Dark Mode Light Mode

Janji Kemudahan, Kenyataan Berulang: Layanan Pertanahan Digital Indonesia Mengecewakan

Rasanya seperti naik roller coaster, ya? Kita dijanjikan kemudahan digital, tapi malah dapat drama birokrasi. Inilah realita yang dihadapi banyak orang saat berurusan dengan layanan pertanahan online di era modern ini. Janjinya sih manis, tapi praktiknya… ah, sudahlah.

Transformasi digital sektor pertanahan di Indonesia seharusnya menjadi kabar baik. Bayangkan, urusan tanah yang dulu ribetnya minta ampun, sekarang bisa diakses lewat smartphone. Mulai dari pembayaran pajak bumi dan bangunan (PBB), permohonan mutasi (balik nama), hingga pengecekan sertifikat tanah, semuanya dirancang untuk lebih efisien dan transparan.

Proyek digitalisasi pertanahan ini bertujuan untuk mengintegrasikan seluruh layanan ke dalam satu platform terpadu. Tujuannya jelas: memudahkan masyarakat, mengurangi praktik korupsi, dan meningkatkan efisiensi administrasi pertanahan. Kita semua sepakat, kan, kalau urusan tanah ini seringkali bikin pusing tujuh keliling?

Namun, realitanya tak seindah ekspektasi. Banyak warga yang mengeluhkan berbagai masalah, mulai dari kesulitan mengakses layanan online, sistem yang sering down tanpa pemberitahuan, hingga proses yang tetap berbelit-belit meskipun sudah online. Ironis, bukan? Harapannya kemudahan, kenyataannya… ya gitu deh.

Performa Layanan Pertanahan Digital: Antara Harapan dan Kenyataan Pahit

Salah satu masalah utama yang sering dikeluhkan adalah kegagalan dalam pengajuan permohonan. Banyak pengguna yang melaporkan bahwa aplikasi mereka gagal terkirim, tidak menerima konfirmasi pembayaran, atau bahkan tidak mendapatkan tanda terima (bukti pembayaran). Bayangkan sudah capek-capek isi formulir online, eh, malah zonk.

Selain itu, layanan-layanan penting seperti mutasi, pengecekan riwayat hak atas tanah, dan pembayaran pajak seringkali offline tanpa pemberitahuan sebelumnya. Ini tentu saja menyulitkan masyarakat yang membutuhkan layanan tersebut, terutama mereka yang memiliki keterbatasan waktu dan akses. Kita semua tahu, waktu itu money, kan?

Ironisnya, di beberapa kantor pertanahan, perhitungan PBB masih dilakukan secara manual akibat sistem yang error. Ini tentu saja bertentangan dengan semangat digitalisasi yang seharusnya menghilangkan praktik manual yang rentan terhadap kesalahan dan manipulasi. Kalau begini, apa bedanya dengan zaman batu?

Akibatnya, banyak warga yang terpaksa menggunakan jasa calo untuk membantu mereka dalam pengajuan permohonan online. Ini tentu saja menambah biaya dan membuka peluang praktik pungutan liar (pungli). Padahal, tujuan digitalisasi adalah untuk menghilangkan praktik-praktik seperti ini.

Server Down Lagi? Alasan Klasik yang Bikin Geleng-Geleng Kepala

Ketika ditanya mengenai masalah-masalah tersebut, pihak kantor pertanahan biasanya beralasan bahwa terjadi gangguan server atau kesalahan sistem. Alasan ini sudah seperti lagu lama yang sering kita dengar. Tapi, pertanyaannya, sampai kapan kita harus terus mendengar alasan yang sama?

Para ahli berpendapat bahwa akar masalahnya terletak pada perencanaan yang buruk dan kurangnya anggaran untuk pemeliharaan sistem. Sistem yang dibangun tanpa perencanaan yang matang dan tanpa dukungan pemeliharaan yang memadai tentu saja rentan terhadap masalah dan gangguan. Ibaratnya, membangun rumah tanpa fondasi yang kuat.

