Popular Now

Pandemi Agreement WHO: Apa Artinya Bagi Generasi Muda Indonesia?

Hidden Cameras: Dari Indie Boy Jadi Bad Boy Lewat Musik Elektro Berlin yang Meditatif

Budaya Asli Amerika Dirayakan di Discovery Park 2025

Kekerasan Fisik Rusak Anak: Dampak Berat pada Mental Generasi

Pernah dengar jargon “masa kecil adalah masa paling indah”? Agaknya, bagi 1,2 miliar anak di seluruh dunia, jargon itu hanyalah ilusi semata. Pasalnya, laporan terbaru dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengungkap fakta mengejutkan: praktik hukuman fisik masih merajalela, bahkan di era digital ini, seolah kita masih hidup di zaman prasejarah tanpa Wi-Fi. Laporan berjudul _Corporal punishment of children: the public health impact_ ini bahkan menegaskan bahwa pukulan dan kekerasan itu bukan cuma bikin sakit fisik, tapi juga merusak “software” dan “hardware” perkembangan anak secara permanen.

## Mengurai Mitos Disiplin Zaman Baheula

Ironisnya, di tengah gempuran informasi dan edukasi tentang pengasuhan positif, banyak orang tua dan pendidik masih setia dengan metode “lawas” ini. Di rumah, satu dari enam anak yang mengalami hukuman fisik dalam sebulan terakhir bahkan sampai merasakan bentuk yang paling parah, seperti dipukul di kepala, wajah, atau telinga, atau dihantam berkali-kali. Ini bukan lagi soal “jempol kejepit,” tapi tentang trauma yang tertanam jauh di dalam memori.

Angka-angka ini bervariasi secara dramatis di berbagai negara. Jika di Kazakhstan dan Ukraina angkanya “hanya” sekitar 30%–32% orang tua yang melaporkan menggunakan hukuman fisik dalam sebulan terakhir, di Serbia dan Sierra Leone angka itu melonjak menjadi 63%–64%, bahkan mencapai 77% di Togo. Sepertinya, ada perbedaan “frekuensi sinyal” tentang apa itu disiplin yang efektif.

Situasi di sekolah tak kalah pelik. Di Afrika dan Amerika Tengah, sekitar 70% anak mengalami hukuman fisik selama masa sekolah mereka. Bandingkan dengan kawasan Pasifik Barat yang “cuma” sekitar 25%. Ini menunjukkan bahwa “senjata” hukuman fisik masih jadi “kurikulum” di banyak institusi pendidikan, padahal seharusnya sekolah menjadi benteng perlindungan, bukan arena pertarungan.

## Kenapa Hukuman Fisik itu “Bug” dalam Perkembangan Anak?

Etienne Krug, Direktur Departemen Determinan Kesehatan, Promosi, dan Pencegahan WHO, menegaskan bahwa ilmu pengetahuan modern telah menyediakan “bukti _overwhelming_” tentang risiko hukuman fisik terhadap kesehatan anak. Menurutnya, praktik ini sama sekali tidak memberikan keuntungan bagi perilaku, perkembangan, atau kesejahteraan anak. Bahkan, tidak ada manfaatnya bagi orang tua atau masyarakat secara keseluruhan. Ini seperti mencoba memperbaiki _smartphone_ dengan palu; hasilnya cuma kerusakan.

Laporan WHO juga menyoroti siapa saja yang paling rentan menjadi korban “error” ini. Anak-anak dengan disabilitas, anak-anak yang orang tuanya juga pernah mengalami hukuman fisik, serta anak-anak dari orang tua yang berjuang dengan penyalahgunaan zat, depresi, atau masalah kesehatan mental lainnya, berada dalam kategori berisiko tinggi. Faktor sosial yang lebih luas, seperti kemiskinan, rasisme, dan diskriminasi, juga memperparah “potensi _bug_” ini.

Dampak kesehatan dari hukuman fisik pada anak ini sungguh jauh dan dalam. Selain cedera fisik yang terlihat jelas, praktik ini memicu respons biologis yang merusak. Bayangkan, stres hormon bisa melonjak dan bahkan struktur serta fungsi otak bisa berubah, mengancam perkembangan yang sehat. Ini bukan sekadar memori buruk, tapi ada perubahan nyata pada “sistem operasi” anak.

Analisis dari 49 negara berpenghasilan rendah dan menengah menunjukkan, anak-anak yang terpapar hukuman fisik 24% lebih kecil kemungkinannya untuk berada dalam jalur perkembangan yang seharusnya. Ibaratnya, mereka mengalami “lag” atau _freeze_ yang cukup serius dalam _game_ kehidupan mereka, dibandingkan teman sebaya yang tidak terpapar.

## Efek Domino Hukuman Fisik: Dari Emosi sampai Kriminalitas

Efek pada kesehatan mental sama parahnya. Anak-anak yang menjadi korban hukuman fisik berisiko lebih tinggi mengalami kecemasan, depresi, harga diri rendah, dan ketidakstabilan emosi. Efek ini tidak berhenti di masa kanak-kanak, melainkan seringkali berlanjut hingga dewasa, terwujud dalam tingkat kecemasan, depresi, penyalahgunaan zat, bahkan pikiran, percobaan, atau tindakan bunuh diri. Hukuman fisik seolah menanamkan “virus” yang terus bermutasi seiring berjalannya waktu.

Dampak hukuman fisik juga meluas ke konsekuensi sosial yang lebih besar. Anak-anak yang mengalaminya lebih cenderung mengembangkan perilaku agresif, kesulitan akademis, dan saat dewasa, terlibat dalam perilaku kekerasan, antisosial, atau kriminal. Praktik ini juga memupuk penerimaan sosial yang lebih luas terhadap kekerasan, menciptakan “lingkaran setan” yang diwariskan dari generasi ke generasi, seolah kekerasan adalah _default setting_ yang tidak bisa diubah.

Meski banyak negara telah melarang hukuman fisik, keberlanjutan penggunaannya — dan keyakinan bahwa itu perlu — menunjukkan bahwa legislasi saja tidak cukup. Ini seperti hanya mengeluarkan _patch_ perangkat lunak tanpa memberikan _update_ yang komprehensif. WHO menekankan bahwa langkah hukum harus diimbangi dengan kampanye kesadaran publik dan dukungan langsung untuk orang tua, pengasuh, dan guru.

Tujuannya adalah mempromosikan bentuk-bentuk disiplin positif dan non-kekerasan. Laporan WHO ini memberikan “argumen tambahan” yang kuat untuk memperluas spektrum intervensi yang harus dipertimbangkan guna mengeliminasi bentuk kekerasan terhadap anak ini. Ini bukan lagi soal larangan, tapi tentang membangun _ecosystem_ yang benar-benar mendukung perkembangan optimal setiap anak.

Mengakhiri praktik hukuman fisik berarti kita memilih untuk meng-upgrade sistem pengasuhan dan pendidikan kita. Ini adalah investasi jangka panjang untuk generasi masa depan yang lebih sehat, seimbang, dan bebas dari siklus kekerasan. Alih-alih melatih anak menjadi “prajurit” yang kuat karena pukulan, mari kita latih mereka menjadi individu yang resilien dan berkembang karena dukungan, pengertian, dan kasih sayang yang tulus.

Previous Post

Guncangan Heavy Metal: Dampak Musik Brutal di Alien: Earth

Next Post

Outlaws Remaster Bangkit Kembali: Misi Eksklusif Menanti

Add a comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *