Dark Mode Light Mode

Ethan Ives: Mengatasi Kegelisahan Kreatif dengan Energi “Indie Motörhead” dalam Opera Rock Car Seat Headrest

Siap-siap terkejut, gaes. Car Seat Headrest baru saja merilis album studio terbarunya, "The Scholars", dan ini bukan sekadar album biasa. Ini adalah rock opera epik yang akan membawa pendengar dalam perjalanan liar melintasi berbagai gaya, suasana, dan tekstur musik. Bayangkan The Wall bertemu dengan School of Rock, tapi dengan sentuhan Gen Z yang unik.

Konsep Album: Kampus Fiksi dan Imajinasi Liar

Album "The Scholars" adalah hasil imajinasi liar Will Toledo, frontman, produser, dan multi-instrumentalis Car Seat Headrest. Terinspirasi oleh kesulitan kesehatan pasca-COVID yang membuatnya lebih banyak menghabiskan waktu dalam pikirannya, Toledo menciptakan Parnassus University, sebuah kampus fiksi yang penuh dengan karakter dan cerita menarik.

Bayangkan Wes Anderson menyutradarai film tentang kampus ini—fantasmagoris, aneh, dan penuh dengan kejeniusan quirky. Cerita-cerita ini kemudian menjadi driving force di balik musik dalam album. Dari satu lagu ke lagu berikutnya, kita diajak menjelajahi lorong-lorong dan lapangan kampus, bertemu dengan para scholar yang eksentrik, dan merasakan gejolak emosi mereka.

Album ini tidak seperti konsep album klasik seperti Tommy atau The Wall yang kaku dan linear. "The Scholars" memiliki vibe yang lebih bebas dan anarkis. Proses kreatifnya lebih organik, dimulai dengan jamming bersama dan menemukan narasi setelahnya.

Peran Ethan Ives dalam Desain Suara

Di "The Scholars", gitaris utama Ethan Ives mengambil peran yang lebih besar dalam sound design album. Ia bertugas mengarahkan suara gitar dan menciptakan tekstur yang unik untuk setiap lagu. Tugas ini tidak main-main, bahkan pencarian tone gitar cocked-wah yang sempurna hampir membuat semua orang gila!

Ives menjelaskan bahwa proses pembuatan album ini sangat menyenangkan dan menantang. Berbeda dengan album-album Car Seat Headrest sebelumnya, materi untuk "The Scholars" datang kepadanya dalam bentuk yang belum sepenuhnya matang. Hal ini memberinya lebih banyak kebebasan untuk bereksperimen dan menambahkan sentuhan pribadinya.

"Album ini memberi saya lebih banyak kebebasan, khususnya dengan struktur short-stories yang berpusat pada karakter," kata Ives. "Setiap lagu menjadi seperti sandbox terpisah yang memiliki mini-flavour atau gaya sendiri."

Perpaduan Gaya Musik yang Mengejutkan

Hasilnya adalah album yang penuh dengan kejutan dan perubahan suasana yang cepat. Ada lagu-lagu dengan powerchords ala Elliot Easton (The Cars), energi Ronnie Wood dan Rod Stewart, dan bahkan sentuhan "indie Motörhead" yang tak terduga di lagu "The Catastrophe (Good Luck With That, Man)".

Setiap lagu menyajikan gaya musik yang berbeda, menciptakan pengalaman mendengarkan yang exhilarating dan overwhelming sekaligus. Perubahan suasana yang konstan dan melodi-melodi kecil yang mengejutkan membuat pendengar tetap tertarik dan penasaran dengan apa yang akan terjadi selanjutnya.

Proses Kreatif yang "Nerdy" dan Menyenangkan

Ives mengakui bahwa ia adalah seorang "gitar nerd" dan "rock nerd" sejati. Ia memiliki Rolodex di kepalanya yang berisi berbagai flavour, shades, dan pigments musik yang berbeda. Ia menggunakan pengetahuan ini untuk merancang palet gitar yang unik untuk setiap lagu.

"Sangat menyenangkan, dalam cara yang nerdy, untuk melihat setiap lagu sebagai teka-teki," jelas Ives. "Apakah tone dan tekstur ini cocok untuk lagu ini? Apakah tekstur Killing Joke cocok? Apakah gaya gitar surf Dick Dale atau Omar Khorshid cocok? Jenis struktur gain yang berbeda? Jenis EQ atau chorus yang berbeda? Bagaimana saya bisa merancang palet gitar setiap lagu agar unik bagi karakter atau emosi yang ada di lagu itu?"

Dari Demo Sederhana ke Lagu yang Sempurna

Proses rekaman "The Scholars" melibatkan banyak eksperimen dan perubahan. Bahkan, ada beberapa lagu yang sudah hampir selesai, tetapi akhirnya direkam ulang karena ada sesuatu yang terasa kurang pas.

"Saya akan mencoba tekstur yang berbeda, dan terkadang proses itu bisa sangat melelahkan, terutama ketika Anda melakukan layer demi layer overdub," kata Ives. "Setiap overdub harus seperti, ‘Oke, bahkan di bawah suasana utama lagu ini, apa sub-flavour-nya?' Jadi, Anda bisa membayangkan betapa melelahkannya hal itu, tetapi dari sudut pandang tone nerd, itu memberi saya banyak hal untuk dikunyah."

