Jakarta Siap Gelontorkan Dana Triliunan Rupiah untuk Tanggul Laut Raksasa: Antara Ambisi dan Kritik
Jakarta, kota metropolitan yang kita cintai (atau kadang sebalin), kembali menjadi pusat perhatian. Bukan karena macetnya yang legendaris, tapi karena proyek ambisius tanggul laut raksasa yang kabarnya akan menelan dana hingga triliunan rupiah. Bayangkan, uang sebanyak itu bisa buat beli kopi kekinian se-Jakarta, atau mungkin bangun server yang beneran kuat buat internetan lancar. Tapi, mari kita bahas lebih dalam, daripada cuma mikirin kopi.
Proyek ini memang bukan barang baru. Ide untuk membangun tanggul laut guna melindungi Jakarta dari banjir rob dan penurunan tanah sudah lama bergulir, bahkan sejak era kaset masih berjaya. Tapi, baru-baru ini, Presiden Prabowo secara resmi memasukkannya sebagai proyek strategis nasional melalui Peraturan Presiden No. 12/2025. Status ini tentu saja mempermudah proses perizinan dan pembebasan lahan, ibarat jalan tol buat birokrasi.
Gubernur Jakarta, Pramono Anung, tampaknya siap mendukung penuh inisiatif ini. Kabarnya, Jakarta akan mengalokasikan sekitar Rp 5 triliun setiap tahunnya untuk mendanai proyek tersebut. Angka yang fantastis, setara dengan biaya liburan keliling dunia selama beberapa generasi. Tapi, Pramono menekankan bahwa ini adalah proyek jangka panjang yang penting untuk masa depan Jakarta.
Anggaran fantastis ini berasal dari APBD Jakarta yang mencapai Rp 91.34 triliun tahun ini, tertinggi sepanjang sejarah. Dengan anggaran sebesar itu, Jakarta memang punya kapasitas finansial untuk berkontribusi. Tapi, muncul pertanyaan, apakah dana sebesar ini memang prioritas yang paling tepat, mengingat tantangan lain yang dihadapi Jakarta, seperti kemacetan, sanitasi, dan pendidikan?
Tanggul laut ini direncanakan membentang sekitar 500 kilometer, dari Banten hingga Jawa Timur, dengan perkiraan biaya mencapai $80 miliar selama 20 tahun. Tujuan utamanya jelas: mengatasi banjir rob dan penurunan tanah, yang dilaporkan mencapai hingga 15 sentimeter per tahun di beberapa wilayah Jakarta Utara. Kalau tidak ditangani, bisa-bisa kita semua pindah ke puncak gunung.
Namun, di balik ambisi dan janji perlindungan, proyek ini juga menuai kritik tajam. Para pemerhati lingkungan khawatir bahwa pembangunan tanggul laut akan merusak ekosistem pesisir dan mengancam kehidupan masyarakat lokal. Mereka berpendapat bahwa solusi yang lebih berkelanjutan adalah dengan memprioritaskan restorasi ekosistem mangrove.
Jeanny Sirait dari Greenpeace Indonesia bahkan menyarankan agar pemerintah lebih fokus pada pembangunan tanggul sementara skala kecil dan restorasi mangrove secara bersamaan. Menurutnya, pembangunan tanggul permanen yang mahal bisa membebani anggaran Jakarta dan berpotensi menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan dan masyarakat.
Tanggul Laut Jakarta: Solusi Instan atau Bumerang Lingkungan?
Pertanyaan besar yang muncul adalah, apakah tanggul laut ini benar-benar solusi yang tepat sasaran? Elisa Sutanudjaja dari Rujak Center for Urban Studies menyoroti pentingnya mengatasi akar masalah penurunan tanah terlebih dahulu. Menurutnya, membangun tanggul di tengah laut tanpa menyelesaikan masalah utama sama saja dengan membangun istana pasir di tepi pantai.
Dampak Sosial Ekonomi: Siapa yang Untung, Siapa yang Buntung?
Proyek sebesar ini tentu akan berdampak besar pada masyarakat, baik secara positif maupun negatif. Di satu sisi, tanggul laut diharapkan dapat melindungi permukiman dan infrastruktur dari banjir rob. Di sisi lain, pembangunan proyek ini berpotensi menggusur masyarakat pesisir dan mengganggu mata pencaharian nelayan. Penting untuk memastikan bahwa proyek ini memberikan manfaat yang merata dan adil bagi semua pihak.
Suara Masyarakat: Setuju atau Tidak Setuju?
Tidak semua warga Jakarta sepakat dengan proyek tanggul laut ini. Sebuah survei yang dilakukan oleh Destructive Fishing Watch (DFW) menunjukkan bahwa 56 persen responden tidak setuju dengan proyek tersebut, karena khawatir akan kerusakan lingkungan dan dampaknya terhadap masyarakat pesisir. Ini menunjukkan bahwa pemerintah perlu lebih gencar melakukan sosialisasi dan mendengarkan aspirasi masyarakat sebelum melanjutkan proyek ini.
Anggaran Triliunan: Prioritas yang Mana?
Dengan anggaran sebesar Rp 5 triliun per tahun, pemerintah Jakarta perlu mempertimbangkan secara matang prioritas pembangunan. Apakah dana sebesar ini lebih baik dialokasikan untuk mengatasi masalah banjir rob dengan solusi yang lebih berkelanjutan, seperti restorasi mangrove dan perbaikan sistem drainase? Atau, apakah dana ini lebih dibutuhkan untuk mengatasi masalah lain yang mendesak, seperti kemacetan, kemiskinan, dan pendidikan?
Masa Depan Jakarta: Tanggul Laut atau Mangrove?
Keputusan untuk membangun tanggul laut atau memprioritaskan restorasi mangrove bukanlah pilihan yang mudah. Keduanya memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Pemerintah perlu mempertimbangkan secara cermat semua aspek, baik dari segi teknis, ekonomi, sosial, maupun lingkungan, sebelum membuat keputusan akhir. Yang jelas, masa depan Jakarta ada di tangan kita semua.
Yang perlu diingat, Jakarta ini kota kita bersama. Pembangunannya harus menguntungkan semua pihak, bukan cuma segelintir orang. Jadi, mari kita pantau terus proyek ini, dan jangan ragu untuk menyuarakan pendapat kita. Siapa tahu, suara kita bisa jadi penentu masa depan Jakarta.