Waspada: Game Gratis di Steam Ini Bisa Bikin Jiwamu Terkoyak (Bukan Karena Sulitnya)
Di tengah lautan game gratis yang membanjiri Steam, seringkali muncul permata tersembunyi yang siap menyedot ratusan jam waktu luang. Namun, terkadang ada juga ‘mutiara’ yang justru lebih baik dihindari, bahkan jika ia digratiskan sekalipun. Bayangkan saja, sebuah game yang digratiskan sampai bulan September mendatang, tetapi justru memicu peringatan keras untuk tidak menambahkannya ke dalam koleksi digital pengguna. Fenomena aneh ini, yang mungkin terdengar seperti plot twist dari film horor ringan, ternyata benar-benar ada dan siap menguji naluri koleksi digital para _gamer_.
## Ketika ‘Gratis’ Tidak Selalu Berarti ‘Untung’
Setiap kali ada game gratis di Steam, biasanya ada gelombang kegembiraan yang melanda para _gamer_ seolah-olah menemukan harta karun. Harapan untuk menemukan permata tanpa harus merogoh kocek adalah motivasi utama. Namun, tidak semua yang berkilau itu emas, dan tidak semua yang gratis itu patut disimpan. Ada kalanya, keputusan terbaik adalah melewatkan kesempatan emas tersebut, demi kebaikan koleksi _game_ dan mungkin, juga akal sehat pengguna.
Game yang dimaksud ini bernama _Hardest_, sebuah _deck building roguelike_ dari _developer_ dan _publisher_ bernama Rakuel. Sekilas, konsep _game_ ini terdengar menarik bagi penggemar genre strategi kartu. Dengan janji pengalaman membangun _deck_ yang menantang dan elemen _roguelike_ yang selalu menawarkan _replayability_, _Hardest_ seharusnya menjadi daya tarik yang kuat. Namun, seperti _monster_ yang tersembunyi di balik kartu legendaris, ada beberapa kejanggalan yang mulai terkuak dari balik layar.
Secara visual, _Hardest_ memang terlihat cukup familiar, terutama bagi mereka yang tumbuh besar dengan serial populer _Yu-Gi-Oh!_. Inspirasi dari _game_ kartu ikonik tersebut terlihat jelas dalam desain karakter dan kartu-kartunya. Sayangnya, inspirasi ini justru menjadi awal dari masalah yang cukup serius. Visual yang sekilas tampak menawan ini ternyata menyimpan rahasia kelam yang bisa membuat banyak _gamer_ mengernyitkan dahi.
## Ketika Inspirasi Berubah Jadi ‘Minjem’ Tanpa Izin
Masalah pertama yang mencolok dari _Hardest_ adalah kualitas dan asal-usul _artwork_ yang digunakan. Hampir semua gambar dalam _game_ ini tampak jelas hasil dari _generasi AI_, sebuah praktik yang semakin sering menuai kontroversi dalam industri kreatif. Penggunaan AI untuk menghasilkan _artwork_ seringkali menghasilkan gambar yang terasa “tidak pas” atau memiliki detail yang aneh, dan _Hardest_ tampaknya tidak luput dari kritik ini. _Gamer_ yang teliti pasti akan menemukan kejanggalan dalam setiap ilustrasinya.
Lebih parahnya lagi, penggunaan _artwork_ AI tersebut tidak berhenti pada isu kualitas saja. Banyak dari desain kartu dan karakter yang terlihat jelas meniru, atau bahkan secara terang-terangan menjiplak, ilustrasi dari kartu _Yu-Gi-Oh!_ yang sebenarnya. Ini bukan lagi sekadar inspirasi atau _homage_, melainkan lebih menyerupai upaya _copy-paste_ yang malas dengan sedikit modifikasi. Praktik seperti ini tentu saja memicu pertanyaan besar tentang etika dan orisinalitas dalam pengembangan _game_.
## Membongkar Borok Developer: Dari Review Sendiri Hingga Sumpah Serapah
Kejanggalan tidak hanya terbatas pada _artwork_ _game_ saja, melainkan juga merambah ke perilaku sang _developer_. Contoh pertama yang cukup mencengangkan adalah ketika Rakuel memberikan ulasan positif untuk _game_nya sendiri di Steam, bahkan memberikan _rating_ “5/5”. Tindakan seperti ini, meskipun tidak secara langsung melanggar peraturan, jelas menimbulkan tanda tanya besar mengenai integritas dan objektivitas. Hampir semua orang tahu bahwa ulasan jujur datang dari pemain, bukan dari pembuatnya sendiri.
Puncaknya, ada postingan berita di halaman Steam untuk _Hardest_ yang bisa dibilang sangat memalukan. Dalam postingan tersebut, _developer_ Rakuel menyebut Google sebagai “Nazi” hanya karena perusahaannya tidak mengizinkan _game_nya masuk ke Google Play Store. Ungkapan kasar dan tidak profesional ini jelas mencerminkan sikap yang kurang matang dan sangat agresif, menciptakan suasana negatif di sekitar _game_ dan _developer_nya.
## Paradoks Harga $25: Moralitas atau Misi Balas Dendam?
Selain kritik pedas terhadap Google, _developer_ ini juga mengumumkan bahwa _Hardest_ akan mulai dikenakan biaya sebesar 25 dolar di bulan September. Yang lebih menggelikan lagi, ia beralasan bahwa harga tersebut “lebih unggul secara moral karena menguntungkan seluruh ekosistem.” Klaim ini terdengar sangat kontradiktif dan ironis, terutama jika dilihat dari konteksnya. Bagaimana bisa sebuah _game_ yang menggunakan _artwork_ jiplakan AI, dengan _developer_ yang memaki perusahaan lain, bisa mengklaim keunggulan moral?
Faktanya, pernyataan bombastis tentang moralitas dan ekosistem ini muncul tepat setelah Google menolak bandingnya untuk menambahkan _microtransactions_ ke _game_ tersebut di Google Play Store. Jadi, alih-alih sebagai bentuk kepedulian terhadap ekosistem, keputusan untuk mematok harga 25 dolar ini lebih terkesan sebagai upaya balas dendam atau frustrasi atas penolakan tersebut. Transformasi dari _game_ gratis dengan rencana _microtransactions_ menjadi _game_ berbayar mahal dengan alasan moralitas ini sungguh sebuah narasi yang patut diragukan.
## Mending Main Apa Saja, Asal Bukan Ini
Di Steam, ada segudang _game_ gratis yang jauh lebih berkualitas, menarik, dan dibuat dengan etika yang baik. Dari petualangan epik hingga teka-teki menantang, banyak pilihan yang bisa dinikmati tanpa harus mengorbankan integritas atau berurusan dengan drama _developer_. Mungkin sudah saatnya untuk lebih selektif dalam memilih _game_ yang akan ditambahkan ke koleksi.
Pada akhirnya, meskipun _Hardest_ menawarkan dirinya secara gratis untuk sementara waktu, mungkin keputusan terbaik adalah membiarkannya saja. Ada banyak “harta karun” digital di luar sana yang menunggu untuk ditemukan, dan tidak semuanya datang dengan baggage etika atau drama _developer_ yang tidak perlu. Lebih baik alokasikan waktu dan _bandwidth_ internet untuk _game-game_ yang benar-benar layak mendapatkan perhatian, daripada terbuai oleh janji “gratis” yang menyimpan banyak tanda tanya.