Dark Mode Light Mode

Indonesia Mencabut Batas Usia Kerja: Deregulasi Kelewatan?

Pernah merasa terlalu "berumur" untuk posisi yang kamu idam-idamkan? Jangan khawatir, kamu tidak sendirian! Tapi, ada kabar baik nih. Pemerintah kayaknya mulai mikirin nasib kita-kita yang merasa kalah start gara-gara umur. Cekidot!

Penghapusan Syarat Usia: Harapan Baru Pencari Kerja Indonesia?

Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan (SE Menaker) No. M/6/HK.04/V/2025 tentang Larangan Diskriminasi dalam Proses Rekrutmen Kerja baru-baru ini bikin heboh jagat maya (dan dunia nyata tentunya). Intinya, pemerintah pengen proses rekrutmen itu adil dan gak diskriminatif, termasuk soal umur. Katanya sih, biar semua warga negara Indonesia punya kesempatan yang sama buat kerja. Tapi, beneran efektif gak ya?

Ide ini sebenarnya udah lama jadi perdebatan. Banyak yang ngerasa diskriminasi umur itu nyata banget. Gimana gak, banyak lowongan kerja yang jelas-jelas nyantumin batas usia maksimal. Alhasil, skill dan pengalaman jadi gak relevan. Padahal, pasal 27 ayat (2) UUD 1945 udah menjamin hak setiap warga negara untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak. Ironis, kan?

Direktur Ekonomi Center of Economics and Law Studies (Celios), Nailul Huda, juga setuju kalau penghapusan batas usia ini bisa jadi solusi di tengah maraknya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Kasihan kan, yang udah berumur, tanggungannya banyak, eh malah kena PHK. Dengan gak ada batasan umur, harapannya peluang kerja jadi lebih luas buat semua kalangan.

Tapi, ada tapinya nih. SE Menaker ini menuai pro dan kontra di kalangan ahli hukum. Kenapa? Karena statusnya sebagai Surat Edaran. Dalam hierarki perundang-undangan di Indonesia, Surat Edaran itu gak termasuk kategori hukum yang ngiket masyarakat luas (regeling). Jadi, lebih ke kebijakan internal (beschikking) yang kewenangannya ada di tangan eksekutif (bestuur). Bingung? Sama!

Singkatnya, Surat Edaran ini gak punya kekuatan hukum yang mengikat dan gak ada sanksinya. Jadi, cuma berlaku buat pihak-pihak tertentu aja. Beda sama Undang-Undang yang harus dipatuhi semua orang. Nah, masalahnya, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan gak nyebutin Surat Edaran sebagai bagian dari hierarki hukum. Jadi, secara legalitas, agak abu-abu gitu deh.

Sebagai mahasiswa hukum (yang sok tahu), menurutku sih SE Menaker ini langkah positif, meskipun telat banget. Pasal 5 UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sebenarnya udah melarang diskriminasi umur. Tapi, kenyataannya? Masih banyak perusahaan yang cuek bebek. Padahal, hak untuk bekerja, kesempatan yang sama, perlindungan hukum, dan perlakuan yang adil itu dijamin banget sama hukum, baik di tingkat internasional maupun nasional.

"Penampilan Menarik": Syarat Kerja yang Bikin Geleng-Geleng Kepala

Selain soal umur, satu lagi nih yang sering jadi ganjalan: syarat "penampilan menarik". Seriously? Emang kerjaan jadi beres kalau mukanya kayak artis Korea? Ini juga bentuk diskriminasi, lho! Batasannya juga gak jelas. Apa harus putih, tinggi, kurus, hidung mancung? Kan gak semua orang punya privilege itu.

Diskriminasi ini jelas melanggar hak asasi manusia. Semua orang berhak mendapatkan pekerjaan tanpa memandang fisik. Lagian, kompetensi dan skill itu jauh lebih penting daripada penampilan. Bayangin aja, kalau semua programmer harus ganteng, siapa yang mau ngoding? Dunia programming bisa kolaps!

Pemerintah perlu bertindak tegas soal ini. Bikin aturan yang jelas dan sanksi yang berat buat perusahaan yang masih ngeyel pasang syarat "penampilan menarik". Atau, mungkin kita bikin petisi aja ya? #StopDiskriminasiPenampilan #KerjaItuPentingMukaGak

Revisi UU Ketenagakerjaan: Mungkinkah Jadi Solusi Permanen?

Kabar baiknya, Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Binapenta & PKK) Kementerian Ketenagakerjaan, Darmawansyah, bilang kalau mereka punya dua strategi jitu:

  • Revisi UU Nomor 13 Tahun 2003. Sekarang lagi dikaji tuh biar beneran fix.
  • Bikin peraturan pelaksana dari UU pengganti yang baru. Biar lebih jelas dan gak multitafsir.

Nah, ini yang penting. Kalau UU-nya udah direvisi dan ada aturan yang jelas, diskriminasi umur dan penampilan (semoga aja) bisa diberantas tuntas. Tapi, kita juga gak boleh lengah. Kita harus terus ngawasin pemerintah dan perusahaan biar beneran komitmen.

Bukan Sekadar Retorika: Implementasi yang Jadi Kunci

Intinya, SE Menaker ini baru langkah awal. Yang paling penting itu implementasinya. Akankah ada tindakan nyata dan enforceable buat ngilangin diskriminasi umur dan penampilan dalam rekrutmen, atau cuma jadi retorika belaka? Ini yang harus kita kawal bareng-bareng.

Pemerintah harus serius, perusahaan harus patuh, dan masyarakat harus kritis. Jangan sampai kita cuma jadi penonton yang pasrah ngeliat diskriminasi terus merajalela. Kita berhak mendapatkan kesempatan yang sama buat bekerja dan meraih mimpi!

Jadi, gimana? Siap kawal perubahan?

Add a comment Add a comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Previous Post

Scooter Braun Ungkap Hubungannya dengan Justin Bieber Kini di Tengah Rumor Keretakan

Next Post

Saya Takut Padanya: Pengadilan Prancis Mendengar Tuduhan Pelecehan Terhadap Mantan Eksekutif Ubisoft