Siapa butuh Superman kalau ada Tour de France? Lebih seru nonton manusia beneran nyiksa diri di atas sepeda selama tiga minggu penuh! Lomba balap sepeda paling bergengsi ini bukan sekadar keliling Prancis, tapi ujian mental dan fisik tingkat dewa. Dari desa-desa cantik sampai pegunungan Alpen yang bikin dengkul gemeter, total jarak yang ditempuh mencapai 3.338,8 km sebelum akhirnya finish di Champs-Élysées, Paris. Serius, ini lebih berat dari skripsi!
Tour de France: Bukan Sekadar Gowes Biasa
Tour de France bukan sekadar lomba sepeda. Ini adalah maraton di atas roda dua. Bayangkan saja, para peserta mengayuh sepeda sekitar 160 km per hari dengan kecepatan rata-rata 40 km/jam. Total elevasi yang harus dilalui setara dengan mendaki Gunung Everest hampir enam kali! Belum lagi soal asupan nutrisi yang super ribet.
Atlet sepeda ini membakar sekitar 5.000 kalori setiap hari di etape datar, dan mencapai 8.000 kalori di etape pegunungan. Mereka juga butuh minum hingga 10 liter air per hari agar tetap terhidrasi dan berfungsi normal. Tapi, yang paling menantang dari olahraga ketahanan bukan cuma fisik, melainkan kekuatan mental untuk menahan sakit dan penderitaan. Jadi, kalau kamu merasa capek setelah lari 5K, ingatlah para cyclist ini.
Anatomi ‘Superman’ di Atas Sepeda
Penampakan fisik pesepeda Tour de France itu ideal banget untuk nanjak. Berat badan mereka rata-rata 65 kg atau kurang, karena beban berlebih bakal bikin boros energi di pegunungan. BMI (Body Mass Index) mereka berkisar antara 19 dan 22, dengan kadar lemak tubuh sekitar 5%. Kebayang kan betapa keringnya mereka?
Detak jantung rata-rata para pesepeda ini adalah 40 bpm, bahkan seringkali turun ke 30-an. Ini mungkin terdengar menyeramkan bagi kita yang jantungnya langsung jedag-jedug setelah naik tangga. Tapi, mereka bisa bertahan dengan detak jantung serendah itu karena volume darah yang dipompa setiap detak jauh lebih tinggi daripada atlet amatir biasa. VO2 max mereka (ukuran efisiensi tubuh menggunakan oksigen) antara 75-90 ml/kg/min.
Dapur Pacu Pesepeda: Nutrisi Tingkat Tinggi
Semua mesin butuh bahan bakar, dan sebagai atlet ketahanan amatiran, saya bisa bilang bahwa mengisi perut sambil olahraga itu susah banget. Tubuh mengarahkan aliran darah ke otot, jadi pencernaan dan motilitas usus terganggu. Alhasil, banyak yang mengalami “rot gut” – makanan yang cuma nongkrong di perut tanpa dicerna.
Studi menunjukkan bahwa pesepeda profesional mengonsumsi rata-rata 843 gram karbohidrat per hari, bahkan mencapai 1.100 gram di hari-hari berat. Itu setara dengan 4 kg nasi! Asupan protein mereka sekitar 2 gram/kg berat badan. Setiap tim punya chef khusus yang menyesuaikan nutrisi sesuai kebutuhan masing-masing atlet. Jangan kaget kalau mereka bawa bekal lebih banyak dari anak kosan.
Kerusakan Sistematis: Dampak Ekstrem Tour de France
Meski punya tubuh bak dewa, Tour de France tetap memberikan dampak buruk. Di minggu pertama, para pesepeda mulai memasuki kondisi katabolik – tubuh mulai membakar protein (otot) karena kekurangan karbohidrat. Mereka jadi lebih rentan terhadap infeksi. Stres akibat akselerasi dan deselerasi menyebabkan perubahan pada efisiensi pompa jantung, mengakibatkan hilangnya 200 miliar sel darah merah dan penurunan hemoglobin.
Seiring berjalannya lomba, pelepasan hormon stres terus meningkat, memperparah katabolisme dan lingkaran setan stres, kelelahan, dan infeksi. Para pesepeda kesulitan meningkatkan detak jantung karena sistem peredaran darah mulai kolaps. Singkatnya, tubuh mereka benar-benar diuji sampai batas maksimal.
Bahaya Mengintai di Setiap Tikungan
Selama balapan, kecepatan tinggi di atas ban tipis dalam segala kondisi cuaca dan medan, ditambah kondisi tubuh yang terus menurun, bisa memicu kesalahan kecil yang berakibat fatal. Saya sendiri sering bersepeda bareng teman-teman, dan bahkan di level amatir pun, dengan ban yang cuma berjarak beberapa senti, sedetik kurang fokus bisa menyebabkan kecelakaan parah.
Jasper Phillipsen, sprinter asal Belgia, sudah keluar dari lomba karena patah tulang selangka dan tulang rusuk. Ada juga pesepeda yang pernah mendislokasikan bahunya dan menggunakan kursi penonton untuk memasukkannya kembali, lalu melanjutkan balapan. Ngeri kan? Meluncur menuruni pegunungan Alpen dengan kecepatan 100 km/jam bisa berakibat fatal, dan sejarah balap sepeda profesional penuh dengan tragedi semacam itu.
Motivasi Abadi: Mengapa Mereka Melakukannya?
Jadi, kenapa mereka nekat melakukan semua ini? Bagi para pemenang, ada kemuliaan dan uang. Bagi sebagian besar pesepeda lain (disebut domestiques), tugas mereka adalah mendukung pembalap utama dan berharap suatu hari nanti bisa menjadi pembalap utama. Selisih antara menang dan kalah setelah 21 hari balapan biasanya kurang dari dua menit, bahkan beberapa detik saja.
Saat kita memasuki minggu kedua lomba, kita bisa menyaksikan kemampuan luar biasa tubuh manusia – bagaimana para atlet ini melawan rasa sakit dan penderitaan, merentangkan batas ketahanan manusia, dan seolah bercumbu dengan keilahian. Mereka adalah inspirasi sejati, meskipun saya sendiri lebih memilih rebahan di sofa sambil nonton mereka di TV.
Intinya: Tour de France itu bukan cuma balap sepeda, tapi pertunjukan ketahanan manusia yang bikin kita bertanya-tanya, “Apa sih yang mereka cari?” Mungkin, jawabannya ada di dalam diri mereka sendiri, atau mungkin juga mereka cuma pengen pamer ke dunia betapa kuatnya mereka. Apapun alasannya, yang jelas mereka patut diacungi jempol (meskipun jari-jari mereka mungkin sudah pada kram). Jadi, lain kali kamu merasa demotivasi, ingatlah para pesepeda ini yang sedang mendaki gunung dengan dengkul bergetar dan semangat membara!