Pernah kepikiran ke mana perginya sprei hotel yang sudah lusuh atau gelas yang pecah? Di kebanyakan tempat, mungkin langsung dibuang dan dilupakan. Tapi, tidak di Desa Potato Head. Desa Potato Head, merek hospitality asal Indonesia yang menduduki peringkat ke-21 dalam daftar 50 Hotel Terbaik Dunia, punya cara sendiri dalam melakukan sesuatu. Mereka anti-mainstream, bro!
Semuanya berawal dari Potato Head Beach Club di Seminyak, Bali, yang fasadnya dibuat dari 6.600 penutup jendela kayu jati bekas. Saat dibuka pada tahun 2010, langsung jadi perbincangan hangat. Lima belas tahun kemudian, tempat ini telah berkembang menjadi creative and cultural destination yang lengkap bernama Desa Potato Head – tempat para tamu bisa makan, minum, bersantai, bermain, tidur, dan mendapatkan inspirasi. Komplit, kan?
Inisiatif terbaru mereka, Wasted, sejalan dengan filosofi Potato Head: “Good Times, Do Good“. Tujuannya adalah menciptakan ruang dan proyek yang terlihat bagus, terasa menyenangkan, dan memberikan dampak positif. Mereka bukan cuma mikirin vibes liburan, tapi juga vibes bumi.
Dan Mitchell, Chief Creative Officer di Desa Potato Head, mengatakan, “Tinggal di Bali, kami tidak bisa mengabaikan apa yang terjadi di sekitar kami. Masalah ini menjadi sangat nyata ketika sampah plastik mulai terdampar di depan pintu kami – secara harfiah – di pantai luar dalam jumlah yang sangat besar.” Mitchell menambahkan, “Sampai pada titik di mana tidak melakukan apa-apa bukanlah pilihan. Kami ingin mencoba membuat perubahan. Kami membuat keputusan untuk melihat ke dalam dan memulai dengan operasi kami sendiri. Kami bertanya: bagaimana jika kita bisa mengubah sampah kita menjadi sumber daya?”
Jawaban atas pertanyaan itu bisa dilihat dalam berbagai cara saat ini – mulai dari amenity kit zero-waste di kamar hingga pengurangan limbah makanan yang drastis. Selama beberapa tahun terakhir, mereka telah berhasil merombak operasi mereka menjadi lebih berkelanjutan, bahkan regenerative. Keren, kan? Bayangkan, liburan sambil menyelamatkan bumi.
Menurut audit terbaru oleh EcoMantra, hotel ini telah mencapai 0,5 limbah TPA (status hampir nol limbah); Proyek Sampah Komunitas mereka juga telah memperluas dampak lingkungannya ke seluruh pulau Bali. Mereka beneran walk the talk, bukan cuma lip service.
Mengubah Sampah Jadi Barang Kece: Rahasia “Wasted” Potato Head
Prestasi terbarunya: mengubah sampah menjadi sesuatu yang diinginkan melalui Wasted by Potato Head’s first-ever homeware collection. Dirancang bekerja sama dengan Max Lamb, Collection 001 adalah bukti bahwa mengurangi, menggunakan kembali, dan mendaur ulang bisa lebih chic dari sebelumnya. “Pada akhirnya, sampah tidak memiliki nilai atau tujuan yang jelas. Jika Anda mengubah perspektifnya, sampah dapat dilihat sebagai bahan yang sangat berharga,” kata Mitchell. Jadi, jangan remehkan sampah!
Koleksi perdana ini adalah hasil kolaborasi selama lima tahun antara Potato Head dan desainer Max Lamb. “Awalnya kami berencana meluncurkannya pada tahun 2020, tetapi kemudian dunia tutup karena pandemi Covid. Hikmahnya, waktu itu memungkinkan proyek ini untuk bernapas dan berkembang,” kata Mitchell. Mungkin pandemi memang datang membawa berkah tersembunyi, ya?