Mutasi Tanah: Janji 15 Hari, Realitasnya Lebih Lama dari Masa PDKT

Meskipun proyek digitalisasi menargetkan waktu penyelesaian mutasi selama 15 hari, kenyataannya banyak pemohon yang harus menunggu lebih lama, bahkan hingga berbulan-bulan. Situs web layanan pertanahan sendiri menunjukkan bahwa proses mutasi rata-rata memakan waktu 36 hari. Duh, kalah cepat sama proses PDKT zaman sekarang.

Selain itu, banyak juga yang melaporkan bahwa mereka harus melengkapi berbagai dokumen dan bukti riwayat kepemilikan tanah, meskipun sudah memiliki porcha (salinan sertifikat tanah yang sah). Ini tentu saja membuat proses semakin rumit dan memakan waktu. Simple itu mahal, ya?

Investasi Besar, Hasilnya… Masih Perlu Dipertanyakan

Proyek digitalisasi pertanahan ini menelan biaya yang tidak sedikit, yaitu mencapai triliunan rupiah. Namun, jika melihat realita yang ada, efektivitas investasi ini masih perlu dipertanyakan. Apakah uang yang dikeluarkan sebanding dengan manfaat yang dirasakan oleh masyarakat?

Meskipun ada beberapa kemajuan, seperti pembayaran PBB online dan pengecekan status permohonan, namun masih banyak layanan lain yang belum berfungsi optimal. Bahkan, beberapa layanan yang sudah berjalan pun seringkali mengalami gangguan dan masalah teknis. Not worth it, mungkin?

Kurangnya Koordinasi dan Pelatihan Jadi Kendala Utama

Salah satu penyebab utama masalah ini adalah kurangnya koordinasi antar instansi terkait dan kurangnya pelatihan bagi petugas lapangan. Sistem digitalisasi yang kompleks membutuhkan koordinasi yang baik antara berbagai pihak, termasuk operator seluler dan penyedia layanan pembayaran. Selain itu, petugas lapangan juga perlu dilatih agar dapat mengoperasikan sistem dengan baik.

Tanpa koordinasi dan pelatihan yang memadai, sistem digitalisasi akan sulit berjalan dengan efektif. Ibaratnya, tim sepak bola yang terdiri dari pemain-pemain hebat, namun tidak memiliki chemistry dan strategi yang jelas. Hasilnya? Bisa ditebak.

Menuju Layanan Pertanahan Digital yang Lebih Baik

Lalu, apa yang bisa kita lakukan untuk mengatasi masalah ini? Pertama, pemerintah perlu meningkatkan perencanaan dan penganggaran untuk proyek digitalisasi pertanahan. Sistem yang dibangun harus memiliki fondasi yang kuat dan didukung oleh pemeliharaan yang memadai.

Kedua, pemerintah perlu meningkatkan koordinasi antar instansi dan memberikan pelatihan yang memadai bagi petugas lapangan. Semua pihak harus bekerja sama untuk memastikan bahwa sistem digitalisasi berjalan dengan efektif.

Ketiga, pemerintah perlu meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan layanan pertanahan digital. Masyarakat harus memiliki akses informasi yang jelas dan mudah mengenai proses dan biaya yang terkait dengan layanan pertanahan.

Pada akhirnya, tujuan kita adalah mewujudkan layanan pertanahan digital yang mudah diakses, efisien, transparan, dan akuntabel. Layanan yang benar-benar memberikan manfaat bagi masyarakat, bukan malah menambah masalah. Semoga saja mimpi ini bisa segera terwujud. Jangan sampai digitalisasi ini hanya menjadi gimmick belaka, ya!

Add a comment Add a comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Previous Post

Drake Dihujat Habis-Habisan Usai Kolaborasi Kontroversial dengan ian

Next Post

Shoto Mendominasi Statistik Karakter Street Fighter 6 di Blink Respawn 2025