “Slop” AI Semakin Meresahkan di Indonesia

Oh, Spotify, kenapa sih kamu begini? Kita semua pernah mengalaminya: lagi asyik dengerin lagu favorit, eh tiba-tiba muncul rekomendasi aneh bin ajaib yang bikin kita bertanya-tanya, “Ini lagu apaan, dah?”. Ternyata, besar kemungkinan kita baru saja tersandung sama yang namanya AI Slop – lautan konten generatif AI yang membanjiri internet, termasuk platform streaming musik kesayangan kita.

Kiamat AI: Musik “Butt Erotica” dan Lainnya

Masalahnya makin serius, gaes. Bayangin, Brace Belden, host dari podcast politik TrueAnon, lagi menikmati album Sweet Old World dari Lucinda Williams yang alt-country banget. Tiba-tiba, Spotify memutuskan dia perlu dengerin lagu berjudul “Make Love to My Shitter”. Awalnya, Belden ngira itu lagu lawas iseng dari tahun 80 atau 90an. Plot twist: ternyata itu buatan AI!

Si pembuat lagu “kreatif” itu, dengan nama samaran JB dari BannedVinylCollection, mengakui karyanya yang bertema butt erotica dibuat dengan AI. Lagu-lagu hits lainnya termasuk “Grant Me Rectal Delight” dan “Taste My Ass”. Katanya sih, dia lumayan dapet duit dari sini, sekitar $200 per bulan dari Spotify aja. Hmm, menggiurkan juga ya jadi komposer AI.

Ini bukan cuma kasus iseng satu dua. Tim Ingham dari Music Business Worldwide juga punya pengalaman serupa. Dia nemuin lagu soul tahun 70an tentang narkoba berjudul “I Caught Santa Claus Sniffing Cocaine”, juga buatan AI. Ingham menemukan setidaknya 13 artis yang kelihatannya full AI, dengan total 4,1 juta pendengar bulanan! Sebagian niru genre populer kayak country, jadi nggak semuanya aneh-aneh amat.

Banjir AI di Platform Streaming: Deezer Juga Kebobolan

Ternyata, Spotify bukan satu-satunya korban. Deezer, aplikasi streaming musik asal Prancis, punya sistem deteksi AI. Hasilnya? 18% dari lagu yang diunggah per hari ditandai sebagai AI, sekitar 600.000 lagu per bulan. Deezer emang berusaha nge-flag dan ngehapus konten AI, tapi kayak platform lain, mereka belum punya cara buat pengguna nge-block lagu AI secara proaktif.

Belden berpendapat semua platform streaming seharusnya melarang unggahan musik AI. Sayangnya, belum ada satu pun yang punya larangan total. Platform besar kayak Spotify dan YouTube cuma ngelarang musik AI yang deepfake artis asli. YouTube juga mewajibkan kreator buat ngasih label konten AI “realistis”. Spotify? Masih no comment.

Seni atau Sampah? Debat Abadi Musik AI

Pertanyaannya, apakah musik AI ini beneran seni, atau cuma sampah digital? Beberapa orang berpendapat, kalo AI bisa menghasilkan karya yang dinikmati orang, kenapa nggak? Toh, manusia juga pake tools buat bikin musik. AI cuma tool yang lebih canggih. Tapi, yang lain khawatir musik AI bakal merusak kreativitas manusia dan membanjiri pasar dengan konten generik.

Ada beberapa argumen kenapa AI dalam musik itu problematik:

  • Kurangnya Orisinalitas: Kebanyakan musik AI cuma niru gaya musik yang udah ada. Jadi, nggak ada inovasi atau kebaruan. Ini kayak dengerin cover song tanpa ujung.
  • Isu Hak Cipta: Siapa yang punya hak cipta atas musik yang dibuat AI? Si pembuat software AI? Si pengguna yang ngasih prompt? Ini masalah hukum yang rumit.
  • Kualitas: Jujur aja, sebagian besar musik AI masih kedengeran… artificial. Kurang emosi, kurang sentuhan manusiawi.

Spotify dan Algoritma: Kenapa Kita Harus Hati-Hati

Spotify, YouTube Music, dan platform sejenisnya punya algoritma rekomendasi yang kompleks. Algoritma ini berusaha nebak selera musik kita berdasarkan riwayat dengerin dan preferensi lainnya. Masalahnya, algoritma ini juga bisa kecolongan dan ngerekomendasi lagu AI yang nggak jelas.

Ini bisa jadi masalah, terutama buat seniman manusia yang beneran. Musik mereka bisa kalah saing sama banjirnya konten AI yang lebih murah dan mudah dibuat. Algoritma juga bisa terjebak dalam echo chamber, di mana kita cuma dengerin musik yang mirip-mirip terus. Jadi, kita nggak pernah nemuin genre atau artis baru yang beneran keren.

Tips buat ngelawan invasi AI di Spotify:

  • Kurasi Playlist Sendiri: Jangan cuma ngandelin rekomendasi algoritma. Bikin playlist sendiri dan isi sama lagu-lagu yang beneran kamu suka.
  • Jelajahi Genre Baru: Keluar dari zona nyamanmu. Coba dengerin genre musik yang belum pernah kamu coba sebelumnya.
  • Dukung Seniman Independen: Cari tahu artis-artis independen dan dengerin musik mereka. Mereka butuh dukungan kita!
  • Laporkan Lagu Aneh: Kalo kamu nemuin lagu yang mencurigakan, laporkan ke Spotify. Mereka mungkin nggak bisa ngehapus semuanya, tapi setidaknya kamu udah berusaha.

Solusi: Transparansi dan Tanggung Jawab

Kuncinya ada di transparansi dan tanggung jawab. Platform streaming harus lebih transparan soal konten AI dan ngasih label yang jelas. Mereka juga harus bertanggung jawab buat ngejaga kualitas musik dan ngelindungin hak seniman manusia.

Buat kita sebagai pendengar, kita juga punya peran penting. Kita harus lebih aware sama apa yang kita dengerin dan ngedukung seniman yang beneran. Jangan biarin AI ngerusak pengalaman musik kita. Ingat, musik itu bukan cuma soal suara, tapi juga soal emosi, kreativitas, dan koneksi manusiawi.

Jadi, lain kali Spotify ngerekomendasiin lagu aneh, jangan langsung percaya. Siapa tahu, kamu baru aja ketemu sama AI slop yang lagi nyamar jadi musik. Dengerin dengan bijak, dan tetap dukung seniman yang beneran. Karena, musik itu terlalu berharga buat diserahkan ke robot.

Add a comment Add a comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Previous Post

Upin & Ipin Universe: Era Baru Dimulai 17 Juli!

Next Post

Buku Fadli Zon: Upaya Hukum Mengatasi Distorsi Sejarah