Siap-siap nostalgia, karena Battlefield 6 (atau apapun nama finalnya nanti) sepertinya ingin mengajak kita berdansa lagi di tengah kekacauan dan ledakan! Tapi, apakah benar-benar berhasil membangkitkan kenangan manis, atau malah bikin kita facepalm?
Seri Battlefield punya tempat khusus di hati para gamer, dengan gameplay yang seru, intens, dan pastinya… bikin nagih. Namun, beberapa seri terakhirnya kurang greget, membuat banyak yang bertanya-tanya, kemana arah franchise ini? Open Beta Battlefield 6 hadir sebagai secercah harapan, atau malah jadi bumerang?
Sebelum terjun ke medan perang, prosesnya lumayan bikin sabar. Antrian panjang menguji kesetiaan (dan koneksi internet). Bayangkan, sudah antri berjam-jam, eh malah mental lagi ke belakang antrian. Tapi, demi kehormatan (dan kesempatan menembak musuh), pantang menyerah!
Battlefield 6: Nostalgia dengan Sentuhan Modern?
Menu utama Battlefield 6 ini sederhana banget, guys. Gampang buat cari mode game, tapi buat ngutak-atik setting grafis? Nah, ini yang agak tricky. Kayak lagi main labirin, nyari jalan keluar. Saran aja nih, tambahin fitur search biar gak bikin pusing.
Pertandingan pertama di Siege of Cairo… ampun deh, rusuhnya bukan main! Ingatan tentang Grand Bazaar dari Battlefield 3 langsung muncul, tapi tanpa alur yang sama. Semoga saja, map ini dapat sentuhan balancing biar lebih asik. Kadang, sistem spawn juga ngaco, gak bisa spawn di teman padahal lagi gak ada musuh di dekatnya.
Untungnya, tujuan misi ditandai dengan jelas, dan kerja sama tim itu penting banget. Spawning dekat teman sangat membantu, dan kalau semua pemain menjalankan perannya, game ini jadi luar biasa. Mekanik drag-to-revive juga jadi tambahan yang keren. Smooth, berguna, dan menambah sedikit strategi saat menyelamatkan teman dari posisi sulit.
Gameplay: Lawas tapi Tetap Memukau
Soal tembak-menembak, Battlefield 6 ini terasa familiar. Kalau kamu penggemar seri ini, pasti langsung merasa nyaman. Pilihan senjatanya memang terbatas di Open Beta. Tapi, begitu kamu mulai membuka attachment untuk senjata favoritmu, kamu bakal nemu ritmenya.
Pergerakannya juga solid. Vaulting terasa halus, dan fakta bahwa vault di atas tembok yang lebih tinggi butuh waktu lebih lama itu sentuhan yang bagus. Lari, jongkok, tiarap – semuanya responsif. Plus, sekarang kamu bisa nempel di belakang kendaraan infanteri! Fitur baru yang fresh. Ada juga fatal headshot, sniper bisa langsung mematikan revive jika kena kepala.
Kembalinya lingkungan yang bisa dihancurkan adalah daya tarik utama game ini. Bangunan runtuh, tembok hancur berkeping-keping, dan ini bukan cuma hiasan. Banyak pemain yang kena reruntuhan saat bertempur. Bikin setiap pertandingan terasa hidup. Kacau? Pasti. Tapi, itulah Battlefield. Kebanyakan main sebagai Engineer, karena suka jaga kendaraan tetap beroperasi. Setiap kelas punya peran pentingnya masing-masing.
Performa dan Stabilitas: Kejutan yang Menyenangkan
Main pakai Ryzen 7 5800X dengan RTX 3060 Ti (8GB) dan RAM 64GB, di resolusi 1440p dengan setting medium dan FSR on. Bahkan di saat-saat paling rusuh, masih dapat sekitar 70-75 FPS, paling turun 5-10 frame saat ada asap atau kabut tebal. Jujur, kaget banget Battlefield 6 jalan sebagus ini.
Gak ada crash sama sekali! Cuma ada glitch visual aneh tiga kali, layar kedip-kedip hijau putih, tapi hilang sendiri setiap kali mati dan respawn. Load time juga cepat, dan suhu hardware juga gak melonjak drastis.
UI-nya fungsional, bersih, dan gak bertele-tele. Mode game gampang dicari, dan saat di dalam game, HUD-nya terasa seperti versi modern dari layout Battlefield klasik. Cuma menu setting yang masih agak ribet (maaf ya, ini harus diomongin terus). Kernel Level Anti-Cheat juga jadi perdebatan hangat, kita lihat saja nanti setelah rilis.
Visual dan Audio: Bikin Merinding
Desain suara oke banget. Suara tembakan dan ledakan terasa nendang, dan suara peluru dan roket yang lewat bikin jantung berdebar-debar. Kalau terlalu dekat ledakan, telinga berdenging – tapi kerennya, kamu bisa atur pitch dengingan itu di menu setting!
Soal visual? Gak ada keluhan. Asap dan kabut kelihatan keren (padahal settingnya low-medium), dan di map yang lebih besar (terutama Liberation Peak), desainnya terasa niat banget. Bangunan runtuh, awan debu, dan pencahayaan reaktif bikin medan perang terasa terus berubah. Visual dan suara ini benar-benar bikin kita larut dalam game.
Setelah menghabiskan banyak waktu di Open Beta Battlefield 6, perasaannya campur aduk – kebanyakan positif, tapi ada juga sedikit keraguan. Pengalaman intinya solid. Tembak-menembak oke, kehancuran kembali dan dieksekusi dengan baik, dan mekanik baru seperti drag-to-revive sangat berpengaruh pada gameplay. Pergerakan terasa enak, map kelihatan dan kedengaran keren, dan sistem kelas berfungsi sesuai harapan.
Tapi ada beberapa hal yang sulit diabaikan. Beberapa map terlalu kacau, spawning bug, dan keputusan pacing yang aneh mengurangi momen yang seharusnya terasa lebih taktis. Ini tidak merusak pengalaman secara keseluruhan, tetapi jelas bahwa ini bukan produk yang sudah selesai.
Intinya, Battlefield 6 ini seperti Battlefield yang mencoba mencari pijakannya kembali – dan sebagian besar berhasil. Gak mencoba mengubah segalanya, dan mungkin itu sebabnya berhasil. Mengembalikan bagian dari tempo Battlefield 3, atmosfer Battlefield 1, dan menambahkan beberapa ide baru untuk menjaga hal-hal tetap menarik.
Kalau DICE bisa merapikan kekurangan sebelum rilis, Battlefield 6 punya potensi untuk menjadi kebangkitan yang dibutuhkan seri ini. Jadi, siapkan amunisi dan mental, siapa tahu kita ketemu di medan perang!