Melodi yang Tak Terduga

Dari mana datangnya melodic sensibility Ives? Ia mengakui bahwa ia memiliki rentang perhatian yang pendek. Jika sebuah part tidak membuatnya tertarik, ia akan mengubahnya. Jika masih belum membuatnya tertarik, ia akan mengubahnya lagi.

"Orang seringkali harus menyuruh saya untuk menahannya karena terkadang saya terlalu jauh," kata Ives. "Tetapi saya akan mencoba menyusun hal-hal dengan cara yang secara melodis menarik bagi saya."

Kadang-kadang, Ives akan menambahkan counter-scale aneh atau melodic flavour lain ke part yang sangat diatonic dan straight major scale, bahkan jika itu tidak terasa cocok untuk lagu tersebut. "Saya seperti, ‘Oke, setidaknya saya telah mengusir setan. Saya memainkan melodic minor di atas itu selama satu detik!'"

Kekuatan dalam Keterbatasan

Ives mengakui bahwa ia dulu memiliki banyak masalah dengan intonasi dan tuning stability karena ia tidak memiliki velocity control. Ia adalah seorang pemain yang "violent" karena otaknya membutuhkan kontak langsung dengan musik.

"Saya hanya benar-benar perlu memainkan part ini sekeras yang saya bisa, secepat yang saya bisa, atau otak saya akan mulai berteriak kepada saya," kata Ives. "Jadi, itu adalah proses panjang menggunakan naluri itu—karena itu berguna—tetapi juga mengekangnya di mana mereka tidak menghalangi saya sebagai pemain."

Akibatnya, Ives telah belajar untuk memiliki tangan yang lebih lembut dan lebih dinamis dalam permainannya. Ia juga memanfaatkan rentang perhatiannya yang pendek sebagai mesin untuk terus berinovasi dan menciptakan part yang menarik.

Gitar Telecaster: Inspirasi Baru

Salah satu gear epiphanies terbesar bagi Ives selama pembuatan "The Scholars" adalah Telecaster. Ia tidak pernah menyukai gitar ini sebelumnya, tetapi setelah mencobanya, ia terkejut dengan kesederhanaan dan versatilitasnya.

"Jujur saja, American Tele ke AC15 membawa saya hampir ke mana pun saya ingin pergi," kata Ives. Ia juga mulai menggunakan Chase Bliss Automatone dan memprogram pedal-pedal gain-staging-nya agar lebih efisien.

"The Catastrophe (Good Luck With That, Man)": Ledakan Energi

Salah satu lagu yang paling menonjol dari "The Scholars" adalah "The Catastrophe (Good Luck With That, Man)". Ives menjelaskan bahwa lagu ini adalah klimaks dari guitar tracking, dan sebagian besar guitar layers dalam lagu ini direkam dalam satu continuous take.

"Itu adalah lagu cathartic yang hebat bagi saya hanya karena itu membiarkan saya mengeluarkan semua energi saya dan melakukan semua stutter picking yang sangat sulit yang saya suka lakukan," kata Ives. "Saya mencoba mengingat bagaimana sebagian besar part itu muncul. Will menciptakan banyak basic riffs di dalamnya, kemudian saya hanya mencoba mengambilnya dan mengaturnya menjadi sejahat dan senakal mungkin dalam kerangka lagu."

Ives menggambarkan lagu ini sebagai "indie Motörhead" dengan energi yang kental. Ia menggunakan spittle-y, dirty slapback dan strumming kinetik ala Pixies untuk menciptakan suara yang unik dan menarik.

Menemukan Kebebasan dalam Referensi

Ives sangat terbuka tentang berbagi referensi musiknya. Ia percaya bahwa referensi ke artis lain adalah bahasa yang berguna untuk berbicara tentang ide-ide penulisan lagu atau ide-ide tonal.

"Referensi ke artis lain adalah bahasa yang sangat berguna untuk berbicara tentang ide-ide penulisan lagu, atau ide-ide tonal, dan hal-hal seperti itu," kata Ives. Namun, ia juga mengakui bahwa ada garis tipis antara menggunakan referensi sebagai inspirasi dan menjadi terlalu imitatif. Ia selalu berusaha untuk menggunakan referensi sebagai titik awal untuk menciptakan sesuatu yang baru dan orisinal.

Di akhir hari, pembuatan album "The Scholars" tentang menemukan keseimbangan antara tradisi dan inovasi, struktur dan anarki, dan referensi dan orisinalitas. Hasilnya adalah rock opera epik yang akan menantang, menggembirakan, dan membuat pendengar ketagihan untuk kembali lagi.

"The Scholars" adalah bukti bahwa dengan imajinasi yang tak terbatas, rasa ingin tahu musik yang mendalam, dan keberanian untuk bereksperimen, Anda dapat menciptakan sesuatu yang benar-benar luar biasa.

Add a comment Add a comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Previous Post

Atlantis Studio Bangkit: Game Unreal Engine 5 Imersif Berbahasa Indonesia Siap Guncang Pasar

Next Post

Dana Hibah Swedia Rp14 Miliar Tingkatkan Penanganan Kanker di Indonesia