Dark Mode Light Mode

Gunung Kelabu: Konsekuensi dari Gunung Kelabu

Oke, siap! Mari kita bedah album debut Grey Mountain tanpa basa-basi. Siap-siap untuk sedikit kejutan, karena musik ini mungkin akan membuat kamu garuk-garuk kepala… atau malah ketagihan? Mari kita mulai!

Grey Mountain: Debut yang Bikin Penasaran (dan Sedikit Bingung)

Grey Mountain, secara teknis adalah proyek debut, namun sebenarnya ini adalah proyek keempat dari Jon Higgs, sang dalang di balik Eat Lead and Die Music. Band-band Higgs lainnya—Monsterworks, Thūn, dan Moose Cult—semuanya pernah diulas oleh tim Angry Metal Guy, dan seringkali terdengar mirip-mirip. Kehadiran James Garnett, rekan Higgs di Monsterworks, di Grey Mountain tidak banyak membantu mengurangi kekhawatiran akan kesan yang terlalu familiar. Namun, Kishor Haulenbeek, anggota baru di jajaran Eat Lead and Die Music, membawa angin segar. Bisakah kontribusi baru ini membuat Grey Mountain menonjol dari proyek Higgs lainnya? Ini yang jadi pertanyaan utama.

Grey Mountain memang terdengar sangat mirip dengan "keluarga"-nya, lebih ke arah ide progresif dari Monsterworks daripada doomy dari Thūn. Akan tetapi, Haulenbeek memberikan sentuhan unik. Gitarnya memiliki tone yang lebih dissonant, dan suara keseluruhannya jauh lebih raw. Hal ini mengingatkan pada karya awal Opeth, seperti Morningrise. Perbedaannya, jika Opeth sangat teliti dalam penulisan lagu, Grey Mountain terasa jauh lebih bebas, seolah-olah para anggota band sedang jamming bersama daripada menampilkan bagian-bagian yang sudah ditulis sebelumnya. Hasilnya adalah kelonggaran yang menghindari definisi yang mudah.

"Grey Mountain" memang masih masuk kategori doom, tetapi lagu-lagu lainnya memiliki tempo yang lebih cepat dan lebih playful. Album Grey Mountain ini, di atas segalanya, adalah post/prog, tetapi kamu juga akan mendengar beberapa funky bass groove dan bahkan momen-momen spacey psychedelic. Jadi, siapkan diri untuk perjalanan yang mind-blowing.

Melawan Arus: Saat Unpredictability Jadi Kekuatan (dan Kelemahan)

Sifat unpredictable album Grey Mountain berarti bahwa album ini tidak selalu kohesif, tetapi juga tidak pernah membosankan. Gaya bebasnya adalah berkat dan kutukan. Masing-masing anggota band memainkan instrumen mereka dengan sangat baik, tetapi mereka tidak selalu terdengar seperti bermain bersama, seolah-olah bersaing dalam ideologi. Garis dissonant Haulenbeek tidak selalu cocok dengan prog, dan hasilnya jarring dibandingkan dengan suara yang lebih halus dari karya Higgs lainnya.

Namun, gaya bebas ini juga berarti bahwa lagu-lagu tidak terlalu lama membahas satu bagian pun, dan penggunaan ekstensif solo gitar yang rumit membuat semuanya tetap bergerak maju. Hasilnya adalah pengalaman yang rewarding sekaligus membuat frustrasi. Dalam dua kasus ("Hermitage," "Living Mythology"), sebuah lagu akan mulai membangun momentum dengan riff yang sangat catchy, hanya untuk kemudian melempem karena kurangnya arah. Rasanya seperti makan makanan enak tapi bumbunya kurang pas.

Vokal yang Bikin Merinding (Bukan Karena Bagus)

Masalah terbesar yang menghambat Grey Mountain, bagaimanapun, adalah vokalnya. Saat kepala saya mulai mengangguk mengikuti pembukaan "Grey Mountain," vokalis utama tiba-tiba menjerit yang terdengar seperti seseorang merekam kukunya menggaruk papan tulis. Grey Mountain menggunakan pendekatan dua vokalis (Higgs dan Haulenbeek sama-sama mendapat kredit), tetapi sulit untuk membedakan siapa siapa karena tidak ada yang terdengar seperti mereka di album lain. Satu penyanyi menggunakan geraman death metal berotot yang cocok dengan lagu-lagu tersebut.

Masalahnya bukan hanya karena serangan vokal utama itu buruk, tetapi kedua penyanyi itu tidak konsisten. Vokalis utama kadang-kadang kehilangan jeritannya dan sebenarnya terdengar lumayan ("Hermitage"), sementara kehadiran vokal harsh kehilangan tenaga di paruh kedua album. Biasanya saya tidak terganggu oleh vokal ekstrem, tetapi di sini mereka terdengar begitu off-pitch sehingga membuat saya bergidik. Jujur, saya butuh permen setelah mendengar jeritan-jeritan itu.

Grey Mountain: Potensi yang Belum Tergali Sepenuhnya

Mendengarkan Grey Mountain, jelas bahwa band ini bersenang-senang membuat album ini; mereka bahkan sedang berbicara tentang menulis rekaman Grey Mountain lainnya. Mungkin yang mereka butuhkan adalah waktu tambahan untuk menulis musik bersama untuk menciptakan suara yang lebih kohesif (dan tolong hilangkan jeritan-jeritan itu). Kehadiran Haulenbeek mungkin belum sepenuhnya memindahkan Higgs dari payung suara inti Monsterworks/Thūn/Moose Cult-nya, dan mungkin itu tidak apa-apa karena suara prog memungkinkan variasi yang sangat besar.

Meskipun Grey Mountain mungkin terdengar, pada intinya, seperti band-band lain itu, ia memiliki cukup nuansa sendiri untuk memberinya identitasnya sendiri. Sayangnya, Grey Mountain tidak lolos dari penerimaan campuran label di AMG, tetapi mereka menunjukkan cukup janji untuk mematahkan cetakan di lain waktu. Dengan sedikit polesan lagi, mereka bisa jadi permata tersembunyi.

Jadi, apa kesimpulannya? Grey Mountain adalah album yang challenging, unpredictable, dan terkadang membuat frustrasi. Tapi, di situlah letak daya tariknya. Jika kamu mencari sesuatu yang out of the box dan tidak takut dengan sedikit kekacauan, mungkin album ini cocok untuk kamu. Siapa tahu, kamu malah jadi fans beratnya?

Add a comment Add a comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Previous Post

PCI-SIG Merilis Spesifikasi PCIe 7.0: Era Baru Transfer Data Dimulai

Next Post

Listrik dari Sampah untuk Biayai Tanggul Raksasa: Gagasan Pramono