Dark Mode Light Mode

Goblinsmoker: Ulasan Singgasana Abadi Sang Raja, Takhta yang Akan Terus Bertahan

Sobat musik, pernah nggak sih dengerin album yang bikin imajinasi lo terbang ke dunia lain? Bukan cuma sekadar lagu, tapi sebuah cerita utuh yang bikin lo ketagihan dari awal sampai akhir. Nah, kali ini kita bakal bahas album yang exactly kaya gitu, yang bisa bikin lo ngerasa kayak lagi nonton film fantasi sambil headbanging. Siap? Let’s dive in!

Konsep album emang levelnya beda. Mereka nggak cuma nawarin kumpulan lagu, tapi narasi yang terstruktur, lirik yang bermakna, dan aransemen yang pas. Semua elemen harus saling mendukung untuk menciptakan pengalaman mendengarkan yang immersive. Makanya, nge-review album konsep juga butuh pendekatan yang beda. Kita harus nilai nggak cuma dari segi musik, tapi juga dari bagaimana cerita disampaikan.

Nah, di tengah gempuran musik mainstream yang kadang gitu-gitu aja, munculah Goblinsmoker, duo doom metal asal Durham, UK, yang berani menyajikan konsep album yang nggak biasa. Bayangin aja, mereka bikin trilogi album tentang seorang Raja Kodok yang diasingkan dan menghirup asap dari rakyatnya sendiri yang rela membakar diri. Absurd? Mungkin. Tapi brilliant? Absolutely!

Dua album sebelumnya, Toad King dan A Throne in Haze, a World Ablaze, menceritakan tentang terbentuknya pasukan goblin dan kehancuran kerajaan kodok. Sekarang, mereka menutup trilogi ini dengan The King’s Eternal Throne. Jadi, siap-siap buat masuk ke dunia fantasi gelap yang penuh asap dan riff gitar yang berat!

Siap Membakar Diri Demi Musik?

The King’s Eternal Throne ini uniknya dibagi jadi dua bagian yang kontras. Bagian pertama, dari “Shamanic Rites” sampai pertengahan “Burn Him,” terasa berat dan gelap ala Conan di tengah kubangan tar prasejarah. Vokal jarang muncul, dan riff gitar menyeret-nyeret, bikin lo ngerasa kayak lagi ditarik paksa ke dalam lumpur. Kennedy, sang multi-instrumentalis, ngebawain vokal dengan gaya vitriolic, mirip Thou atau Come to Grief.

Liriknya pun nggak kalah ngeri. Kennedy ngebawain lirik tentang intrik dan pengkhianatan di kerajaan kodok dengan penuh emosi. Drummer Michael Guthrie juga nggak mau kalah. Dia ngebawain beat-beat berat yang menggambarkan kebencian Shaman pada Raja Kodok. Musiknya bener-bener powerful dan bisa bikin lo ngerasa ikut terbakar emosi.

“Shamanic Rites” menggambarkan bagaimana Shaman memanipulasi Raja Kodok untuk mencapai tujuannya, yaitu kehancuran total. Sementara “Burn Him” menggambarkan kekerasan dan kemarahan pasukan goblin. Guthrie memukuli drum dengan ganas, sementara Kennedy memainkan gitar dan bass dengan berat, menyeret Raja Kodok menuju tumpukan kayu bakar. Sadis!

Dari Kegelapan Menuju Groove yang Menyenangkan

Nah, di sinilah twist-nya. Setelah Raja Kodok terbakar, semuanya berubah drastis. Musiknya jadi lebih cerah dan upbeat. Di menit ke-6 “Burn Him”, Goblinsmoker bertransformasi dari Bongripper menjadi Truckfighters. Gokil abis! Saat api melalap Raja Kodok, muncul melodi gitar yang ceria dan bass hook yang bakal bikin lo ketagihan.

Shaman berkuasa, dan para goblin menari dengan gembira di tengah asap tebal. Kennedy ngebawain funky axe work yang menghalau kegelapan era Raja Kodok, sementara Guthrie ngebawain beat yang groovy ala hip hop era keemasan. Kombinasi ini menciptakan sound yang unik, nostalgic, dan luas seperti kerajaan goblin yang baru.

Solo bass yang psychedelic menggambarkan bagaimana Shaman menikmati kekuasaan barunya. Musiknya bener-bener infectious dan bisa bikin lo pengen ikut joged bareng para goblin. Gokil abis! Era baru telah tiba, dan Goblinsmoker berhasil menggambarkan euforia dan kebebasan dengan sempurna.

Sedikit Kekurangan, Tapi Tetap Epic

Walaupun album ini keren banget, ada beberapa hal kecil yang sedikit mengganggu. The King’s Eternal Throne relatif pendek, cuma 30 menit. Mungkin karena durasinya yang singkat, beberapa bagian terasa kurang maksimal. Fade-in dan fade-out kadang terasa terlalu lama, bikin lo jadi nggak sabar buat dengerin bagian selanjutnya.

“Toad King (Forest Synth Offering)” adalah rework dari lagu debut Goblinsmoker. Walaupun lagunya bagus, tapi nggak punya nilai naratif yang signifikan. Lagu ini cocok buat jadi palate cleanser setelah menghirup asap pembakaran, tapi melemahkan impact dari “The King’s Eternal Throne” yang seharusnya jadi penutup yang epic.

Goblinsmoker Membuktikan Diri

Menulis album konsep yang sukses, apalagi penutup dari sebuah trilogi, bukanlah hal yang mudah. Tapi Kennedy dan Guthrie berhasil membuktikan diri. Dari riff gitar yang berat di “Shamanic Rites” hingga groove yang ceria di title track, Goblinsmoker berhasil menyampaikan cerita, perubahan tone, dan evolusi musik dengan sempurna.

Beberapa kekurangan kecil nggak bisa menutupi kehebatan album ini. Dengan sedikit sentuhan akhir, album ini bisa jadi masterpiece. Entah ke mana arah musik Goblinsmoker selanjutnya, tapi dengan The King’s Eternal Throne, mereka berhasil menutup legenda Raja Kodok dan membuktikan kemampuan mereka dalam bercerita lewat musik.

Jadi, The King’s Eternal Throne ini bukan cuma sekadar album doom metal. Ini adalah sebuah perjalanan fantasi yang bisa bikin lo ketagihan dari awal sampai akhir. Siap buat masuk ke dunia Goblinsmoker dan menghirup asap pembakaran? Dijamin nggak bakal nyesel!

Key Takeaway: The King’s Eternal Throne adalah penutup trilogi yang memuaskan dari Goblinsmoker, menggabungkan doom metal dengan elemen psychedelic dan groove yang catchy. Album ini membuktikan bahwa Goblinsmoker adalah band yang patut diperhitungkan di kancah musik metal modern.

Add a comment Add a comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Previous Post

ROG Strix XG248QSG Ace: Monitor Resmi Sisa Turnamen BLAST Counter-Strike 2 Tahun 2025

Next Post

Mayapada Hospital Surabaya Pelopor Penggunaan Teknologi Canggih Total Knee Replacement Pertama di Indonesia Timur