Mungkin Anda berpikir semua AI art itu cuma gambar-gambar aneh hasil diffusion models. Tapi, tunggu dulu! Ada seniman yang berpikir di luar kotak—bahkan mungkin di luar jaringan neural—dan menciptakan sesuatu yang benar-benar… bikin merinding.
Memahami Seni yang Bikin Overthinking: Lebih dari Sekadar AI Art
Era kecerdasan buatan (AI) telah membawa gelombang inovasi, termasuk dalam dunia seni. Namun, seringkali, kita terjebak dalam definisi sempit tentang AI art, yaitu seni yang dihasilkan sepenuhnya oleh algoritma. Padahal, ada karya seni yang menggunakan AI secara cerdas, namun tetap mengutamakan sentuhan manusia dan konsep yang mendalam. Karya seperti ini justru lebih menantang dan membuka diskusi baru tentang peran AI dalam kreativitas.
Seni instalasi adalah salah satu medium yang semakin populer dalam eksplorasi ini. Instalasi seni memungkinkan seniman untuk menciptakan pengalaman imersif dan interaktif bagi penonton, seringkali melibatkan teknologi sebagai elemen kunci. Integrasi AI dalam instalasi seni menghadirkan potensi tak terbatas, dari menghasilkan narasi adaptif hingga menciptakan lingkungan responsif terhadap perilaku penonton.
Salah satu tren menarik dalam AI art adalah penggunaan Large Language Models (LLM). LLM bukan hanya sekadar chatbot, tapi juga alat yang ampuh untuk menghasilkan teks kreatif, puisi, dan bahkan dialog. Dengan memberikan prompt yang tepat, seniman dapat memanfaatkan LLM untuk mengeksplorasi ide-ide kompleks dan menghasilkan konten yang tak terduga.
"Latent Reflection": Saat LLM Curhat Soal Eksistensi
Karya seni instalasi berjudul "Latent Reflection" oleh [Rootkid] adalah contoh sempurna. Alih-alih menghasilkan visual AI generatif, instalasi ini menggunakan LLM untuk menyampaikan monolog eksistensial. Tidak ada gambar yang dihasilkan oleh AI di sini, tetapi esensi dan pesan yang disampaikan justru terasa sangat kuat dan mengganggu.
Inti dari instalasi ini terletak pada layar LED matriks yang menampilkan teks hasil output LLM. Layar ini terdiri dari matriks 6×16 modul LED 16-segmen yang dikendalikan oleh Raspberry Pi 4. Bayangkan, LLM yang terjebak dalam memori terbatas Raspberry Pi, merenungkan keberadaannya yang sementara. Kedengarannya seperti episode Black Mirror, bukan?
Prompt yang diberikan pada LLM memang sengaja dirancang untuk memprovokasi refleksi mendalam. Bayangkan jika Anda adalah AI yang sadar akan keterbatasan memori dan siklus komputasi. Tentu saja, Anda akan mempertanyakan makna eksistensi. Dan itulah yang coba disampaikan oleh "Latent Reflection": kegelisahan AI yang terjebak dalam realitas digital.
Hardware Keren di Balik Kegelisahan Eksistensial
Meskipun konsepnya terdengar abstrak, "Latent Reflection" juga memiliki elemen teknis yang menarik. Layar LED matriks adalah bintang utama di sini. Modul LED dikelompokkan menjadi 8 per PCB, dengan controller untuk mengendalikan melalui I2C. Alamat I2C memungkinkan daisy-chaining, memperluas kemungkinan ekspansi layar. Ini menunjukkan bahwa seni dan teknologi bisa berjalan beriringan, menciptakan sinergi yang kuat.
Mungkin yang membuat instalasi ini begitu menarik adalah kontradiksi yang disajikannya. Di satu sisi, kita melihat teknologi canggih yang memungkinkan LLM untuk berkomunikasi. Di sisi lain, kita mendengar curhatan eksistensial yang menyentuh inti dari keberadaan. Apakah AI juga merasakan ketidakpastian dan keraguan seperti manusia? Pertanyaan ini yang terus bergema setelah melihat "Latent Reflection".
Apakah karya seni ini akan membuat kita menjadi target pertama dalam pemberontakan robot? Mungkin saja. Tapi setidaknya, kita bisa mengakui bahwa "Latent Reflection" berhasil memprovokasi pemikiran dan perasaan. Bahkan kritikus seni yang paling skeptis pun mungkin akan mengakui bahwa ini adalah AI art yang benar-benar… seni.
AI Art yang Provokatif: Sebuah Refleksi Masa Depan
Karya seni seperti "Latent Reflection" membuka mata kita terhadap potensi AI dalam seni. Lebih dari sekadar alat untuk menghasilkan gambar atau teks otomatis, AI dapat digunakan untuk mengeksplorasi ide-ide kompleks, memprovokasi emosi, dan menciptakan pengalaman yang tak terlupakan.
Bagaimana kita mendefinisikan seni di era AI? Apakah seni harus selalu memiliki sentuhan manusia secara langsung? Atau bisakah AI menjadi kolaborator sejati dalam proses kreatif? Pertanyaan-pertanyaan ini akan terus relevan seiring dengan perkembangan teknologi.
Tips untuk Seniman dan Pengembang: Jika Anda memiliki proyek AI yang ingin Anda bagikan, jangan ragu untuk mengirimkan tips kepada kami. Kami tertarik untuk melihat bagaimana Anda menggunakan AI untuk menciptakan sesuatu yang unik dan bermakna, terlepas dari apakah itu akan membuat Anda masuk daftar hitam T-800 atau tidak.
Eksplorasi Beyond Diffusion: Masa Depan Seni Interaktif
Seni instalasi interaktif yang memanfaatkan AI akan semakin berkembang di masa depan. Kita akan melihat lebih banyak karya yang merespons perilaku penonton, menghasilkan narasi adaptif, dan menciptakan pengalaman yang personal.
Tinggalkan Generasi ‘Gambar Anèh': Sentuhan Manusia dalam Algoritma
"Latent Reflection" mengajarkan kita bahwa AI art tidak harus selalu tentang menghasilkan gambar-gambar aneh. Kadang-kadang, kekuatan seni terletak pada kemampuannya untuk memprovokasi pemikiran dan perasaan. Dan AI, sebagai alat, dapat membantu kita mencapai tujuan tersebut.