Dulu, beli kaset metal itu sama deg-degannya kayak mau nembak gebetan. Mikir keras, uang jajan cukup nggak ya? Begitu kebeli, diputer terus sampai bosen, liriknya dihafalin di luar kepala. Sekarang? Tinggal scroll Spotify. Praktis, sih, tapi… ada yang hilang. Bener nggak?
Era digital memang mengubah banyak hal, termasuk cara kita mengonsumsi musik. Dulu, band idola itu misteriusnya minta ampun. Sekarang, kita bisa lihat mereka lagi makan apa, bahkan sebelum mereka sendiri sempet upload di Instagram. Tapi apakah kemudahan ini justru mengurangi sense of wonder kita terhadap musik? Mari kita bahas lebih dalam.
Dulu VS Sekarang: Nostalgia Era Vinyl dan Playlist Zaman Now
Ihsahn, frontman band black metal legendaris EMPEROR, baru-baru ini mengungkapkan pandangannya tentang evolusi industri musik. Beliau bilang, dulu kita punya waktu untuk membangun relationship dengan band atau artis. Kita rela nabung demi beli album vinyl, dan setiap album punya cerita tersendiri. Sekarang, semua serba cepat, serba instan.
Dulu, pilihan musik nggak sebanyak sekarang. Anak muda zaman old biasanya cuma punya dua pilihan: BEATLES atau ROLLING STONES. Sekarang? Jutaan lagu tersedia di ujung jari. Akses yang mudah ini memang memudahkan kita menemukan musik baru, tapi juga bikin kita jadi gampang skip lagu. Kita jadi nggak punya emotional investment yang sama kayak dulu.
Ihsahn juga menyinggung soal pasar musik digital yang saturated. Platform streaming seperti Spotify dan Apple Music memang memudahkan kita menemukan musik baru, tapi juga bikin band-band baru susah untuk menembus pasar. Ibaratnya, kayak nyari jarum di tumpukan jerami. Overwhelming banget!
Dulu, ada gatekeeper berupa perusahaan rekaman yang menyaring kualitas musik. Sekarang, siapa saja bisa upload musik mereka di platform streaming. Bayangin aja, kamu bisa rekam suara kentut terus upload di Spotify. No judgement, sih, tapi… you get the point.
Tapi, jangan salah paham. Ihsahn juga mengakui manfaat era digital. Dia senang bisa mengakses musik-musik lama yang udah nggak dia punya secara fisik. Dia juga bisa dapat rekomendasi musik baru yang mungkin nggak akan dia dengar kalau nggak ada platform streaming. Jadi, ada sisi positif dan negatifnya, ya.
Tantangan Band Zaman Sekarang: Bertahan di Tengah Gempuran Algoritma
Salah satu tantangan terbesar bagi band-band baru zaman sekarang adalah visibility. Gimana caranya mereka bisa ditemukan oleh pendengar di tengah gempuran jutaan lagu? Algoritma platform streaming punya peran besar dalam hal ini. Band-band harus pintar-pintar memanfaatkan media sosial dan strategi marketing digital lainnya untuk meningkatkan exposure.
Selain itu, band-band juga harus bisa membangun fanbase yang loyal. Di era digital, engagement dengan fans jadi kunci. Band-band harus aktif di media sosial, berinteraksi dengan fans, dan memberikan konten-konten eksklusif. Dengan begitu, fans akan merasa lebih dekat dan lebih invested dengan band tersebut.
Tapi, membangun fanbase yang loyal itu nggak gampang. Dibutuhkan waktu, usaha, dan konsistensi. Band-band harus sabar dan tekun dalam membangun relationship dengan fans. Ibaratnya, kayak nanem pohon. Butuh waktu untuk tumbuh dan berbuah.
Misteri dan Theater: Resep Sukses Band Masa Kini?
Ihsahn juga menyinggung soal pentingnya misteri dan theater dalam musik metal. Dia bilang, dulu band-band seperti KISS dan Alice Cooper punya daya tarik yang luar biasa karena kita nggak tahu banyak tentang mereka. Mereka menciptakan aura misteri yang bikin kita penasaran.
Sekarang, dengan adanya media sosial, misteri itu jadi berkurang. Kita bisa lihat apa yang dilakukan band idola kita setiap hari. Tapi, Ihsahn bilang, orang-orang masih menginginkan sense of theater dan excitement. Itulah kenapa band-band seperti GHOST, SLEEP TOKEN, dan SLIPKNOT bisa sukses. Mereka menggunakan topeng dan kostum untuk menciptakan aura misteri dan drama.
Ihsahn juga memberikan contoh Rob Halford dari JUDAS PRIEST. Dia bilang, Rob Halford adalah orang yang sangat rendah hati di kehidupan sehari-hari. Tapi, ketika dia naik ke atas panggung, dia berubah menjadi Dewa Metal. Kita nggak ingin melihat kerendahan hati di atas panggung. Kita ingin melihat drama, ritual, dan energi yang membara.
Musik Masa Depan: Kembali ke Era Live Performance?
Ihsahn berpendapat bahwa kita mungkin akan kembali ke era live performance. Sebelum era rekaman, musik hanya bisa dinikmati secara langsung. Orang-orang berkumpul di konser dan pertunjukan musik lainnya. Sekarang, dengan kemudahan akses ke musik digital, live performance jadi semakin berharga.
Live performance memberikan pengalaman yang unik dan tak tergantikan. Kita bisa merasakan energi dari band secara langsung, berinteraksi dengan penonton lainnya, dan menciptakan kenangan yang tak terlupakan. Ihsahn berharap agar kecerdasan buatan (A.I.) tidak mengambil alih live performance. That would be the end of the world as we know it.
Jadi, meskipun era digital membawa banyak perubahan dalam industri musik, ada beberapa hal yang tetap relevan. Membangun relationship dengan fans, menciptakan aura misteri, dan memberikan live performance yang memukau adalah kunci untuk bertahan dan sukses di industri musik yang semakin kompetitif ini.
Intinya? Nostalgia boleh, tapi jangan sampai menghambat kreativitas. Adaptasi itu penting, tapi jangan lupakan esensi dari musik itu sendiri: connecting with people. Dan ya, nabung buat beli tiket konser itu masih worth it, kok!