Dark Mode Light Mode

Jakarta Incar Status 50 Kota Global Teratas pada 2030, Apa Dampaknya

Bayangkan Jakarta di tahun 2030: bukan cuma macetnya yang mendunia, tapi juga inovasinya! Gubernur Pramono Anung punya visi besar, menjadikan Jakarta masuk jajaran 50 besar kota global. Pertanyaannya, mungkinkah mimpi ini jadi kenyataan, atau hanya sekadar wacana ambisius di tengah kemacetan dan masalah klasik perkotaan?

Jakarta memang punya tantangan segudang. Dari infrastruktur yang membutuhkan sentuhan cinta hingga birokrasi yang kadang bikin geleng-geleng kepala. Tapi, di balik itu semua, ada potensi besar yang belum sepenuhnya dimanfaatkan. Kota ini punya energi anak muda yang luar biasa, kreativitas yang tak terbatas, dan semangat untuk terus berkembang.

Gubernur Pramono sadar betul akan hal ini. Ia mengakui bahwa Jakarta perlu berbenah diri, dan perubahan itu harus dimulai dari internal. Bukan sekadar ganti cat trotoar, tapi perubahan mendasar dalam sistem dan pola pikir. Tujuannya jelas: menjadikan Jakarta kota global yang berakar kuat pada pendidikan dan kesetaraan.

Saat ini, Jakarta berada di peringkat ke-74 dari 156 kota dalam Kearney Global Cities Index 2024. Jauh tertinggal dari New York, London, Paris, Tokyo, dan Singapura yang menduduki posisi puncak. Tapi, jangan berkecil hati! Masih ada waktu enam tahun untuk mengejar ketertinggalan.

Pramono tak gentar mengambil langkah-langkah berani, bahkan yang mungkin tidak populer. "Saya tidak takut kontroversi. Jika seseorang harus menerima pukulan untuk perubahan, saya akan melakukannya," ujarnya. Wah, ini baru namanya pemimpin yang siap pasang badan! Sementara itu, wakilnya akan fokus pada inisiatif yang lebih populer, alias yang bikin rakyat senang. Strategi yang cerdik, bukan?

Fokus utama transformasi Jakarta adalah pendidikan, tata kelola pemerintahan, dan investasi. Tiga pilar penting yang akan menopang visi Jakarta sebagai kota global. Tanpa pendidikan yang berkualitas, tata kelola yang transparan, dan investasi yang berkelanjutan, mimpi itu hanya akan jadi angan-angan semata.

Pendidikan menjadi prioritas utama. Program Kartu Jakarta Pintar (KJP) dan Kartu Jakarta Mahasiswa Unggul (KJMU) telah membantu ratusan ribu siswa dan mahasiswa untuk mendapatkan akses pendidikan yang lebih baik. Bahkan, pemegang KJP bisa nongkrong gratis di museum dan tempat rekreasi publik. Lumayan, kan?

Jakarta Pintar: Pendidikan Sebagai Kunci

Pendidikan memang kunci. Gubernur Pramono menekankan bahwa pembenahan masalah dasar seperti pendidikan harus menjadi prioritas utama jika Jakarta ingin masuk 50 besar, atau bahkan 20 besar kota global. Bayangkan, perpustakaan dan museum buka sampai jam 10 malam! Siap-siap jadi kutu buku dadakan. Dan, jangan khawatir soal ijazah yang bermasalah, karena pemerintah kota sudah menyelesaikan lebih dari 6.600 kasus tahun ini.

Birokrasi Ramping, Investasi Meningkat

Selain pendidikan, tata kelola pemerintahan juga menjadi perhatian utama. Pemerintah kota berupaya merampingkan birokrasi, meningkatkan transparansi, akuntabilitas, dan kredibilitas. Tujuannya adalah membangun kembali kepercayaan publik dan menarik lebih banyak investasi. Siapa sih yang mau investasi di kota yang birokrasinya ribet dan korupsinya merajalela?

Di sektor transportasi, pemerintah kota terus mengembangkan jaringan transportasi publik terintegrasi, termasuk Transjabodetabek, MRT, dan LRT. Tujuannya adalah mengurangi kemacetan dan membuat Jakarta lebih ramah lingkungan. Semoga aja nanti MRT-nya nggak penuh sesak pas jam berangkat dan pulang kerja.

Jurus Jitu Tarik Investor

Pramono menyoroti rendahnya Foreign Direct Investment (FDI) Jakarta dibandingkan dengan kota-kota tetangga seperti Singapura dan Kuala Lumpur. Padahal, potensi Jakarta sangat besar. "Kita tidak bisa terus bergantung hanya pada pajak, retribusi, dan dividen. Kita butuh pola pikir baru untuk membiayai pembangunan," ujarnya.

Sebagai bagian dari perubahan tersebut, pemerintah kota berencana meluncurkan Jakarta Collaboration Fund untuk menarik modal dari sektor swasta. Selain itu, perusahaan-perusahaan milik daerah (BUMD) juga didorong untuk mempersiapkan Initial Public Offering (IPO) untuk meningkatkan kapitalisasi dan kinerja bisnis. Strategi ini diharapkan dapat mendongkrak investasi di Jakarta.

Data dari Kementerian Investasi menunjukkan bahwa Jakarta mencatat total investasi sebesar Rp 241,9 triliun pada tahun 2024. Angka ini terdiri dari Rp 128,4 triliun investasi dalam negeri (PMDN) dan Rp 113,5 triliun investasi asing langsung (PMA). Memang sudah lumayan, tapi masih jauh dari cukup untuk mewujudkan visi Jakarta sebagai kota global.

Status Hukum Jakarta: Antara Ibu Kota dan Bukan Ibu Kota

Satu hal lagi yang menjadi perhatian Pramono adalah status hukum Jakarta. Meski Undang-Undang Nomor 2/2024 telah mengamanatkan pemindahan ibu kota ke Nusantara, Jakarta masih berstatus sebagai ibu kota Indonesia. Rancangan Peraturan Presiden (Perpres) tentang pemindahan ibu kota, yang juga ia kontribusikan, belum juga ditandatangani. Agak membingungkan ya? Tapi, yang jelas, kepastian hukum sangat penting untuk menarik investasi dan mewujudkan visi Jakarta sebagai kota global.

Jakarta punya potensi besar untuk menjadi kota global yang disegani. Dengan fokus pada pendidikan, tata kelola pemerintahan yang baik, dan investasi yang berkelanjutan, bukan tidak mungkin Jakarta bisa masuk jajaran 50 besar kota global pada tahun 2030. Asalkan macetnya bisa diatasi, dan birokrasinya nggak bikin pusing investor. Mungkinkah? Waktu yang akan menjawab. Yang pasti, Gubernur Pramono Anung sudah meletakkan fondasinya. Tinggal bagaimana kita semua ikut berkontribusi untuk mewujudkan mimpi ini.

Add a comment Add a comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Previous Post

Mantan Asisten Diddy Ungkap Rapper Ingin Bunuh Kid Cudi karena Cassie

Next Post

GEM Tiongkok Investasi Rp128 Triliun di Kalimantan, Dorong Daur Ulang Baterai