Dark Mode Light Mode

Kejelasan Definisi ‘Asli Sabah’ Penting untuk Lindungi Hak Masyarakat Adat

Sabah, surga di Borneo, kini menghadapi pertanyaan pelik: siapa sebenarnya yang berhak disebut "orang Sabah asli"? Bayangkan, mendapatkan status ‘native' layaknya memenangkan lotre – lahan adat, hak istimewa ekonomi, siapa yang tak tergoda? Tapi, tunggu dulu, jangan sampai tiket lotre dimenangkan oleh orang yang salah.

Siapa Bilang Jadi Orang Sabah Itu Gampang? Definisi "Native" yang Bikin Garuk Kepala

Parti Kerjasama Anak Negeri (Anak Negeri), lewat Presidennya, Datuk Henrynus @ Rinus Amin, angkat bicara soal definisi "orang Sabah asli" yang dinilai terlalu abu-abu. Mirip kayak cari jarum dalam tumpukan jerami, susah bener! Mereka ingin definisi yang lebih jelas, setajam pisau belati, seperti yang diterapkan di Sarawak. Tujuannya? Melindungi hak dan warisan komunitas adat sejati dari ancaman "orang asli jadi-jadian". Kita semua tahu, tanah adalah segalanya bagi masyarakat adat, dan kalau tanah dirampas, habislah identitas dan budaya.

Masalahnya, definisi yang ada saat ini, termaktub dalam Interpretation (Definition of Native) Ordinance 1952 (Sabah Cap 64), dianggap kurang menggigit. Sementara UUD federal mengacu pada "orang dari ras asli Sabah," tetap saja merujuk pada Ordinance tersebut. Jadi, muter-muter kayak komidi putar! Bahkan status Kadazandusun, Murut, dan Sungai (Momogun) juga gak secara eksplisit disebut. Ini ibarat bikin resep kue tapi bahan-bahannya gak jelas takarannya, hasilnya pasti bikin kecewa.

Tanah Adat Terancam: Serbuan "Native" Bodong dan Identitas yang Tergerus

Laporan-laporan yang bikin geleng-geleng kepala bermunculan. Tanah adat dikuasai pendatang baru dengan identitas meragukan di berbagai daerah. Dari Ranau sampai Kalabakan, miris banget! Mereka diduga membeli atau menduduki lahan secara ilegal, membangun pemukiman baru, dan bahkan mendaftar sebagai pemilih. Ini bukan sekadar soal tanah, tapi juga soal perubahan demografi yang signifikan. Bayangkan, suara masyarakat adat bisa tenggelam oleh pendatang yang mengaku-ngaku.

Situasi diperparah dengan klaim bahwa sekitar 500.000 orang di Sabah mungkin mendapatkan MyKad (kartu identitas Malaysia) dengan cara yang mencurigakan. Wah, angkanya bikin merinding! Pergeseran demografi etnis juga bikin khawatir. Populasi Kadazandusun kini hanya 19% dari total, Bajau 14%, sementara populasi Melayu melonjak menjadi 9%. Jika bukan dari Semenanjung, dari mana asal populasi Melayu baru ini? Dugaan mengarah pada warga negara tetangga yang menyamar sebagai Melayu untuk mendapatkan identitas dan mengklaim hak atas tanah adat. Ngeri kan?

Anak Negeri juga khawatir dengan pemukiman liar di pesisir dekat kota-kota besar. Diduga, pemukiman ini dihuni oleh orang-orang dengan kewarganegaraan yang dipertanyakan, yang mengaku sebagai orang asli dan meminta pengakuan negara untuk desa mereka. Ini seperti membuka pintu air bagi banjir, hak-hak masyarakat adat asli bisa tergerus habis!

Jurus Jitu Anak Negeri: Revitalisasi Definisi dan Benteng Hukum yang Kokoh

Anak Negeri punya solusi: amandemen klausul definisi "native" untuk memperjelas status pendatang baru dari Malaya, Filipina, dan Indonesia sebagai bukan native. Orang Sabah asli keturunan Sulu atau Sulawesi yang sudah menjadi penduduk sebelum 1963, oke lah. Tapi, pendatang baru setelah 1963? No way! Mereka ingin mencegah munculnya "native pintu belakang" yang menjadi native dengan cara curang.

Henrynus juga mengusulkan klausul tambahan: sertifikat native harus disertai "deklarasi yang sesuai dari Pengadilan Adat Sabah." Selain itu, jika terbukti sertifikat diperoleh dengan cara curang, otoritas berhak mencabutnya, dan pelaku penipuan harus menghadapi konsekuensi hukum. Ini ibarat membangun benteng yang kokoh untuk melindungi hak-hak masyarakat adat dari serangan "penjajah identitas".

Mengapa Revisi Definisi "Native" Mendesak? Jaminan Hak dan Warisan

Alasan utama di balik tuntutan ini adalah untuk melindungi hak, tanah, dan warisan komunitas adat sejati di Sabah. Tanpa definisi yang jelas, hak-hak mereka rentan terhadap perampasan oleh orang yang tidak memenuhi syarat. Mirip seperti memberikan kunci rumah kepada orang asing, rumah kita bisa diacak-acak seenaknya.

Definisi yang ada saat ini rentan disalahgunakan oleh imigran ilegal. Mereka bisa memanfaatkan celah hukum untuk mendapatkan status native dan keuntungan terkait. Ini namanya sudah maling, eh malah dikasih kunci brankas! Anak Negeri ingin memastikan bahwa status "native" tidak disalahgunakan untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.

Saatnya Bertindak: Jangan Biarkan Identitas Sabah Terkikis!

Masalah definisi "native" yang abu-abu ini bukan isapan jempol belaka. Ini adalah ancaman nyata bagi hak dan warisan masyarakat adat Sabah. Sudah saatnya pemerintah dan wakil rakyat bertindak, merevisi definisi, dan membangun benteng hukum yang kokoh. Jangan sampai Sabah kehilangan identitasnya karena kelalaian kita. Ingat, identitas adalah akar, dan tanpa akar, pohon akan tumbang.

Add a comment Add a comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Previous Post

'Ruby' Jennie: Album Terbaik 2025 Versi Rolling Stone dan Complex

Next Post

Keeper: Game Baru dari Pengembang Psychonauts 2 Terbit 17 Oktober, Ada Bahasa Indonesia