Pernahkah terbayang bahwa sebuah kisah epik yang usianya lebih tua dari Wi-Fi dan konsol game pertama bisa mendominasi panggung penghargaan musik modern? Lupakan sejenak algoritma TikTok atau playlist viral terbaru; karena di tengah hiruk pikuk tren digital, sang opera Gilgamesh
justru tampil sebagai bintang utama di ajang bergengsi 2025 Art Music Awards. Acara yang digelar di Sydney pada 21 Agustus ini membuktikan bahwa klasik itu bukan cuma soal nostalgia, melainkan juga inovasi yang sanggup merajai, bahkan mengalahkan ekspektasi para penikmat musik masa kini.
Ketika Epik Kuno Jadi Superstars Awards Show
Art Music Awards sendiri adalah ajang apresiasi yang merayakan pencapaian luar biasa para komposer dan penampil di dunia musik klasik kontemporer, jazz, improvisasi, seni suara elektronik, hingga praktik eksperimental. Ini bukan sekadar penghargaan biasa, melainkan pengakuan atas keberanian artistik yang terus mendorong batas-batas definisi musik. Di sinilah talenta-talenta Australia berkumpul untuk menunjukkan bahwa musik seni itu dinamis, relevan, dan jauh dari kata membosankan.
Tahun ini, sorotan utama tentu saja tertuju pada opera Gilgamesh
. Karya ambisius ini diangkat dari epik Sumeria kuno, yang menceritakan perjalanan seorang raja tiran bernama Gilgamesh. Ia belajar makna kebijaksanaan melalui persahabatan, cinta, dan kehilangan yang pahit selama alur cerita berlangsung. Ini bagaikan drama coming-of-age yang telah ada ribuan tahun sebelum istilah itu sendiri diciptakan, kini hadir dalam balutan melodi dan vokal yang memukau.
Gilgamesh
pertama kali dipentaskan pada tahun 2024, menandai sebuah tonggak sejarah penting. Pementasan perdana tersebut merupakan kolaborasi epik antara Sydney Chamber Opera, Opera Australia, Australian String Quartet, dan Ensemble Offspring. Ini bukan hanya sebuah opera biasa, melainkan proyek ambisius yang menyatukan kekuatan kreatif dari berbagai lini seni musik Australia.
Lebih mencengangkan lagi, Gilgamesh
juga mencetak sejarah sebagai opera pertama yang mengangkat kisah epik ini dalam bahasa Inggris. Teks atau libretto-nya ditulis oleh librettist terkenal, Louis Garrick, yang berhasil menerjemahkan kedalaman kisah kuno ini ke dalam narasi yang resonan. Pemilihan bahasa Inggris membuatnya lebih mudah diakses dan berpotensi menarik audiens yang lebih luas, membuktikan bahwa warisan budaya bisa dihidupkan kembali dengan sentuhan modern.
Tak heran jika Gilgamesh
berhasil memborong sejumlah penghargaan prestisius. Komposer di balik mahakarya ini, Jack Symonds, dianugerahi dua penghargaan sekaligus. Ia meraih kategori Work of the Year: Dramatic untuk Gilgamesh
, serta NSW State Luminary Award atas kontribusinya yang luar biasa pada opera kontemporer Australia. Ini seperti memenangkan MVP dan Lifetime Achievement Award sekaligus dalam satu malam.
Selain itu, pertunjukan Gilgamesh
juga mengantarkan Sydney Chamber Opera, Opera Australia, Australian String Quartet, dan Ensemble Offspring meraih penghargaan Performance of the Year: Notated Composition. Pengakuan ini menegaskan bahwa bukan hanya komposisinya yang brilian, tetapi juga eksekusi panggungnya yang memukau. Ini adalah bukti sinergi sempurna antara visi komposer dan interpretasi para penampil.
Melampaui Batasan Genre: Definisi Art Music yang Makin Luas
Art Music Awards tidak hanya fokus pada opera megah, tetapi juga merayakan keberagaman genre dalam musik seni. Stephen Adams, mantan presenter dan produser ABC Classic yang telah lama menjadi kurator musik Australia, dihormati dengan National Luminary Award. Dedikasinya yang tak tergoyahkan dalam mempromosikan musik Australia telah meninggalkan jejak mendalam, bagaikan seorang DJ legendaris yang playlist-nya selalu jadi rujukan utama.
Dunia jazz juga bersinar terang dengan kehadiran Koi Kingdom. Trio jazz yang menampilkan saxophonist Cheryl Durongpisitkul ini berhasil meraih Work of the Year: Jazz. Cheryl Durongpisitkul, yang juga seorang komposer jazz, menjadi bagian integral dari kemenangan ini. Ini menunjukkan bahwa jazz, dengan segala improvisasinya, tetap menjadi kekuatan kreatif yang tak lekang oleh waktu dan terus berevolusi.
