Dark Mode Light Mode

Game: Jembatan Gen Z Menuju Budaya Tradisional Indonesia

Siap-siap nostalgia sambil level up pengetahuanmu!

Industri video game di Tiongkok lagi naik daun, bukan cuma soal grafis yang memukau atau gameplay yang bikin nagih, tapi juga karena kemampuannya menghubungkan generasi muda dengan warisan budaya kuno. Lewat immersive digital design dan kolaborasi dunia nyata, game lokal menginspirasi pemain muda untuk rediscover seni tradisional, mendorong pariwisata, dan memperkuat kepercayaan diri budaya. Bayangin, sambil main game, kamu juga belajar sejarah! Keren, kan?

Ketika Game Bertemu Sejarah: Kolaborasi yang Bikin Ketagihan

Salah satu contoh yang paling mencuri perhatian adalah Ashes of the Kingdom, game yang langsung jadi hit setelah rilis di Tiongkok September lalu. Game ini berhasil menarik perhatian penggemar dengan detail dunia Dinasti Han Akhir (25-220) dan Tiga Kerajaan (220-280) yang kaya dan mendalam. Bukan cuma visualnya yang bikin terpukau, tapi juga jalan cerita yang bikin penasaran.

Yangzhou, Provinsi Jiangsu, jadi saksi bisu bagaimana game ini mempengaruhi kehidupan nyata. Para gamer muda berbondong-bondong mengunjungi landmark bersejarah di kota tersebut, seperti Slender West Lake, Ge Garden, dan He Garden, yang diubah menjadi quest hubs yang immersive dalam game. Serasa masuk ke dunia game, tapi nyata!

Kolaborasi ini bahkan menarik ribuan pengunjung yang rela berburu motif lacquerware yang ditampilkan dalam game. Dari pertengahan Mei hingga akhir Juni, proyek ini benar-benar jadi magnet bagi para wisatawan. Jadi, jangan heran kalau selfie di tempat-tempat bersejarah ini mendadak memenuhi timeline media sosial.

“Game ini telah menarik banyak traveler Generasi Z ke Yangzhou untuk menemukan keindahannya melalui lanskap, kuliner, dan tradisinya,” kata Dai Bin, wakil direktur biro budaya dan pariwisata kota. Ini bukti nyata kalau game bisa jadi alat promosi yang efektif.

Museum Jadi Kekinian: Warisan Budaya di Era Digital

Selama Festival Perahu Naga yang berlangsung selama tiga hari, Museum Warisan Budaya Tak Benda Yangzhou menyambut sekitar 20.000 pengunjung setiap hari, dan sebagian besar dari mereka adalah penggemar game. Di bawah bimbingan pengrajin ahli, pengunjung membuat sketsa tatahan dan memoles luodian—juga dikenal sebagai tatahan mother-of-pearl—pada panel kayu, mengubah motif digital menjadi karya seni nyata. Lumayan, kan, bisa belajar bikin kerajinan tangan sambil liburan?

Dai menambahkan bahwa model “game-plus-heritage” ini mengubah landmark budaya menjadi ruang kelas hidup. Jadi, belajar sejarah nggak harus di kelas yang membosankan. Bisa sambil main game dan jalan-jalan!

Data menunjukkan bahwa pencarian online terkait pariwisata budaya kota melonjak 300 persen selama proyek yang berlangsung sebulan itu. Generasi Z benar-benar membanjiri kota untuk merasakan langsung budaya Han. Ini membuktikan bahwa kombinasi game dan budaya bisa jadi daya tarik yang sangat kuat.

Di Balik Layar: Kreator Muda yang Memadukan Sejarah dan Gameplay

Di balik kesuksesan ini, ada tim developer muda yang dengan cerdasnya menjalin sejarah otentik ke dalam gameplay modern. Mereka nggak cuma bikin game, tapi juga experience yang mendalam.

“Kami memilih beberapa fragmen budaya representatif—lacquerware, musik guqin, dan pakaian tradisional—untuk membangkitkan rasa ingin tahu,” kata Xiao Meng, produser Ashes of the Kingdom. Mereka sadar betul bahwa kunci utama adalah membangkitkan rasa penasaran pemain.

“Ini adalah perjalanan dua arah: Kami mengundang pemain masuk dan mereka, pada gilirannya, membawa perspektif baru ke warisan kita bersama,” katanya. Jadi, bukan cuma developer yang berkontribusi, tapi juga para pemain.

Kebijakan Mendukung: Industri Game yang Semakin Berkembang

Kebijakan nasional dan inisiatif pendidikan semakin memicu kegilaan budaya ini. Pada bulan April, Kementerian Perdagangan meluncurkan rencana ekspor game yang menyerukan pengembangan operasi game di luar negeri, perluasan skenario aplikasi, dan pembentukan rantai industri yang mencakup pengembangan IP, produksi game, penerbitan, dan operasi internasional. Ini menunjukkan dukungan pemerintah yang besar terhadap industri game.

Data industri menggarisbawahi momentum ini. Menurut laporan ekspor game Tiongkok 2024, game yang dikembangkan di Tiongkok mencapai penjualan luar negeri sebesar \$18,56 miliar pada tahun 2024, meningkat 13,39 persen dari tahun sebelumnya. Angka yang fantastis, kan?

Pada bulan April tahun ini, Kementerian Pendidikan menyetujui desain seni game sebagai jurusan sarjana di tiga institusi, termasuk Communication University of China dan Beijing Film Academy, dengan kursus yang mencakup psikologi pemain dan pelestarian digital estetika tradisional. Jadi, profesi game developer semakin diakui dan dihargai.

Liang Qiwei, seorang profesor tamu di School of Animation and Digital Arts di Communication University of China dan pendiri S-GAME Beijing, mengatakan, “Teori desain sistematis diperlukan dalam industri game di Tiongkok, dan melalui pendidikan, kami bertujuan untuk menanamkan prinsip-prinsip desain yang lebih profesional dan mendorong pengembangan sektor yang sehat.”

Kunci untuk memanfaatkan sumber daya budaya Tiongkok adalah menyajikannya melalui ekspresi kontemporer yang inovatif, kata Liang. Dengan kata lain, sejarah yang dikemas secara modern akan lebih menarik bagi generasi muda.

Jadi, tunggu apa lagi? Siap-siap download game sambil belajar sejarah!

Add a comment Add a comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Previous Post

<p><strong>Tragedi Selat Bali: Kapal Feri Tenggelam, Puluhan Hilang, Delapan Tewas</strong></p>

Next Post

Siapa Personel U2 Paling Kaya di 2025? Intip Kekayaan Bono, The Edge, Adam Clayton, dan Larry Mullen Jr