Bali, pulau dewata yang terkenal dengan keindahan alam dan budayanya yang kaya, kini tengah berbenah diri. Bukan hanya soal pariwisata, tapi juga soal keamanan dan ketertiban masyarakat. Terkadang, kehidupan di surga pun perlu sedikit sentuhan realitas agar tetap harmonis, kan?
Bali Tegas: Tidak Butuh Ormas ‘Jagoan' Impor!
Pemerintah Provinsi Bali menegaskan bahwa mereka tidak memerlukan organisasi massa (ormas) yang bertindak seolah-olah menjadi penjaga keamanan, ketertiban, dan perilaku sosial dengan cara-cara premanisme, kekerasan, dan intimidasi. Ini bukan berarti Bali anti-sosial, hanya saja, setiap pihak punya perannya masing-masing.
Bali sudah memiliki sistem keamanan terpadu berbasis desa yang disebut Sipandu Beradat. Sistem ini mencakup pecalang (petugas keamanan tradisional), linmas (perlindungan masyarakat), bhabinkamtibmas (petugas polisi masyarakat), dan babinsa (bintara pembina desa). Semua ini diatur dalam Peraturan Gubernur Bali Nomor 26 Tahun 2020. Bayangkan, keamanan yang sudah terintegrasi dari akar rumput, ngapain lagi impor yang belum tentu cocok?
Gubernur Bali Wayan Koster menyatakan bahwa dengan elemen tradisional dan otoritas negara yang sudah menjaga keamanan dan ketertiban, ormas-ormas yang mengklaim mengembangkan Bali tetapi malah menimbulkan keresahan itu tidak diperlukan. Intinya, kalau datang malah bikin gaduh, mending cari tempat lain.
Pemerintah Provinsi Bali, bersama dengan DPRD, kepolisian, komando militer, kejaksaan, dan aparat keamanan lainnya, memandang ormas-ormas yang dianggap preman dan baru-baru ini menjadi perhatian di media sosial, sebagai sesuatu yang merusak citra Bali sebagai destinasi wisata yang aman. Citra itu mahal, bro!
Sistem Sipandu Beradat yang terpercaya di Bali diresmikan oleh Kapolri pada tahun 2022. Sistem ini menggabungkan unsur-unsur penjagaan negara dan tradisional yang telah bekerja sama dengan baik dan bahkan berpartisipasi dalam acara-acara internasional yang diadakan di Bali.
Penolakan terhadap ormas-ormas yang agresif ini bukan berarti Bali tidak ramah terhadap pendatang. Pulau Dewata ini sudah menjadi rumah bagi 298 ormas yang terdiri dari kelompok-kelompok masyarakat dari berbagai daerah lain di Indonesia. Ini membuktikan bahwa Bali terbuka, tetapi tetap punya filter yang kuat.
Sipandu Beradat: Formula Keamanan Lokal yang Mendunia
Sipandu Beradat adalah wujud kearifan lokal yang dikombinasikan dengan sistem keamanan modern. Pecalang dengan pakaian adatnya bukan hanya hiasan, tapi juga simbol penjaga tradisi dan keamanan. Bhabinkamtibmas dan Babinsa hadir sebagai representasi negara yang siap menindak pelanggaran hukum. Kombinasi ini terbukti efektif dalam menjaga ketertiban di Bali.
Keberadaan pecalang di sini bukan cuma soal pakaian adat yang keren. Mereka punya pengetahuan mendalam tentang adat istiadat dan kondisi sosial masyarakat setempat. Ini memungkinkan mereka untuk mendeteksi potensi masalah lebih dini dan mengambil tindakan preventif sebelum masalah itu membesar. Bisa dibilang, mereka adalah early warning system versi kearifan lokal.
Ormas ‘Garis Keras': Merusak atau Membangun?
Polemik ormas di Bali bukan hanya soal kehadiran GRIB Jaya. Ini adalah isu yang lebih besar tentang batas kebebasan berserikat dan tanggung jawab ormas dalam menjaga ketertiban sosial. Ormas memang memiliki hak untuk berkumpul dan menyampaikan aspirasi, tapi hak itu tidak boleh melanggar hak orang lain.
Gubernur Koster menjelaskan bahwa ormas adalah bagian dari kebebasan berserikat, hak asasi manusia yang dilindungi oleh undang-undang. Namun, ormas wajib menjunjung tinggi nilai-nilai agama, budaya, moral, dan etika, serta menjaga ketertiban umum dan menciptakan kedamaian di masyarakat. Jadi, intinya, jangan mentang-mentang bebas, lalu kebablasan.
Bahkan jika sebuah ormas diizinkan di tingkat nasional, bukan berarti daerah tidak bisa menolaknya, terutama jika ormas tersebut merugikan daerah dan ditentang secara bulat oleh masyarakat, berdasarkan pendapat yang diungkapkan di berbagai media. Ini adalah bentuk otonomi daerah yang patut diapresiasi.
Hingga saat ini, Pemerintah Provinsi Bali telah mendaftarkan 298 ormas yang memiliki SKT, yang bergerak di bidang kesejahteraan sosial, bantuan kemanusiaan, kegiatan kepemudaan, budaya, lingkungan, dan kepentingan nasional. Angka ini menunjukkan bahwa Bali bukan anti-ormas, tapi lebih selektif dalam menerima ormas yang benar-benar bermanfaat.
Gerindra Bali Cuci Tangan?
Sempat muncul kabar simpang siur mengenai keterkaitan Partai Gerindra Bali dengan GRIB Jaya. Hal ini bermula dari beredarnya video pelantikan pengurus GRIB Jaya di Bali dengan latar belakang bendera Partai Gerindra. Namun, DPD Partai Gerindra Bali membantah keterlibatan mereka dalam pendirian ormas tersebut.
Sekretaris DPD Gerindra Bali, Kadek Rambo Budi Prasetya, menyatakan bahwa partainya tidak pernah secara resmi terkait dengan organisasi GRIB. Ketua DPD Gerindra Bali, Made Muliawan Arya, juga menegaskan bahwa partainya terbuka untuk menjalin persahabatan dengan semua ormas di Bali, tetapi secara organisasional, Gerindra tidak memiliki hubungan resmi atau afiliasi dengan GRIB.
Intinya, kehadiran sebuah ormas harus memberikan kontribusi positif bagi masyarakat. Jika ormas hanya menimbulkan keresahan dan mengganggu ketertiban, maka sudah sepatutnya ditolak. Bali sudah punya Sipandu Beradat yang terbukti efektif, jadi buat apa mencari yang lain?
Bali ingin memastikan kehidupan yang terorganisir, tertib, aman, nyaman, damai, sejahtera, dan bahagia bagi masyarakat Bali, serta mendorong industri pariwisata yang berbasis pada budaya, kualitas, dan martabat. Jadi, kalau ada yang coba-coba merusak itu, siap-siap berhadapan dengan benteng Bali yang kokoh.