Pernahkah kamu merasa ingin berteriak kencang ke dunia, tapi tenggorokanmu tercekat oleh realita? Yup, itulah yang kurasakan setiap kali membuka media sosial, melihat tren konsumerisme yang makin menggila. Untungnya, ada musik yang bisa jadi pelampiasan.
Anti-Konsumerisme: Musik Sebagai Pelarian dari Realita TikTok
Dunia digital, khususnya TikTok dan Instagram, dipenuhi influencer yang seolah-olah hidup tanpa beban, mengoleksi barang-barang branded dan liburan tanpa henti. Ini menimbulkan semacam FOMO (Fear of Missing Out) yang bisa bikin kita overthinking dan merasa insecure. Tapi tenang, kamu nggak sendirian! Banyak dari kita yang merasa kewalahan dengan bombardir konten konsumtif ini.
Mungkin kamu pernah lihat Sam Todd, si content creator yang hobi banget mengumpulkan charm Pandora dari berbagai negara? Atau yang rela berburu Labubu langka sampai ke pelosok dunia? Baginya, ini bukan sekadar hobi, tapi “perang” melawan reseller. Well, setiap orang punya cara sendiri untuk menikmati hidup, tapi kadang aku bertanya-tanya, apa sih esensi dari semua ini?
Kondisi ini, ditambah masalah-masalah lain seperti krisis lingkungan, isu sosial, dan landlord yang bikin emosi, bisa bikin kita merasa overwhelmed. Nah, di sinilah musik berperan sebagai escape button terbaik. Kita butuh sesuatu yang bisa meredam kebisingan dunia, minimal untuk beberapa menit.
Musik punk dan garage rock dengan lirik yang jujur dan sedikit sinis bisa jadi pilihan yang tepat. Genre ini nggak berusaha menyembunyikan kekesalan dan frustrasi, justru mengeluarkannya dengan energi yang dahsyat. Bayangkan, teriak sekeras-kerasnya mengikuti irama musik, melupakan sejenak semua bullshit yang ada.
Ini bukan berarti kita jadi apatis atau nihilistic. Justru, musik bisa jadi cara untuk memproses emosi negatif dan mencari kekuatan untuk menghadapi tantangan. Ibaratnya, setelah berteriak, kita bisa menarik napas dalam-dalam dan berpikir jernih.
Jadi, next time kamu merasa kewalahan dengan gempuran konten konsumtif dan berita buruk, coba dengarkan musik yang powerful dan berenergi. Siapa tahu, kamu bisa menemukan soundtrack untuk menghadapi realita yang kadang nggak masuk akal ini.
Forty Winks: Suara Generasi yang Muak dengan Kebisingan
Salah satu band yang berhasil menangkap perasaan overwhelmed ini adalah Forty Winks. Musik mereka, khususnya lagu “commie bf,” terasa seperti tamparan keras yang menyadarkan kita dari mimpi buruk konsumerisme.
Lagu ini catchy, intens, dan unhinged, cocok banget untuk melampiaskan emosi. Liriknya mungkin opaque, tapi penyampaiannya penuh dengan sarkasme yang bikin kita merasa nggak sendirian. Mereka nggak takut untuk menyuarakan kekesalan dan kebingungan, sesuatu yang jarang kita temukan di media sosial yang penuh kepalsuan.
EP debut mereka, Love Is a Dog From Hell, adalah perpaduan antara punk, garage, dan indie rock yang menghasilkan goop adiktif. Setiap lagu menawarkan kejutan dan perubahan mood yang nggak terduga.
Misalnya, “liadfh” yang bernuansa nu-shoegaze langsung diikuti oleh “commie bf” yang lebih raw dan agresif. Kemudian, “Spurs” hadir sebagai lagu cinta yang manis, tapi diselipi dengan interlude black metal yang assaultive. Mereka memang suka bermain-main dengan shock value, tapi semuanya terasa terorganisir dan terkendali.
Keahlian mereka dalam mengelola kekacauan adalah salah satu alasan mengapa musik mereka begitu menarik. “Spurs” misalnya, meskipun chaotic, tetap terasa koheren dan terarah. Begitu juga dengan “noise,” yang menyeimbangkan ritme jantung dengan hook yang kuat.
Lirik “I’ve got noise/In my head/ What is so important about walking aimless?” terasa sangat relevan dengan kondisi kita saat ini. Kita dibombardir dengan informasi dan opini yang seringkali meaningless. Forty Winks menawarkan antidote berupa musik yang jujur dan unfiltered.
Mengubah Kebisingan Jadi Kekuatan
So, apa yang bisa kita pelajari dari Forty Winks? Bahwa kebisingan bisa diubah jadi kekuatan. Bahwa frustrasi bisa jadi bahan bakar untuk kreativitas. Bahwa kita nggak harus menerima realita yang ada begitu saja.
Musik mereka adalah pengingat bahwa kita punya hak untuk merasa kesal, bingung, dan overwhelmed. Tapi kita juga punya kekuatan untuk melawan semua itu, dengan cara kita sendiri. Mungkin dengan berteriak, mungkin dengan menulis, mungkin dengan membuat musik sendiri.
Intinya, jangan biarkan kebisingan dunia membungkammu. Temukan suaramu, dan biarkan ia bergema. Siapa tahu, suaramu bisa menginspirasi orang lain untuk melakukan hal yang sama. Karena di dunia yang penuh dengan kepalsuan dan kebisingan, kejujuran dan autentisitas adalah mata uang yang paling berharga.