Ketika dominasi layar mulai terasa begitu nyata, dan dunia digital semakin melebur dengan realitas, ada satu skenario fiksi ilmiah yang kini perlahan menjadi kenyataan di industri musik: lagu-lagu yang tidak lagi diciptakan oleh jiwa manusia, melainkan algoritma. Ini bukan sekadar teori konspirasi untuk para penggemar topi aluminium, sebab Mac DeMarco, musisi indie favorit banyak jiwa, baru-baru ini menyuarakan kegelisahannya. Ketika Alien Musik Bernama AI Mengancam Keaslian Nada: Mac DeMarco Bersuara Lantang!
Ketika Kecerdasan Buatan Mengambil Alih Playlist, Apa Kata Mac DeMarco?
Penyanyi-penulis lagu asal Kanada, Mac DeMarco, sedang disibukkan dengan persiapan perilisan album studio keenamnya, ‘Guitar’, yang dijadwalkan meluncur pada 22 Agustus mendatang via Mac’s Record Label. Namun, di tengah gema karya barunya, ia tidak tinggal diam menyaksikan perubahan drastis di ranah musik. Dalam wawancara terbarunya dengan The Independent, DeMarco secara blak-blakan mengungkapkan kekhawatirannya tentang meroketnya popularitas musik hasil generatif AI.
DeMarco menyebut situasi ini sebagai “zona yang lucu”, di mana kecerdasan buatan tiba-tiba menjadi sangat mahir dalam banyak hal, dan itu terjadi dengan sangat cepat. Ia merasa, terkadang hasil dari AI tersebut terasa seperti “melukis dengan angka”, kehilangan sentuhan personal. Kegelisahannya memuncak saat melihat band-band buatan AI mulai bermunculan, dan yang lebih mengkhawatirkan, banyak pendengar yang bahkan tidak menyadari bahwa musik yang mereka dengarkan adalah hasil kreasi non-manusia.
Meski DeMarco tidak menunjuk satu insiden spesifik, pernyataannya menggema di tengah laporan tentang band yang diduga kuat AI, The Velvet Sundown, berhasil mengumpulkan ratusan ribu pendengar bulanan di Spotify dalam waktu singkat. Kasus ini menjadi bukti nyata bagaimana kehadiran AI bukan lagi sekadar wacana, melainkan sudah menjadi pemain aktif di panggung musik global. Kecepatan adaptasi dan penetrasi AI memang patut diwaspadai, terutama bagi para insan kreatif.
Tidak berhenti di situ, DeMarco juga mengkritik penggunaan AI untuk menulis lirik lagu. “Ini agak seperti… give me a f**king break,” ujarnya, menyiratkan rasa muak terhadap kemudahan instan yang ditawarkan AI. Baginya, semua ini kembali pada niat atau intention. “Jika orang ingin mendaki gunung, saya kira mereka menggunakan alat apa pun yang bisa untuk sampai di sana,” katanya, seraya menambahkan pertanyaan retoris, “Saya tidak tahu apa yang akan Anda temukan ketika sampai di puncak, tetapi semoga Anda bahagia.”
Antara Human Touch dan Algoritma: Pertarungan di Arena Nada
Dalam konteks maraknya musik AI, DeMarco menegaskan kepuasan yang ia rasakan terhadap album barunya, ‘Guitar’. Baginya, karya ini terasa begitu “murni dan nyata,” dan “supremasi dari diri saya sendiri.” Ia percaya bahwa bagian terpenting dari sebuah seni adalah elemen manusia. “Baik itu bagus atau buruk, itulah yang ingin saya dengar,” pungkasnya, menekankan pentingnya otentisitas dan sentuhan personal dalam setiap nada yang ia ciptakan.
Pernyataan DeMarco muncul di tengah gelombang kontroversi besar mengenai teknologi AI di industri musik. Sebuah studi terbaru bahkan memberikan peringatan keras bahwa para pekerja musik kemungkinan akan kehilangan seperempat pendapatan mereka akibat Artificial Intelligence dalam kurun waktu empat tahun ke depan. Ini adalah angka yang cukup mencengangkan dan mengancam keberlangsungan profesi para seniman di masa depan.
Platform streaming musik Deezer juga melaporkan data yang mengejutkan: sekitar 10.000 trek lagu hasil generatif AI diunggah ke platform mereka setiap hari, yang berarti sekitar 10 persen dari total unggahan musik. Angka ini menunjukkan betapa cepatnya AI menyusup dan mengambil alih ruang dalam ekosistem musik, dan yang lebih mengerikan, muncul laporan bahwa lagu-lagu buatan AI bahkan diunggah ke profil musisi yang sudah meninggal di Spotify. Ini jelas-jelas praktik yang sangat tidak etis.
Tidak heran jika banyak musisi papan atas dunia mulai angkat bicara dan mengambil langkah konkret. Elton John, Coldplay, Dua Lipa, Paul McCartney, Florence Welch, Kate Bush, dan Robbie Williams adalah di antara nama-nama besar yang menyerukan pemerintah Inggris untuk mengubah undang-undang hak cipta. Mereka ingin memastikan bahwa para pencipta musik terlindungi dari ancaman kecerdasan buatan yang terus berkembang tanpa batas ini.
Penyanyi SZA juga turut menyuarakan kegusarannya, mengecam para pengguna AI karena dianggap “ketergantungan pada mesin.” Kritik ini menggarisbawahi kekhawatiran yang sama dengan Mac DeMarco, bahwa keterlibatan berlebihan dengan teknologi dapat mengikis esensi kemanusiaan dalam proses kreatif, mengubah seniman menjadi sekadar operator mesin.
Di Balik Notasi Digital: Kenapa Otentisitas Masih Jadi Pahlawan
Album ‘Guitar’ sendiri merupakan kelanjutan dari ‘Five Easy Hot Dogs’ (2023) dan kompilasi ‘One Wayne G‘. Salah satu single nostalgia dari album ini, ‘Home’, telah dirilis dan mendapat sambutan positif. DeMarco menyebut ‘Guitar’ sebagai “representasi sejati di mana saya berada dalam hidup saya hari ini.” Ia menyatakan bahwa ia sangat bahagia untuk membagikan musik ini dan berharap dapat memainkan lagu-lagu tersebut di sebanyak mungkin tempat.
Album ini direkam dan ditulis pada November 2024 di rumah DeMarco di Los Angeles, menunjukkan proses penciptaan yang personal dan intim. Di tengah gejolak industri yang serba digital, ia memilih pendekatan yang otentik dan reflektif. Ini adalah sebuah pernyataan bahwa di era di mana AI bisa menciptakan apa saja, pengalaman dan emosi manusia tetaplah harta paling berharga.
Selain kesibukan merilis album, Mac DeMarco juga dijadwalkan akan tur di Inggris dan Eropa pada bulan November, di sela-sela jadwal tur Amerika Utara. Keterlibatannya dalam berbagai panggung dan proyek musik, termasuk baru-baru ini tampil di album amal untuk korban kebakaran hutan Los Angeles bersama King Gizzard & The Lizard Wizard dan The War On Drugs, semakin membuktikan bahwa sentuhan manusia dalam musik tidak akan tergantikan. Di tengah noise algoritmik, suara Mac DeMarco, yang murni dari hati, tetap relevan.