Mineral Kritis: Peluang dan Tantangan Indonesia di Panggung Global
Pernahkah kamu membayangkan masa depan yang ditenagai oleh baterai dan turbin angin? Atau mungkin robot canggih yang beroperasi dengan presisi tinggi? Di balik semua itu, ada mineral kritis, si pahlawan tanpa tanda jasa yang seringkali terlupakan. Tapi tenang, kita akan membahasnya dengan gaya yang lebih relate dan tentunya, informatif.
Apa Itu Mineral Kritis dan Kenapa Kita Ribut Soal Itu?
Mineral kritis adalah bahan tambang yang esensial untuk teknologi modern, energi bersih, dan bahkan pertahanan negara. Bayangkan lithium, kobalt, nikel, mangan, grafit, logam tanah jarang, dan tembaga. Mereka ini bukan sekadar batu dan logam biasa; mereka adalah bahan bakar untuk revolusi industri 4.0 dan transisi energi global. Pentingnya mereka tak bisa dianggap enteng, bahkan sepenting mantan yang sulit dilupakan.
Mineral Security Partnership (MSP): Klub Eksklusif Tambang Global?
Mineral Security Partnership (MSP) adalah inisiatif yang diprakarsai oleh Amerika Serikat pada tahun 2022. Tujuannya? Mempercepat investasi publik dan swasta dalam rantai pasokan mineral global yang bertanggung jawab. MSP ini seperti "klub" yang beranggotakan 14 negara, termasuk Australia, Kanada, Jepang, Jerman, Finlandia, dan Uni Eropa. Tapi, ada tapinya… negara-negara produsen mineral besar seperti Tiongkok, Rusia, Argentina, Chile, dan Malaysia belum menjadi bagian dari klub ini. India, meskipun diklaim sebagai anggota, seringkali melontarkan kritik yang mewakili kepentingan negara berkembang.
MSP bekerja melalui berbagai kelompok kerja yang berfokus pada proyek. Mereka mengevaluasi kompatibilitas proyek dengan standar ESG (Environmental, Social, and Governance) dan tujuan strategis MSP. Pemerintah mitra dalam MSP berkoordinasi lintas berbagai badan dan departemen, seperti urusan luar negeri, kebijakan ekonomi, energi, perdagangan, pembiayaan pembangunan, dan pembiayaan ekspor.
Fokus utama MSP adalah memastikan proyek-proyek energi berbasis mineral dan logam dikelola dengan praktik teknologi bersih. Ini mencakup seluruh proses, mulai dari penambangan, ekstraksi, pembersihan, pemrosesan, pemurnian, hingga daur ulang. MSP hanya mendukung proyek yang memenuhi standar lingkungan global, meningkatkan nilai lokal, dan memajukan mata pencaharian masyarakat setempat. Intinya, tidak boleh merugikan lingkungan dan masyarakat.
Indonesia di Tengah Pusaran Mineral Kritis: Peluang atau Ancaman?
Indonesia memiliki posisi tawar yang kuat dengan sumber daya mineral kritisnya, termasuk tembaga dan kobalt. Namun, kita juga harus memastikan bahwa praktik pertambangan kita memenuhi standar lingkungan dan hukum yang berlaku. Kerangka regulasi, seperti persyaratan untuk Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dan keterlibatan masyarakat, harus diakomodasi dengan baik.
UU No. 3/2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara juga mengakomodasi aspek pertambangan, termasuk praktik pertambangan yang baik, perlindungan lingkungan, reklamasi, dan kegiatan pasca-penambangan, sesuai dengan prinsip-prinsip ESG. Indonesia juga menerapkan tata kelola yang baik dan transparansi melalui langkah-langkah anti-korupsi.
Dominasi Tiongkok dalam Industri Mineral Kritis: Tantangan Global
Data dari International Energy Agency (IEA) Critical Minerals Market Review 2023 menunjukkan bahwa Tiongkok, Indonesia, dan Chile adalah tiga negara pengolah mineral kritis terbesar di dunia. Tiongkok menguasai produksi dan pengolahan 65% lithium, diikuti oleh Chile (29%) dan Argentina (5%). Indonesia memproduksi 43% nikel, diikuti oleh Tiongkok (17%) dan Rusia (5%). Tiongkok juga memimpin dalam tembaga (42%), kobalt (74%), logam tanah jarang (90%), dan bahkan grafit (100%). Dominasi ini menimbulkan kekhawatiran tentang keamanan pasokan dan persaingan yang adil. Kita semua tahu, terlalu bergantung pada satu sumber itu berbahaya.
Diplomasi Mineral: Mengamankan Investasi yang Bertanggung Jawab
Kunjungan Wakil Menteri Luar Negeri AS untuk Pertumbuhan Ekonomi, Energi, dan Lingkungan, Jose Fernandez, ke Indonesia pada pertengahan Juli 2024 menunjukkan betapa pentingnya Indonesia dalam peta mineral kritis global. Fernandez menekankan pentingnya investasi yang menguntungkan masyarakat, menghormati hukum perburuhan, dan menjunjung tinggi peraturan lingkungan. Ini adalah sinyal yang baik, tapi jangan sampai kita terlena dengan janji manis.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan harapannya agar kemudahan kerja sama antara AS dan Jepang juga berlaku untuk Indonesia. Pemerintah Indonesia dan Fernandez membahas cara mengembangkan mineral kritis dan bekerja sama dalam Forum Mineral yang dapat dikembangkan sebagai platform rantai pasokan. Posisi normatif yang disampaikan oleh Airlangga sudah tepat, yaitu mengutamakan kepentingan nasional.
Indonesia dan MSP: Mengukir Kemitraan yang Setara
Indonesia sebagai negara dengan politik luar negeri yang bebas dan aktif, Presiden terpilih Prabowo Subianto telah mengunjungi berbagai negara seperti Tiongkok, Rusia, dan Turki, serta membuka diri terhadap Amerika Serikat dan Uni Eropa. Sinyal positif ini harus dimanfaatkan oleh pemerintah AS.
Seperti namanya, MSP adalah Kemitraan. Kemitraan menghormati kesetaraan, keseimbangan, diskusi, dan kemauan untuk mendengarkan dan didengarkan. Kemitraan bukanlah pemaksaan persyaratan atau ketentuan sepihak. Ini adalah esensi dari negara dan masyarakat yang beradab dan berdaulat. Indonesia, Amerika Serikat, dan negara-negara lain hidup dan bekerja sama dalam semangat ini. Ingat, kemitraan yang baik itu seperti hubungan yang sehat, saling menguntungkan.
Masa Depan Mineral Kritis Indonesia: Transisi Energi dan Kesejahteraan Rakyat
Mineral kritis adalah kunci untuk masa depan energi bersih dan teknologi canggih. Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi pemain utama dalam rantai pasokan mineral global. Namun, kita harus memastikan bahwa pengembangan mineral kita dilakukan secara bertanggung jawab, dengan memperhatikan lingkungan, masyarakat, dan tata kelola yang baik.
Kuncinya adalah hilirisasi. Dengan mengolah mineral mentah menjadi produk bernilai tambah di dalam negeri, kita dapat meningkatkan pendapatan negara, menciptakan lapangan kerja, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Selain itu, kita juga harus berinvestasi dalam inovasi dan teknologi untuk mengembangkan praktik pertambangan yang lebih efisien dan berkelanjutan.
Dengan strategi yang tepat, Indonesia dapat memanfaatkan peluang mineral kritis untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. Ini bukan hanya tentang menambang dan menjual, tetapi tentang membangun masa depan yang lebih cerah bagi generasi mendatang.