Dark Mode Light Mode

Indonesia Percepat Keanggotaan OECD: Manuver Geopolitik untuk Keseimbangan

Guys, bayangkan kalau Indonesia punya sticker "Approved by OECD" di jidatnya. Keren, kan? Tapi, ya, prosesnya… panjang dan berliku kayak jalanan Puncak pas weekend.

Indonesia Ngebet Gabung OECD: Apa Artinya Buat Kita?

Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD), or in English, Organisation for Economic Co-operation and Development, adalah klub eksklusif yang isinya negara-negara kaya dan maju. Indonesia lagi berusaha banget nih buat jadi anggotanya. Ibaratnya, kita lagi ngantri masuk lounge VIP, berharap bisa dapat upgrade ekonomi dan prestige. Tapi, beneran worth it nggak sih?

Indonesia sudah mengajukan Initial Memorandum (IM), semacam surat cinta yang super detail tentang seberapa "OECD-able" kita. IM ini tebalnya lebih dari seribu halaman! Isinya tentang keselarasan kebijakan kita dengan standar OECD di berbagai bidang, mulai dari pajak, investasi, sampai lingkungan. Kabarnya sih, internal OECD bilang kita udah 80% kompatibel. Lumayanlah, daripada lumanyun.

Kenapa sih Pengen Banget Jadi Anggota?

Alasannya sederhana: biar ekonomi kita makin kece. Gabung OECD itu kayak dapat stempel kualitas. Investor asing jadi lebih percaya, investasi berkualitas berdatangan, dan citra Indonesia di mata dunia pun terdongkrak. Kita juga berharap bisa lepas dari jebakan negara berpenghasilan menengah. Nobody wants to be stuck there, right?

Selain itu, dengan menjadi anggota OECD, Indonesia akan menjadi negara pertama di Asia Tenggara yang bergabung dengan organisasi ini. Ini akan meningkatkan pengaruh global Indonesia, terutama dalam negosiasi perdagangan dan forum penetapan standar. Bayangkan, kita bisa ikutan nimbrung menentukan arah kebijakan ekonomi dunia!

Prosesnya nggak gampang. Pemerintah harus melakukan banyak perubahan hukum dan regulasi. Peraturan Presiden (Perpres) No. 79/2023 bahkan sudah diterbitkan untuk memformalkan kerangka aksesi ini. Sebanyak 48 kementerian dan lembaga negara dilibatkan dalam penyusunan IM. Ini bener-bener all-hands-on-deck!

PR yang Nggak Enteng: Dari Regulasi Sampai Lingkungan

Tapi, jangan keburu seneng dulu. Masih banyak PR yang harus dikerjain. Pasar tenaga kerja kita masih kaku, sektor informalnya gede banget, dan hukum persaingannya belum matang. Omnibus Law yang kontroversial itu pun masih jadi ganjalan. Kita berharap dengan bergabungnya nanti Indonesia ke OECD dapat menaikkan level up di berbagai sektor.

Benahi Pajak: Nggak Cuma Digitalisasi

Selain itu, rasio pajak terhadap PDB (Produk Domestik Bruto) kita masih rendah banget. Digitalisasi sih oke, pajak karbon juga lumayan, tapi OECD maunya lebih. Mereka pengen kita mengadopsi aturan pajak internasional yang komprehensif. Intinya, jangan sampai ada perusahaan yang ngemplang pajak or else…..

Keanggotaan OECD juga menuntut kemajuan di bidang lingkungan dan sosial. Indonesia masih bergantung banget sama ekspor batu bara, sawit, dan industri ekstraktif. Ini jadi tantangan keberlanjutan. Proses review lingkungan OECD bakal menyoroti kebijakan emisi, laju deforestasi, dan upaya transisi energi kita. No pressure!

Lingkungan Hidup dan Kesenjangan Sosial: Dua Sisi Mata Uang

Secara sosial, kita harus memastikan pembangunan yang inklusif dan mengurangi kesenjangan. Akses ke pendidikan, kesehatan, dan layanan hukum masih belum merata, terutama di daerah terpencil. Semua ini harus masuk dalam agenda reformasi. Jangan sampai ada yang ketinggalan. We are all in this together, right?

Secara politik, pemerintahan baru 2024-2029 harus berkomitmen pada proses aksesi ini. Walaupun prosesnya dirancang untuk tahan banting terhadap transisi politik, implementasi yang efektif tetap butuh komitmen eksekutif yang berkelanjutan.

OECD vs. Realita Indonesia: Bisa Selaras?

Ambisi OECD Indonesia muncul saat negara itu memperkuat hubungan dengan blok ekonomi Barat dan non-Barat. Indonesia adalah anggota pendiri ASEAN, peserta aktif dalam Kerangka Ekonomi Indo-Pasifik (IPEF), dan anggota BRICS. Para analis mencatat bahwa aksesi OECD dapat menandakan kecenderungan ke arah institusi Barat, bahkan ketika Indonesia mempertahankan kebijakan luar negeri non-blok. Jangan sampe double agent ya!

Sekretaris Jenderal OECD Mathias Cormann, selama kunjungannya ke Jakarta pada Februari 2024, memuji kepemimpinan Indonesia di Global South dan potensinya untuk membawa perspektif baru ke OECD. Namun, para kritikus berpendapat bahwa standar OECD dapat bertentangan dengan agenda pembangunan domestik dan realitas politik Indonesia.

Intinya…

Indonesia lagi ngejar upgrade besar-besaran dengan gabung OECD. Ini kesempatan buat mempercepat reformasi struktural, meningkatkan kredibilitas internasional, dan memantapkan posisi kita sebagai pemain utama di antara negara berkembang. Tapi, jalannya panjang dan penuh tantangan. Dari reformasi sektoral sampai transparansi pemerintahan dan regulasi lingkungan, kita harus beneran deliver. Initial Memorandum itu baru permulaan. Empat tahun ke depan bakal jadi ujian berat.

Jadi, siap nggak siap, Indonesia harus ngebut. Aksesi ke OECD ini ibarat maraton, bukan sprint. Hasilnya bakal menguji kapasitas reformasi Indonesia, kelihaian diplomasi, dan ketahanan kebijakan di tengah lanskap global yang makin terfragmentasi. Semoga aja, pas garis finish, kita nggak cuma dapet sticker "Approved by OECD", tapi juga ekonomi yang beneran glow up.

Add a comment Add a comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Previous Post

Album baru Sabrina Carpenter 'Man's Best Friend' rilis Agustus: Ungkap pandangan sinis tentang pria

Next Post

Kuasai Elemen Bersama Thrall di Musim ke-15 Warcraft Rumble