Dark Mode Light Mode

Diplomasi Kapal Perang Ekonomi: Ancaman Jakarta Post

Hai gaes, pernah nggak sih ngerasa kayak lagi PDKT tapi gebetan tiba-tiba ngasih deadline buat jadian? Kira-kira begitulah yang lagi dirasain Indonesia soal urusan dagang sama Amerika Serikat. Serius, ini bukan drama Korea, tapi drama ekonomi!

Ancaman Tarif AS: Panic Buying atau Tetap Cool?

Jadi gini, Amerika Serikat lagi masang muka serius dan ngancam bakal ngenain tarif tinggi buat hampir semua barang Indonesia yang masuk ke negaranya. Alasannya? Mereka merasa kita too much ekspor ke mereka daripada impor dari mereka. Ibaratnya, kita lebih sering nerima chat daripada nge-chat duluan. Kurang lebih unbalanced gitu deh.

Intinya, AS maunya kita beli lebih banyak barang dari mereka, meskipun mereka nggak pengen beli lebih banyak dari kita. Logika ekonomi klasik jelas reject ide ini. Makanya, AS maksa dengan cara ngancam tarif. Mereka bilang, "Eh, kalian tuh ekspor lebih banyak ke kami daripada impor dari kami!" Padahal, kita kan nggak maksa mereka beli produk kita. Kita cuma jualan barang bagus dengan harga yang menarik, itu aja.

Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) aja nunjukkin surplus perdagangan kita emang lagi nyusut. Surplus kita dengan AS juga ikutan turun. Tapi, bisa aja itu cuma sementara. Tetep aja bikin tegang para negosiator kita di Washington. Pertanyaannya, kenapa sih kita harus justify diri sendiri?

Ketika Trump Main Hakim Sendiri: Kita Salah Apa?

Amerika Serikat melihat neraca perdagangan bilateral dan langsung nuduh Indonesia melakukan praktik dagang yang nggak fair. Padahal, ini kan terlalu sederhana dan nggak adil. Kalau kita bikin sepatu, baju, dan produk lainnya dengan harga yang pas buat konsumen AS, emang salahnya di mana? Kita nggak nyulik mereka buat beli kok!

Kalau pemerintahan Donald Trump emang mau nyalahin kita, ya harus lebih spesifik dong. Jangan cuma modal data neraca perdagangan. Lagian, kita juga nggak sepenuhnya suci kok soal praktik dagang. Kita juga punya beberapa kebijakan yang… hmm, agak proteksionis lah.

Contohnya? Mereka bisa aja nyentil soal persyaratan kandungan lokal dan pembatasan impor pangan. Dua hal ini emang jadi andalan kita buat ngelindungin industri dalam negeri. Tapi, di sisi lain, kita juga bisa nunjuk ke kebijakan mereka kayak Inflation Reduction Act, CHIPS Act, Build America, Buy America Act, dan tarif impor baja. Sama aja kan, mereka juga proteksionis!

Proteksionisme vs Akses Pasar: Mending Debat Kusir atau Cari Solusi?

Daripada ributin neraca perdagangan yang nggak ada habisnya, mending kita negosiasi soal isu-isu kayak kebijakan proteksionis tadi. Tujuannya jelas, buat ningkatin akses pasar timbal balik. Jadi, win-win solution gitu deh. Mereka nggak maksa kita beli barang yang nggak kita butuhin, dan kita juga nggak ngalangin mereka buat jualan barang yang kita butuhin.

Dengan waktu yang makin mepet, AS malah makin ngasih tekanan. Mereka minta tim negosiasi dari berbagai negara buat ngasih best offer secepatnya. Tapi, kita nggak boleh gegabah dong. Kita harus stay cool. Kebijakan perdagangan AS juga masih unpredictable karena lagi ada gugatan hukum. Jadi, nggak usah panik.

Presiden Korea Selatan yang baru, Lee Jae-myung, juga santai aja tuh. Dia bilang pemerintahannya nggak buru-buru buat deal sama AS. Kayaknya itu emang cara yang paling bener. Kita juga bisa koordinasi sama ASEAN dan mitra dagang regional lainnya buat ningkatin bargaining power kita.

Satu Bulan Menuju Deadline: Saatnya Indonesia Fleksibel?

Deadline tinggal sebulan lagi. Amerika Serikat seolah-olah maksa kita buat ngasih concession. Koordinasi dengan negara-negara ASEAN menjadi krusial. Di sisi lain, dunia usaha dalam negeri pun perlu mempersiapkan diri. Jika tarif beneran diberlakukan, diversifikasi pasar ekspor menjadi sebuah keharusan. Jangan cuma andelin AS doang.

Amerika Serikat harus paham, Indonesia punya potensi besar. Kekuatan ekonomi kita lagi bagus-bagusnya, dan posisi geografis kita strategis banget. Kita bisa jadi hub perdagangan regional. Kita juga punya resources yang mereka butuhin. Jadi, mereka juga nggak bisa seenaknya sendiri.

Intinya, kita harus fleksibel. Kita harus siap buat negosiasi, tapi juga harus siap buat nggak deal. Kita harus siap buat compromise, tapi juga harus siap buat nolak. Kita harus siap buat give and take, tapi juga harus siap buat take and take aja. Yang penting, kita harus smart dan strategic.

Ancaman tarif ini cuma bagian dari taktik negosiasi Donald Trump aja. Nggak usah takut sama yang namanya deadline. Ibaratnya, deadline skripsi aja bisa kita lewatin, masa deadline urusan dagang nggak bisa? Intinya, stay calm, stay smart, and stay fabulous!

Add a comment Add a comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Previous Post

Doechii Mengecam Penggerebekan Imigrasi di LA pada BET Awards

Next Post

GOG Permudah Mod, Game Makin Personal dengan Instalasi Satu Klik