Kontribusi komposer wanita juga terus memberikan dampak signifikan di komunitas seni Australia, mematahkan stigma bahwa dunia musik seni didominasi pria. Anne Cawrse memenangkan Work of the Year untuk Choral Composition, Cathy Milliken untuk Chamber Music, dan Kate Milligan untuk Electroacoustic/Sound Art. Mereka membuktikan bahwa keberagaman suara dan perspektif adalah kunci untuk inovasi tanpa henti.
Tak ketinggalan, Chloe Kim juga mencuri perhatian dengan komposisinya yang unik, berjudul Music for Six Double Bassists
. Karya ini dinobatkan sebagai pemenang Performance of the Year: Jazz/Improvised Music. Bayangkan saja, enam double bass berkolaborasi menciptakan harmoni yang tak biasa, sebuah simfoni yang mungkin belum pernah Anda dengar sebelumnya.
Para Maestro di Balik Layar dan Panggung: Sorotan Individu Berprestasi
Penghargaan tertinggi, Richard Gill Award for Distinguished Services to Australian Music, diberikan kepada dua visioner musik seni, Jon Rose dan Hollis Taylor. Keduanya diakui atas karya-karya mereka yang mendorong batas dan eksplorasi sonik yang revolusioner. Mereka adalah tipikal inovator yang tidak pernah puas dengan status quo, selalu mencari cara baru untuk mendengar dan memahami dunia.
Rose dan Taylor dikenal sering berkolaborasi dalam proyek-proyek inovatif. Salah satu yang paling menarik adalah Great Fences of Australia
. Proyek ini secara harfiah memetakan kualitas akustik dari 35.000 kilometer garis pagar di pedalaman Australia. Ini bukan sekadar musik, melainkan sebuah investigasi ilmiah sekaligus seni yang mengubah infrastruktur sederhana menjadi instrumen raksasa, mengubah outback menjadi studio rekaman terbesar di dunia.
Beberapa penghargaan Excellence juga diberikan kepada proyek-proyek yang menyoroti pentingnya kolaborasi lintas budaya dan praktik artistik dalam musik seni kontemporer Australia. Musica Viva Australia, misalnya, menerima Award for Excellence in Music Education untuk Program Pendidikan Musik Aksesibel mereka. Ini menunjukkan bahwa musik bukan hanya untuk dinikmati, tetapi juga untuk diajarkan dan diakses oleh semua kalangan.
Organisasi seni dan perubahan sosial terkemuka, Big hART, memenangkan Award for Excellence in a Regional Area untuk tur regional Tjaabi: Flood Country
pada tahun 2024. Ini adalah bukti bahwa seni bisa menjadi jembatan untuk memahami isu-isu lokal dan memberikan suara bagi komunitas di daerah terpencil. Aviva Endean, peraih multi-penghargaan, juga membawa pulang Award for Excellence in Experimental Practice untuk karyanya The Breath Becomes The Wind
, menunjukkan bahwa eksperimen adalah jantung inovasi.
Luminary Awards tahunan juga diberikan kepada mereka yang telah memberikan dampak berkelanjutan pada komunitas musik melalui kepemimpinan, praktik artistik, dan perjuangan untuk repertoar Australia. Selain Stephen Adams di tingkat nasional, sejumlah individu dan organisasi di tingkat negara bagian juga diakui atas kontribusi mereka. Mulai dari Luminescence Chamber Singers di ACT untuk program tahunan mereka, hingga Perth International Jazz Festival di WA untuk pertumbuhan festivalnya yang signifikan.
Mengukir Sejarah di Tengah Notasi dan Improvisasi
Upacara penghargaan yang diselenggarakan oleh Australian Music Centre dan APRA AMCOS ini bertempat di City Recital Hall Sydney. Acara tersebut dipandu oleh presenter ABC Classic Drive, Vanessa Hughes, ditemani presenter tamu Nardi Simpson dan Hamed Sadeghi, dengan kurasi musik oleh Sia Ahmad. Suasana penuh apresiasi dan perayaan terasa kuat, menandai momen penting bagi industri musik seni Australia.
Dari kemenangan Gilgamesh
yang membawa kisah ribuan tahun ke panggung modern, hingga pengakuan atas eksperimen sonik dan dedikasi panjang para kurator, Art Music Awards 2025 menjadi bukti nyata. Musik seni Australia tidak stagnan. Ia terus bergerak, berevolusi, dan mengejutkan, membuktikan bahwa inovasi bisa datang dari mana saja—bahkan dari kisah raja tiran yang mencari kebijaksanaan ribuan tahun lalu.