Bayangkan, kamu lagi scroll TikTok, lihat video orang liburan di Bali, terus mikir, “Kok dia bisa ya hidupnya santai gitu?”. Nah, ternyata, kebahagiaan alias wellness itu nggak cuma soal punya duit banyak atau badan sehat kayak atlet lari. Lebih dalam dari itu, bro. Sebuah studi baru menunjukkan, apa yang bikin kita merasa “hidup” banget itu beda-beda tiap daerah di Amerika Serikat. Jadi, jangan kaget kalau tetangga sebelah yang hobinya meditasi lebih bahagia dari kamu yang tiap hari ngejar deadline.
Ternyata, nggak semua orang bahagia dengan cara yang sama. Ada yang merasa sejahtera kalau dompetnya tebel dan fisiknya kuat, ada juga yang lebih mentingin tujuan hidup dan koneksi dengan komunitas. Studi yang melibatkan ratusan ribu orang ini menemukan bahwa orang-orang di wilayah Timur Laut dan Tengah Amerika Serikat cenderung lebih tinggi skornya dalam hal “kesejahteraan tradisional” alias traditional wellness. Ini termasuk kesehatan fisik, finansial, dan dukungan sosial. Sementara itu, wilayah Selatan justru unggul dalam “kesejahteraan eksistensial”, seperti punya tujuan hidup, makna, dan rasa memiliki yang kuat terhadap komunitas.
Dimana Uang Berbicara, Disana Kebahagiaan Berbeda
Tim peneliti menganalisis data dari Gallup-Healthways Well-Being Index selama delapan tahun (2009-2016) dan mengelompokkan respons menjadi dua kategori besar. Kesejahteraan tradisional mencakup aspek-aspek kehidupan yang tangible, seperti kesehatan fisik dan mental, keamanan finansial, dan dukungan sosial sehari-hari. Sementara itu, kesejahteraan eksistensial mencakup sisi yang kurang tangible, seperti tujuan hidup, pertumbuhan pribadi, rasa memiliki komunitas, dan hidup selaras dengan nilai-nilai pribadi. Memisahkan keduanya membantu menjelaskan mengapa beberapa tempat makmur di atas kertas (banyak pekerjaan, rumah sakit, pendapatan tinggi) tetapi masih melaporkan rasa makna yang tipis. Atau sebaliknya, tempat yang secara ekonomi kurang makmur tetapi orang-orangnya merasa lebih bahagia.
Peta Lama Menjelaskan Perasaan Modern: Bukan Sekadar Nostalgia
Untuk menguji apakah budaya regional memengaruhi kesejahteraan, para peneliti beralih ke American Nations Model. Kerangka kerja ini membagi AS menjadi “bangsa-bangsa” historis berdasarkan siapa yang pertama kali menetap di sana. Masing-masing wilayah mewarisi cara hidup yang lestari tentang kepercayaan, otonomi, komunitas, dan otoritas. Bahkan setelah memperhitungkan pendidikan dan pendapatan, jejak budaya ini memprediksi profil kesejahteraan yang berbeda di tempat orang tinggal.
Kesehatan dan Duit vs. Tujuan dan Kepemilikan: Pilih Mana?
Perbedaan utamanya jelas. Wilayah Timur Laut dan Tengah, termasuk Yankeedom, cenderung lebih tinggi dalam kesejahteraan tradisional. Beberapa wilayah Selatan dan warisan perbatasan (frontier-legacy) seperti Deep South, Greater Appalachia, El Norte, dan sebagian Far West, cenderung lebih tinggi dalam kesejahteraan eksistensial. Singkatnya, keseimbangan antara “kesehatan dan uang” versus “tujuan dan kepemilikan” bergeser secara sistematis di seluruh peta budaya. Ibaratnya, ada yang bahagia karena punya iPhone 15 terbaru, ada juga yang lebih bahagia karena bisa bantu sesama.
