Dark Mode Light Mode

Jaket Merah Karina aespa: Mode atau Pesan Politik Tersembunyi?

Siapa sangka, sebuah jaket bisa memicu badai di dunia maya? Di era digital ini, fashion statement bisa diartikan lebih dari sekadar gaya berpakaian, apalagi kalau melibatkan figur publik. Inilah yang terjadi pada Karina aespa, dan plot twist-nya, jaket yang sama juga pernah dipakai oleh Dua Lipa. Jadi, apa yang sebenarnya terjadi? Mari kita selami lebih dalam drama fashion-meets-politics ini.

Kronologi ‘Jaket Merah' Ala Karina

Beberapa waktu lalu, Karina memposting foto di Instagram mengenakan jaket windbreaker hitam-merah dengan angka ‘2' di bagian depan. Sekilas, jaket yang trendy dan stylish. Masalahnya? Korea Selatan sedang dalam suasana politik yang sensitif, terutama menjelang pemilihan presiden. Angka dan warna, apalagi merah, bisa diasosiasikan dengan partai politik tertentu. Jadi, voila! Kontroversi pun meledak.

Netizen Korea, yang terkenal jeli (bahkan terkadang overthinking), langsung mengaitkan jaket tersebut dengan simbolisme politik. Warna merah sering dikaitkan dengan partai politik tertentu, dan angka ‘2' bisa merujuk pada kandidat nomor urut 2. Apakah ini dukungan terselubung? Apakah Karina sengaja memilih jaket itu? Pertanyaan-pertanyaan ini membanjiri forum online.

Untuk menambah bumbu, terungkap bahwa Dua Lipa juga pernah mengenakan jaket yang sama. Foto Dua Lipa dengan jaket tersebut diposting pada Oktober 2024. Tentu saja, ini memicu perbandingan. Tapi, banyak yang berargumen bahwa kesamaan ini tidak relevan. "Dua Lipa bukan warga negara Korea," kata mereka, "jadi konteksnya berbeda." Benar juga, ya.

Dua Lipa, Labour Party, dan Percikan Api Politik

Beberapa netizen bahkan sampai menggali latar belakang politik Dua Lipa. Diketahui bahwa penyanyi Inggris-Albania itu adalah pendukung Labour Party di Inggris. Labour Party dikenal dengan warna merahnya. Jadi, ada yang berspekulasi bahwa Dua Lipa memakai jaket itu untuk menunjukkan dukungan tidak langsung, meskipun fotonya tidak diposting selama periode pemilihan di Inggris. Wah, jauh juga ya analisanya.

Namun, inti permasalahannya tetaplah pada Karina. Di tengah iklim politik yang panas, pilihan fashion-nya dianggap kurang hati-hati. Apalagi, dia menambahkan emoji mawar merah di caption fotonya. Mawar merah, lagi-lagi, punya konotasi politik tertentu. Emoji ini seolah menjadi mic drop yang memperkuat spekulasi tentang preferensi politiknya.

Sebagian netizen membela Karina, mengatakan bahwa dia tidak seharusnya menerima hate yang berlebihan. Kritik seharusnya diarahkan pada politisi yang menjadi sumber frustrasi publik. Ada juga yang menunjuk Lee Jun Seok, seorang politisi sayap kanan, yang malah menarik perhatian pada Karina setelah mengomentari dugaan komentar tidak senonoh putra Lee Jae Myung. Drama memang selalu berlapis-lapis.

MAGArina dan ‘Silent Treatment': Analisis Netizen yang Pedas

Respons Karina? Sebuah permintaan maaf singkat di Bubble, platform berbayar untuk fans. Ini pun menuai kritik. Banyak yang merasa permintaan maaf itu tidak tulus dan hanya ditujukan pada fans yang sudah mendukungnya. Beberapa bahkan menjulukinya "MAGArina," mengaitkan warna merah dengan citra konservatif dan pro-Amerika, mirip dengan kasus Leeteuk Super Junior yang terang-terangan mendukung Donald Trump.

Banyak komentar pedas bermunculan. "Masa iya dia tidak tahu apa-apa?" tanya seorang netizen. "Lebih baik diam daripada begini," timpal yang lain. "Lucu sekali mereka bilang itu jaket biasa, tapi cuma nyebut Dua Lipa. Di negara dia mungkin tidak ada artinya, tapi di Korea saat pemilu, jelas beda konteksnya!" Memang, konteks itu segalanya.

Penggunaan emoji mawar pun tak luput dari sorotan. "Kalau memang tidak sengaja, kenapa pakai emoji mawar?" tanya seorang netizen yang skeptis. "Dua Lipa pasti bingung cuma lewat," kata yang lain, sambil tertawa. Bahkan, ada yang kasihan pada Dua Lipa karena namanya ikut terseret dalam pusaran politik Korea.

Antara Innocence dan Political Statement: Batas yang Abu-Abu

Di tengah badai kritik, ada juga suara-suara netral dan pembelaan. Beberapa berpendapat bahwa Karina tidak punya kewajiban untuk mengungkapkan preferensi politiknya. "Apa untungnya dia mengungkapkan dukungannya? Kecuali dia sudah gila atau karirnya terlalu mudah sampai ingin cari masalah," kata seorang netizen. Ada benarnya juga, ya?

Ada juga yang merasa kasihan pada Karina. "Orang-orang sampai mengarang cerita demi mengkritik dia," kata seorang netizen yang bersimpati. Beberapa berpendapat bahwa jaket itu hanyalah merek yang populer, dan kebetulan saja dipakai oleh Dua Lipa. Namun, mayoritas sepakat bahwa respons Karina kurang meyakinkan.

Fashion Statement atau Political Weapon?

Jadi, apa sebenarnya yang terjadi? Apakah Karina benar-benar tidak tahu-menahu tentang implikasi politik dari fashion statement-nya? Atau, apakah dia sengaja mengirimkan pesan terselubung? Kita mungkin tidak akan pernah tahu. Yang jelas, insiden ini menjadi pengingat bahwa di era digital, segala sesuatu bisa dipolitisasi, bahkan sepotong jaket merah. Dan bagi figur publik, awareness terhadap konteks sosial dan politik sangatlah penting. Mungkin ini saatnya public figure punya tim khusus untuk fashion advisory yang juga paham politik?

Pelajaran untuk Influencer dan Brand: Hati-Hati dengan Simbol

Intinya, kasus Karina ini menjadi pelajaran penting bagi influencer, brand, dan figur publik lainnya. Hati-hati dengan simbol dan warna, terutama di saat-saat sensitif. Pahami konteks lokal, dan jangan ragu untuk meminta nasihat dari ahli komunikasi. Reputasi bisa hancur dalam sekejap hanya karena fashion statement yang kurang tepat. Jadi, sebelum memilih outfit, pikirkan baik-baik. Apakah ini fashion statement atau political weapon?

Add a comment Add a comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Previous Post

Penurunan Ekstrem Oksigen Ancam Kepunahan Massal Bumi

Next Post

Anggota DPR Dorong Regulasi Mendesak Pasca Putusan Pendidikan Gratis: Dampak Sosial