Dark Mode Light Mode

Jaksa Jakarta Tahan Eks Pejabat Kominfo, Implikasi Korupsi Pusat Data Terungkap

Siapa sangka, data center yang seharusnya jadi benteng informasi negara, malah jadi arena… ya, Anda tahu sendiri. Mari kita bedah drama PDNS ini!

Kemarin, berita mengejutkan datang dari Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat. Semuel Abrijani Pangerapan, mantan Dirjen Aplikasi Informatika Kominfo, ditangkap. Bukan karena coding yang salah, tapi karena dugaan korupsi proyek Pusat Data Nasional Sementara (PDNS). Ini bukan sinetron, tapi kenyataan pahit yang menghantam dunia digital kita. Selain Semuel, ada juga Bambang Dwi Anggono (mantan Direktur Pelayanan Aplikasi Informatika), Nova Zanda (pejabat pengadaan), Alfi Asman (mantan GM PT Aplikanusa Lintasarta), dan Pinie Pangga Agusti (mantan account manager PT Docotel Teknologi) yang ikut terseret. Singkatnya, ini epic fail dalam tata kelola data negara.

Proyek PDNS ini sebenarnya punya nilai yang lumayan fantastis, sekitar Rp 959 miliar. Uang segitu kalau dibelikan bakso, bisa buat traktir satu Indonesia, mungkin. Tapi, sayang sekali, malah diduga diselewengkan. Rentang waktu dugaan korupsi ini cukup panjang, dari 2019 sampai 2024. Jadi, bisa dibilang ini drama yang sudah lama dipendam.

Menurut hasil investigasi, proyek pembangunan pusat data sementara ini dianggap tidak sesuai dengan Perpres 2018. Perpres itu sebenarnya mengamanatkan pembangunan fasilitas permanen untuk menampung berbagai perangkat IT penting. Kenapa malah bikin yang sementara? Hmmm…

PDNS: Antara Harapan dan Kenyataan Pahit

Intinya, PDNS seharusnya jadi tempat yang aman dan terpercaya untuk menyimpan data-data penting negara. Data kependudukan, data keuangan, data kesehatan, dan lain-lain. Bayangkan kalau data-data ini bocor, bisa kacau balau negara ini. Jadi, PDNS itu ibarat brankas raksasa yang harus dijaga ketat. Tapi, apa daya, malah jadi arena ‘permainan' yang merugikan negara. Ironis, kan?

Modusnya, menurut kejaksaan, adalah dengan mengatur tender sedemikian rupa agar Lintasarta dan Docotel bisa memenangkan proyek-proyek terkait pengembangan PDNS. Lebih lanjut, para tersangka diduga menghilangkan beberapa persyaratan agar perusahaan-perusahaan tersebut bisa lolos tender, meskipun tidak memenuhi standar keamanan data yang dibutuhkan. Double kill, perusahaan menang tender, keamanan data dikorbankan.

Bahkan, kabarnya perusahaan-perusahaan tersebut juga menyubkontrakkan pekerjaan kepada pihak ketiga yang juga tidak memenuhi standar keamanan data. Jadi, bisa dibilang ini rantai ketidakberesan yang sangat panjang. Ini bukan lagi sekadar human error, tapi indikasi kesengajaan yang sangat merugikan negara. Seharusnya, kita sebagai warga negara, berhak tahu bagaimana uang pajak kita dibelanjakan, bukan malah jadi bancakan. Coba bayangkan, uang sebesar itu, kalau dialokasikan untuk pengembangan infrastruktur digital yang benar, pasti hasilnya akan jauh lebih baik. Misalnya, bisa untuk meningkatkan kecepatan internet di daerah-daerah terpencil.

Siapa yang Bertanggung Jawab?

Pertanyaan besarnya adalah, siapa sebenarnya yang paling bertanggung jawab dalam kasus ini? Apakah hanya para tersangka yang sudah ditangkap? Atau ada pihak lain yang juga terlibat? Proses hukum harus berjalan transparan dan adil. Semua pihak yang terlibat, sekecil apapun perannya, harus dimintai pertanggungjawaban. Masyarakat berhak tahu kebenaran.

Dan yang lebih penting lagi, kasus ini harus menjadi pelajaran berharga bagi kita semua. Jangan sampai kejadian serupa terulang kembali di masa depan. Tata kelola proyek-proyek strategis negara, terutama yang terkait dengan teknologi informasi, harus diperbaiki secara menyeluruh. Pengawasan harus diperketat. Transparansi harus ditingkatkan. Akuntabilitas harus ditegakkan. Kita tidak mau lagi mendengar ada proyek yang dijadikan ajang korupsi.

Memastikan Keamanan Data di Era Digital: Lebih dari Sekadar Password Kuat

Keamanan data bukan hanya soal password yang kuat atau firewall yang canggih. Tapi juga soal tata kelola yang baik, proses pengadaan yang transparan, dan pengawasan yang ketat. Kita harus memastikan bahwa setiap proyek terkait data negara dikelola oleh orang-orang yang kompeten, berintegritas, dan punya komitmen untuk menjaga keamanan data.

Selain itu, kesadaran akan pentingnya keamanan data juga harus ditingkatkan di semua tingkatan. Mulai dari pejabat pemerintah sampai masyarakat awam. Kita harus tahu bagaimana melindungi data pribadi kita dari ancaman cyber. Kita juga harus tahu bagaimana melaporkan jika menemukan adanya indikasi pelanggaran keamanan data. Ini adalah tanggung jawab kita bersama.

Belajar dari Kasus PDNS: Langkah Preventif untuk Masa Depan

Kasus PDNS ini memang menyakitkan, tapi kita tidak boleh menyerah. Kita harus belajar dari kesalahan dan berbenah diri. Kita harus memperkuat sistem pengawasan internal di semua lembaga pemerintah. Kita juga harus melibatkan pihak eksternal, seperti akademisi, praktisi IT, dan masyarakat sipil, dalam proses pengawasan. Dengan begitu, kita bisa meminimalisir risiko terjadinya korupsi dan memastikan bahwa data negara aman. Jangan sampai data pribadi kita jadi alat untuk memperkaya diri sendiri.

Mari kita jadikan kasus PDNS ini sebagai momentum untuk membangun tata kelola data negara yang lebih baik. Tata kelola yang transparan, akuntabel, dan berintegritas. Dengan begitu, kita bisa mewujudkan Indonesia yang maju, sejahtera, dan aman di era digital. Intinya, jangan sampai data negara yang seharusnya jadi aset, malah jadi beban karena ulah segelintir orang. Setuju?

Kasus ini menjadi wake-up call bagi kita semua. Bahwa digitalisasi tanpa integritas, hanyalah bencana yang menunggu waktu.

Add a comment Add a comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Previous Post

Miley Cyrus Ungkap Dirinya Masuk ICU Saat Syuting 'Something Beautiful', Ada Apa?

Next Post

Mantan Pengembang Bungie Ungkap Budaya Studio Kacau dan Ambisi Monetisasi