Secara statistik, kontrasnya tidak halus. Dalam perbandingan di dalam wilayah, kesejahteraan tradisional secara signifikan melebihi kesejahteraan eksistensial di Yankeedom. Kesejahteraan eksistensial lebih tinggi di Deep South dan terutama Greater Appalachia, pembalikan terbesar dalam rangkaian ini. Beberapa wilayah lain menunjukkan celah yang lebih kecil atau tidak ada, menunjukkan bahwa tidak setiap tempat cocok dengan satu cetakan. Efek ini berlaku dalam model efek campuran yang dikendalikan untuk pendidikan dan pendapatan, dan diperhitungkan untuk pengelompokan di dalam wilayah metropolitan.
Budaya, Ras, dan Kesejahteraan: Bukan Cuma Soal Warna Kulit
Studi ini juga melihat penduduk kulit hitam dan Hispanik di seluruh wilayah. Polanya umumnya menggemakan peta yang lebih luas. Responden kulit hitam dan Hispanik cenderung menunjukkan kesejahteraan tradisional yang lebih tinggi di wilayah Timur Laut dan Tengah. Mereka juga melaporkan kesejahteraan eksistensial yang lebih tinggi di wilayah Selatan. Khususnya, responden kulit hitam secara konsisten menunjukkan kesejahteraan tradisional yang lebih rendah daripada responden kulit putih di seluruh wilayah. Di Timur Laut dan Midwest, mereka juga lebih buruk dalam kesejahteraan eksistensial. Bersama-sama, pola-pola ini menunjukkan bahwa kendala material dan kesenjangan struktural tetap menjadi pendorong yang kuat.
Akar Budaya Kesejahteraan: Resep Rahasia Bahagia Tiap Daerah
Budaya membentuk di mana lembaga berkembang (rumah sakit, sekolah, kelompok sipil), bagaimana orang berhubungan satu sama lain (kepercayaan, norma timbal balik), dan apa yang dianggap sebagai kehidupan yang baik (otonomi vs. solidaritas, prestasi vs. kepemilikan). Preferensi jangka panjang tersebut memengaruhi migrasi, pilihan kebijakan, dan investasi yang, seiring waktu, membantu menyiapkan meja untuk “cita rasa” kesejahteraan yang berbeda. Para penulis menemukan pola itu tetap ada bahkan setelah menyesuaikan diri dengan pendidikan dan pendapatan, dan mereka melaporkan pemeriksaan model untuk mengurangi masalah seperti multikolinearitas di antara prediktor.
Kebijakan Kesejahteraan Harus Sesuai dengan Budaya: Jangan Samakan Semua Orang
Jika ingin meningkatkan kesejahteraan, fokus hanya pada pendapatan atau klinik mungkin melewatkan apa yang membuat orang merasa utuh di tempat tertentu. Di wilayah yang sudah mendapat skor tinggi pada metrik tradisional, berinvestasi dalam identitas komunitas, ruang publik, dan peluang untuk berkontribusi dapat menggerakkan jarum pada makna dan tujuan. Di tempat-tempat yang kaya akan kesejahteraan eksistensial tetapi lebih miskin dalam metrik tradisional, kebijakan yang meningkatkan akses ke perawatan preventif, pekerjaan yang stabil, dan jaring pengaman dapat membayar dividen yang besar. Singkatnya, penelitian ini berpendapat bahwa strategi kesejahteraan bekerja paling baik ketika mereka menghormati ekologi budaya tempat orang tinggal. Memperkuat apa yang sudah kuat sambil menopang apa yang tipis.
Intinya, guys, tempat tinggal kita itu nggak cuma memengaruhi gaji dan tagihan rumah sakit. Lebih dari itu, tempat tinggal membentuk cara kita merasakan hidup yang baik. Mau itu merasa aman secara finansial dan sehat secara fisik, atau merasa punya tujuan dan jadi bagian dari komunitas. Warisan budaya Amerika Serikat masih terasa sampai sekarang. Jadi, ingatlah, kebijakan yang paling efektif untuk mencapai kebahagiaan itu beda-beda dari Sabang sampai Merauke. Eh, maksudnya, dari Boston sampai Birmingham sampai El Paso. Penelitian ini dipublikasikan di jurnal PLOS One.
Jadi, lain kali kalau lagi ngerasa insecure lihat hidup orang lain di medsos, inget aja: kebahagiaan itu personal dan kontekstual. Nggak perlu maksain diri buat bahagia kayak orang lain, cukup cari tau apa yang bikin kamu merasa “hidup” banget di tempat kamu berada.