Laptop Murah atau Proyek Mangkrak? GoTo Terseret Kasus Chromebook
Bayangkan, generasi muda Indonesia belajar dengan laptop canggih hasil pengadaan pemerintah. Impian indah, bukan? Tapi, bagaimana jika mimpi itu ternoda aroma korupsi? Kejaksaan Agung (Kejagung) sedang mengendus kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook senilai Rp 9,9 triliun di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) periode 2019-2022. Nama GoTo (Gojek Tokopedia) ikut terseret, membuat banyak alis terangkat.
Kasus ini bukan sekadar angka triliunan. Ini tentang masa depan pendidikan Indonesia. Dana yang seharusnya dipakai untuk meningkatkan kualitas belajar, bisa jadi malah menguap entah ke mana. Tentu saja, publik bertanya-tanya: Apa yang sebenarnya terjadi? Bagaimana bisa pengadaan Chromebook, yang seharusnya membantu digitalisasi pendidikan, justru menjadi sorotan Kejagung?
Penggeledahan kantor GoTo di Jakarta menjadi babak baru dalam penyelidikan ini. Tim penyidik mencari bukti-bukti yang bisa memperjelas duduk perkara. Dokumen dan flash drive disita, menambah panjang daftar barang bukti yang sudah dikumpulkan. Semua ini dilakukan untuk mengungkap kebenaran di balik proyek ambisius ini. Kita semua tentu berharap, kebenaran sejati akan terungkap, sejelas resolusi 4K di layar laptop.
Investigasi Intensif: Nadiem Makarim Ikut Diperiksa
Mantan Menteri Pendidikan, Nadiem Makarim, yang notabene adalah co-founder Gojek sebelum merger menjadi GoTo, juga ikut diperiksa sebagai saksi. Penjadwalan ulang pemanggilan Nadiem menunjukkan keseriusan Kejagung dalam menangani kasus ini. Beliau sebelumnya telah diperiksa pada 23 Juni dan dicecar dengan 31 pertanyaan terkait proses pengadaan Chromebook.
Fokus utama penyidik adalah pertemuan yang terjadi pada awal Mei 2020. Pertemuan ini diduga kuat memengaruhi keputusan untuk tetap melanjutkan proyek Chromebook, meskipun hasil kajian teknis pada April 2020 menunjukkan bahwa Chromebook bukanlah pilihan yang paling efektif. Bayangkan, sudah tahu kurang efektif, kok masih dipaksakan? Ada apa di balik layar?
“Ada hal penting yang perlu didalami terkait pertemuan di bulan Mei 2020 itu. Kita tahu, kajian teknis sudah dilakukan di bulan April, yang kemudian direvisi di bulan Juni atau Juli,” ujar Harli Siregar, juru bicara Kejagung. Revisi ini lah yang menjadi titik fokus, mengapa hasil kajian bisa berubah begitu cepat.
Siapa Dalang di Balik Layar?
Penyidik juga menyoroti peran tiga staf khusus Nadiem Makarim dalam proses pengambilan keputusan. Mereka ingin mengetahui bagaimana penilaian awal bisa berubah, hingga akhirnya Chromebook dipilih untuk pengadaan skala nasional. Pertanyaan krusialnya: Siapa yang paling bertanggung jawab? Apakah ada tekanan dari pihak tertentu?
“Siapa yang berperan dalam menggeser penilaian awal menjadi review yang akhirnya memunculkan Chromebook yang dipilih? Ini yang akan terus kita dalami,” tegas Harli. Ini bukan sekadar mencari kambing hitam, tapi mencari tahu akar masalahnya. Dengan begitu, kesalahan serupa tidak akan terulang di masa depan.
Proyek pengadaan Chromebook ini sebenarnya bertujuan mulia: meningkatkan kualitas pendidikan melalui digitalisasi. Laptop diharapkan bisa menjadi alat bantu belajar yang efektif bagi siswa di seluruh Indonesia. Namun, jika proses pengadaannya bermasalah, tujuan mulia ini bisa jadi gagal total. Analoginya seperti membangun rumah mewah di atas fondasi yang rapuh.
Chromebook: Solusi Cerdas atau Beban Anggaran?
Lantas, mengapa Chromebook yang dipilih? Apakah karena harganya yang relatif terjangkau? Atau ada alasan lain yang lebih mendalam? Pertanyaan ini penting untuk dijawab, mengingat ada opsi laptop lain yang mungkin lebih sesuai dengan kebutuhan pendidikan Indonesia. Pilihan yang tepat harus didasarkan pada kebutuhan, bukan sekadar harga murah.
Penting untuk diingat, kasus ini masih dalam tahap penyelidikan. Belum ada pihak yang dinyatakan bersalah. Namun, proses hukum harus tetap berjalan transparan dan akuntabel. Publik berhak tahu apa yang sebenarnya terjadi, dan siapa yang bertanggung jawab jika memang ada indikasi korupsi. Transparency is key.
Investigasi ini diharapkan bisa menjadi momentum untuk memperbaiki sistem pengadaan barang dan jasa pemerintah. Prosedur yang lebih ketat dan pengawasan yang lebih efektif diperlukan untuk mencegah terjadinya kasus serupa di masa depan. Jangan sampai uang rakyat dihambur-hamburkan untuk proyek yang tidak jelas.
Pelajaran Berharga: Digitalisasi Pendidikan yang Akuntabel
Kasus dugaan korupsi pengadaan Chromebook ini menjadi wake-up call bagi semua pihak. Digitalisasi pendidikan memang penting, tapi harus dilakukan dengan perencanaan yang matang, proses yang transparan, dan pengawasan yang ketat. Jangan sampai niat baik justru berujung pada masalah hukum.
Pada akhirnya, kasus ini bukan hanya tentang laptop dan uang. Ini tentang integritas, akuntabilitas, dan masa depan pendidikan Indonesia. Kita semua berharap, keadilan akan ditegakkan, dan pelajaran berharga bisa dipetik dari kasus ini. Semoga saja, generasi penerus bangsa bisa belajar dengan nyaman dan tenang, tanpa dibayangi kasus-kasus korupsi yang merugikan.