Bekerja dengan sampah tidaklah cepat atau mudah, terutama ketika Anda berinovasi dengan teknik daur ulang baru, atau mencoba meningkatkan skala proses dengan cara yang berkualitas tinggi dan tetap berakar pada kerajinan. Salah satu hal yang mengejutkan kami semua adalah betapa lamanya waktu yang dibutuhkan untuk membangun sistem baru dari awal. Tidak ada panduan saat bekerja dengan aliran sampah baru. Mencari formula yang pas untuk mencampur pecahan kaca dan mengubahnya menjadi sesuatu yang bermanfaat juga bukan perkara mudah. Mengubah sampah plastik menjadi kursi flatpack yang kokoh dan sangat presisi juga jadi tantangan tersendiri. Mengatasi tantangan ini dan menemukan jalan keluar – itulah bagian yang paling bermanfaat.
Dari Sprei Lusuh Sampai Kursi Flatpack: Transformasi Sampah yang Bikin Tercengang
Seperti namanya, setiap barang memiliki komponen yang terbuat dari sampah, sebagian besar berdasarkan apa yang mereka kumpulkan dari lingkungan sekitar. “Plastik adalah yang paling terlihat, tetapi ada juga sprei, pecahan kaca, limbah makanan, tempurung kelapa… semuanya dari operasi harian kami,” tegas Mitchell. Zero waste bukan cuma slogan, tapi gaya hidup!
Mereka menetapkan delapan keluarga material termasuk plastik HDPE daur ulang, bahan limbah komposit seperti styrofoam dan kulit kerang, linen hotel tua yang diubah menjadi kain yang diwarnai, pecahan kaca yang ditata ulang melalui teknik tiup mulut, dan banyak lagi. “Tujuannya adalah untuk menunjukkan bahwa apa yang dibuang dapat diubah menjadi sesuatu yang berguna dan indah, jika didekati dengan niat.” Intinya, semua berawal dari niat yang tulus.
Sentuhan Tangan Lokal: Kolaborasi Desain yang Memberdayakan Komunitas
Desainer Inggris Max Lamb bekerja sama erat dengan Potato Head untuk menentukan apa yang dibutuhkan oleh hotel – dan konsumen cerdas. “Desainer memiliki tanggung jawab untuk membenarkan setiap produk yang kita bawa ke dunia,” tegas Lamb. Desain bukan cuma soal estetika, tapi juga etika.
“Max mendekatinya dengan fokus yang luar biasa. Bersama-sama, kami melihat apa yang benar-benar kami butuhkan untuk mendukung cara hidup kami, dan kebutuhan operasi kami di Potato Head seperti furnitur untuk kamar, gelas untuk bar, dan sebagainya. Ini menjadi latihan desain yang sangat membumi,” kata Mitchell.
Lapisan lain yang membuat koleksi Wasted istimewa adalah bahwa koleksi ini dibuat oleh pengrajin lokal Bali mulai dari penenun, peniup kaca, pembuat keramik, dan banyak lagi. Jadi, sementara jajaran produknya tetap, tidak ada dua buah yang persis sama berkat kekuatan sentuhan manusia. Setiap produk punya jiwa dan cerita sendiri.
“Itu bukan proses desain dari atas ke bawah; itu adalah pertukaran kreatif,” kata Mitchell. “Max membawa visi desain dan pengetahuan materialnya, dan komunitas lokal membawa pengetahuan kerajinan yang mendalam dan teknik yang sangat terampil. Dialog itu membantu membentuk koleksi akhir.”
Dengan Wasted, kami tidak hanya memikirkan kembali material – kami merayakan tangan dan pengetahuan manusia yang membentuknya,” tambah Lamb. Karena di balik setiap produk, ada cerita dan keringat para pengrajin.
Kesimpulannya, Desa Potato Head bukan cuma beach club atau hotel mewah, tapi juga movement untuk perubahan yang lebih baik. Mereka membuktikan bahwa sustainability itu keren dan bisa diterapkan dalam skala besar. Jadi, tunggu apa lagi? Mari kita dukung produk lokal yang ramah lingkungan dan ikut berkontribusi untuk masa depan bumi yang lebih hijau!