Dark Mode Light Mode

Google Terus Memperburuk Ponsel Pintarnya: Pertanda Buruk Bagi Konsumen

Dulu, Android terasa seperti kunci kebebasan digital. Sekarang? Rasanya lebih seperti kerja paksa. Kita bertempur dengan notifikasi tiada henti dan bloatware yang tak diundang, melupakan apa yang sebenarnya ingin kita lakukan. Gemini, si asisten AI Google, seolah tak kenal lelah menawarkan “bantuan” yang sering kali tidak membantu sama sekali. Ironis, bukan?

Android: Dulu Open-Source, Sekarang “Penjara” Google?

Android memulai hidupnya sebagai open-source software, memberikan kebebasan bagi siapa saja untuk memodifikasi dan membagikannya. Anda tidak suka Google mengumpulkan data Anda? Install LineageOS, versi Android yang lebih menghargai privasi. Ingin memperpanjang umur smartphone Anda setelah pabrikan menghentikan update? LineageOS hadir sebagai penyelamat. Atau, jika Anda seorang pengacara atau jurnalis yang menangani informasi sensitif, GrapheneOS menawarkan keamanan tingkat tinggi. Bahkan ada Light Phone, yang tidak mengizinkan media sosial atau gaming sama sekali, berjalan dengan versi Android yang disesuaikan.

Namun, Google, yang mengakuisisi Android pada tahun 2005, sepertinya kurang suka dengan opsi. Secara bertahap, mereka mengikis kapasitas open-source Android. Tujuannya? Menciptakan “penjara” di mana mereka bisa memata-matai Anda, mengontrol pengalaman pengguna, dan tentu saja, menghasilkan lebih banyak uang.

Google baru-baru ini merilis kode sumber untuk Android 16 tanpa device trees dan drivers untuk ponsel Pixel mereka. Tanpa ini, smartphone Anda hanyalah pajangan mahal. Bayangkan membeli mobil baru, tetapi tanpa kunci dan buku panduan! Selain itu, pengembangan Android kini dilakukan secara tertutup. Dulu, para developer bisa melihat kode saat ditulis, membuat perubahan, dan mengujinya. Sekarang? Mereka harus menunggu berbulan-bulan. Ini jelas memperlambat siklus pengembangan untuk kompetitor.

Pada tahun 2023, Google menghapus fitur open-source Dialer dan Messaging, menjadikannya proprietary. Artinya, orang lain harus membangun software mereka sendiri untuk menelepon atau mengirim pesan teks dari awal. Seiring berjalannya waktu, fitur-fitur penting seperti kamera, keyboard, dan notifikasi push dipindahkan dari proyek open-source ke “kotak hitam” closed-source Google. Kompetitor harus menghabiskan sumber daya mereka yang terbatas untuk menciptakan kembali roda daripada menerapkan fitur baru. Sungguh pemborosan!

Awalnya, open-source membantu Android bersaing dengan iPhone dan mendominasi pasar smartphone global. Pabrikan dapat dengan cepat mengadaptasinya dan menjual dengan harga lebih rendah. Namun, sekarang setelah mendominasi pasar, Google seolah menarik kembali tangga yang membawanya ke puncak, untuk mencegah kompetisi.

User Experience Merosot: Salah Siapa?

Android secara efektif bukan lagi open-source. Google tidak ingin pengguna pergi. Mereka berusaha memeras lebih banyak uang dari kita, menciptakan pengalaman pengguna yang mengerikan. Contoh paling mencolok adalah pemaksaan AI ke dalam segala hal, meskipun pengguna jelas-jelas tidak menyukainya. Update terbaru memungkinkan Gemini menggunakan Phone, Messages, WhatsApp, dan Utilities, bahkan jika pengguna telah menonaktifkan fitur tersebut secara eksplisit. Lucunya, Gemini sering gagal melakukan tugas-tugas sederhana yang dulu bisa dilakukan oleh Google Assistant. Upgrade kok malah downgrade?

Play Store: Ladang Ranjau Aplikasi?

Play Store dipenuhi aplikasi dan game predator. Banyak dari mereka memeras uang pengguna dengan iklan berlebihan dan micro-transactions. Mobile games sengaja dirancang seperti kasino digital, membuat anak-anak kecanduan judi sejak dini. Kisah anak-anak menghabiskan ribuan dolar untuk game terlalu sering terjadi, menyebabkan masalah keuangan bagi keluarga mereka.

Aplikasi media sosial juga dirancang untuk membuat pengguna terus menggulir layar, sehingga perusahaan dapat menampilkan lebih banyak iklan. Sementara itu, aplikasi e-commerce dan kencan menggunakan berbagai “dark patterns” untuk memanipulasi pengguna agar menghabiskan lebih banyak uang. Bahkan jika pengguna berhasil meletakkan ponsel mereka, aplikasi-aplikasi ini tanpa henti membombardir mereka dengan notifikasi. Mereka berjuang untuk setiap bit perhatian, sehingga mereka dapat memonetisasinya. Hal ini menyebabkan peningkatan yang mengkhawatirkan dalam penggunaan ponsel yang bermasalah.

Kesehatan Mental Terancam: Ponsel Jadi Racun?

Smartphone telah menjadi racun bagi kesehatan mental. Penelitian menunjukkan bahwa penggunaan smartphone berlebihan terkait dengan depresi, kecemasan, insomnia, dan masalah kesehatan mental lainnya pada orang dewasa dan anak-anak. Satu studi menemukan bahwa penggunaan smartphone adiktif menggandakan risiko pikiran atau perilaku bunuh diri pada anak-anak dan remaja. Google mengendalikan distribusi aplikasi di Android, dan mereka bisa dengan mudah memberlakukan standar untuk mengurangi penyalahgunaan ini, tetapi mereka memilih untuk tidak melakukannya. Mereka mendapat bagian dari setiap transaksi dan tidak peduli jika beberapa orang hancur secara finansial (atau lebih buruk). Nice!

Butuh Alternatif: Open-Source Sebagai Solusi?

Google tahu bahwa mereka tidak populer saat ini, dan itu mungkin salah satu alasan mereka menjauh dari model open-source: untuk mempersulit pengguna untuk beralih. Kita membutuhkan sistem operasi mobile open-source sejati yang melayani pengguna, bukan mengeksploitasi mereka. Satu yang menghormati preferensi pengguna dan tidak mencoba memaksakan “fitur” yang tidak diinginkan. Satu yang memiliki standar untuk aplikasi yang diizinkan di store, untuk melindungi pengguna secara psikologis dan finansial. Satu yang mendorong inovasi nyata alih-alih merusak fitur yang ada. Ada pasar besar yang belum dimanfaatkan di sini.

Google telah menyiksa pengguna cukup lama. Perusahaan mana pun yang menyelamatkan kita dari penderitaan ini akan menghasilkan miliaran, sembari “memakan siang” Google (mengambil pangsa pasar mereka). Intinya? Saatnya mencari alternatif, atau setidaknya, mengurangi ketergantungan kita pada smartphone. Mungkin saatnya kita kembali ke dumb phone dan menikmati hidup tanpa notifikasi tiada henti. Sebuah pemikiran yang menarik, bukan?

Add a comment Add a comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Previous Post

Superman Mengamuk: Pertarungan Maut Melawan Pahlawan DC di Mortal Kombat

Next Post

Rock Bangkit Kembali, 'Becoming Led Zeppelin' Jadi Dokumenter Musik Terbaik