Oke, ini dia artikelnya:
Siapa bilang hantu hanya ada di film horor? Di dunia quantum mechanics, ada “hantu” yang lebih seru: entanglement. Selama puluhan tahun, entanglement dianggap sebagai biang keladi “aksi seram dari jarak jauh” ala Einstein. Tapi, tunggu dulu, ilmuwan di Tiongkok baru saja melakukan hal yang bikin geleng-geleng kepala: lolos uji Bell tanpa menggunakan entanglement!
Mitos Entanglement Terpatahkan?
Hasil penelitian ini mengguncang pemahaman kita tentang non-locality, sifat misterius yang memungkinkan partikel saling memengaruhi meskipun terpisah jarak yang sangat jauh. Dulu, kita berpikir entanglement adalah kunci utama untuk efek non-local ini. Tapi, penelitian terbaru ini menunjukkan bahwa non-locality mungkin muncul bahkan tanpa entanglement. “Karya baru kami mungkin memberikan perspektif baru bagi pemahaman orang tentang korelasi non-local,” kata Xiao-Song Ma, salah satu penulis studi tersebut. Apa, iya, nih?
Dasar dari terobosan ini terletak pada ide berusia 60 tahun. Pada tahun 1964, fisikawan John Bell merancang uji coba, yang sekarang dikenal sebagai uji Bell, untuk memeriksa apakah alam mengikuti aturan quantum mechanics atau mematuhi teori lokal yang lebih tradisional, di mana objek yang jauh tidak dapat saling mempengaruhi secara instan. Selama ini, pelanggaran kuat terhadap ketidaksetaraan Bell selalu bergantung pada partikel entangled.
Itu karena entanglement diyakini sebagai satu-satunya cara untuk menghasilkan korelasi non-local yang diperlukan untuk mengalahkan uji Bell. Namun, dalam studi baru ini, para ilmuwan membangun sebuah setup yang tampaknya menentang aturan ini. Alih-alih menggunakan partikel entangled, mereka menciptakan photons menggunakan empat kristal khusus. Ketika disinari dengan laser, setiap kristal memancarkan sepasang photons dengan sifat yang dapat diukur seperti polarization (arah gelombang cahaya berosilasi) dan phase (bagaimana gelombangnya bergoyang di ruang dan waktu).
Photons kemudian melewati labirin perangkat optik, kristal, lensa, dan pemisah berkas yang dirancang dengan cermat sebelum mencapai dua detektor terpisah, berlabel Alice dan Bob. Biasanya, dalam uji Bell, Alice dan Bob masing-masing mengukur setengah dari pasangan yang entangled.
Yang menarik di sini adalah bahwa percobaan itu dibangun sedemikian rupa sehingga secara eksplisit menghindari pembuatan entanglement. Para peneliti bahkan memasukkan komponen tambahan untuk memblokir segala entanglement yang tidak disengaja antara sifat-sifat seperti frekuensi atau kecepatan.
Namun, ketika mereka mengolah angka menggunakan ketidaksetaraan Bell, photons tampaknya berbicara satu sama lain secara non-local, seperti yang entangled – tapi bagaimana ini mungkin terjadi?
Bukan Entanglement, Lalu Apa?
Jawabannya mungkin terletak pada sifat quantum yang kurang dikenal, yang disebut indistinguishability by path identity. “Kami melaporkan pelanggaran ketidaksetaraan Bell yang tidak dapat dijelaskan oleh quantum entanglement dalam sistem tetapi timbul dari quantum indistinguishability by path identity,” catat penulis studi.
Karena sifat ini, menjadi tidak mungkin untuk mengetahui photon mana yang berasal dari kristal mana, dan jalur yang diambil oleh photons tumpang tindih dan berbaur dengan sempurna. Partikel-partikel itu menjadi pada dasarnya tidak dapat dibedakan dan menyebabkan korelasi non-local yang biasanya disediakan oleh entanglement. Jadi, intinya, photons ini jadi mirip banget satu sama lain, kayak anak kembar yang susah dibedain!
The Significance of Indistinguishability
Eksperimen ini memunculkan kemungkinan yang menarik namun kontroversial. Jika indistinguishability dapat meniru atau bahkan menggantikan entanglement dalam beberapa kasus, itu mungkin membuka rute baru untuk membangun perangkat quantum, terutama yang lebih sederhana untuk direkayasa. Bayangkan, komputer quantum yang lebih murah dan mudah dibuat!
Namun, ada juga peringatan penting. Beberapa fisikawan menunjukkan bahwa tim menggunakan metode yang disebut post-selection, di mana hanya peristiwa deteksi photon tertentu yang dihitung. Mereka berpendapat ini mungkin secara artifisial meningkatkan kemunculan korelasi quantum. Singkatnya, mungkin ada “kecurangan” di balik layar.
Selain itu, ada kemungkinan juga bahwa masih ada entanglement yang terlibat, hanya saja bukan antara photons, tetapi pada tingkat medan quantum yang menciptakannya. Mungkin entanglement bersembunyi di balik layar, kayak pemain sinetron yang jadi sutradara dadakan.
Para penulis studi mengakui kekhawatiran ini dan sudah berupaya melakukan perbaikan. Mereka bertujuan untuk menghilangkan post-selection dengan meningkatkan jumlah photons yang dapat dihasilkan kristal mereka. Jika berhasil, itu bisa menandai tonggak penting dalam fondasi quantum. Kita tunggu saja kelanjutannya!
Studi ini diterbitkan dalam jurnal Science Advances. Link menuju artikelnya bisa kamu cari sendiri, biar ada PR. 😉
Masa Depan Quantum Mechanics yang Lebih Seru?
Intinya? Dunia quantum itu aneh, penuh kejutan, dan selalu punya cara untuk membuat kita garuk-garuk kepala. Penelitian ini menunjukkan bahwa pemahaman kita tentang non-locality dan entanglement masih jauh dari sempurna. Siapa tahu, mungkin ada lebih banyak “hantu” quantum yang belum kita temukan. Jadi, teruslah penasaran dan jangan pernah berhenti bertanya!