Siapa bilang politik itu membosankan? Coba deh, sekali-kali ikut nyimak berita soal tarif impor. Seru lho, kayak drama Korea, ada intrik, negosiasi, dan akhir yang (semoga) bahagia. Bayangin aja, kita lagi nonton Squid Game versi ekonomi!
Oke, serius dikit. Dalam dunia perdagangan internasional, tarif itu kayak pagar. Makin tinggi pagarnya, makin susah barang kita masuk ke negara lain. Nah, baru-baru ini, ada berita bagus nih. Amerika Serikat menurunkan tarif impor untuk Indonesia jadi 19 persen. Dulu, sempet ngancem mau dinaikin jadi 32 persen! Hadeuh, bikin jantung deg-degan. Tapi, kok kayaknya enggak sesederhana itu ya?
Jadi gini, ibaratnya kita lagi PDKT sama gebetan. Awalnya dia jutek, eh tiba-tiba jadi ramah banget. Pasti ada maunya kan? Nah, sama kayak AS, ada something yang mereka mau dari kita.
Tarif Turun, Senyum Lebar? Jangan Keburu GR Dulu!
Presiden Trump (dulu, before dia gak menjabat lagi), blak-blakan bilang, penurunan tarif ini ada syaratnya. Kita harus beli minyak dan gas AS senilai US$15 miliar, produk pertanian US$4,5 miliar, dan 50 jet Boeing. Wow, langsung belanja banyak!
Ini kayak dikasih diskon gede-gedean di mall, tapi harus beli barang yang belum tentu kita butuh. Atau kayak dapet cashback gede, tapi minimal belanja sekian juta. Ada senengnya, ada mikirnya juga.
Ekonom dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Dandy Rafitrandi, bilang, kesepakatan ini punya konsekuensi yang lumayan berat. Kita jadi punya obligation atau kewajiban buat beli barang-barang dari AS.
Indonesia di Persimpangan Jalan: Antara AS, China, dan yang Lainnya
Masalahnya, Indonesia kan punya banyak teman dagang, bukan cuma AS. Kita juga punya hubungan baik sama China, Jepang, Uni Eropa, dan banyak negara lainnya. Kalau kita terlalu fokus sama AS, teman-teman yang lain bisa cemburu. Ibaratnya, kita lagi jalan sama pacar, eh tiba-tiba godain orang lain di depan matanya. Gak enak kan?
Ambisi Indonesia untuk enggak terlalu bergantung sama negara-negara superpower yang kadang labil juga bisa terancam. Kita pengennya main aman, punya banyak teman, jadi kalau ada apa-apa, kita enggak sendirian.
Negara-negara lain juga lagi pada sibuk negosiasi dagang sama Trump sebelum tanggal 1 Agustus (saat itu) batas waktu kebijakan “tarif timbal balik” dia. Beberapa udah selesai, kayak Uni Eropa, Inggris, Jepang, dan Vietnam. Indonesia juga harus pinter-pinter atur strategi nih. Jangan sampai salah langkah.
Beli Banyak Barang Amerika: Untung atau Buntung?
Pertanyaannya sekarang, apakah kita beneran butuh barang-barang yang diminta AS? Minyak dan gas sih lumayan, kita emang butuh energi. Tapi, jet Boeing 50 biji? Buat apa ya? Buat Gojek terbang?
Selain itu, kita juga harus lihat harga. Jangan sampai kita beli barang yang lebih mahal dari pasar. Kan rugi bandar namanya. Pemerintah harus pinter-pinter negosiasi harga yang terbaik.
Tapi, di sisi lain, beli barang dari AS juga bisa ada manfaatnya. Mungkin kita bisa dapet teknologi baru, atau kerjasama yang lebih erat di bidang lain. Intinya, kita harus wise dalam mengambil keputusan. Jangan cuma mikirin jangka pendek, tapi juga jangka panjang.
Diplomasi Tingkat Dewa: Menjaga Keseimbangan di Tengah Badai Perdagangan
Indonesia harus jago diplomasi. Kita harus bisa balancing hubungan sama AS, China, dan negara-negara lain. Jangan sampai kita dianggap pilih kasih.
Kita juga harus aktif di forum-forum internasional. Kita bisa suarakan kepentingan kita, dan cari dukungan dari negara-negara lain. Kita enggak boleh diem aja, kita harus jadi pemain aktif.
Pemerintah juga harus dukung pengusaha lokal. Kita harus bikin produk kita makin berkualitas, biar bisa bersaing di pasar internasional. Kita harus kurangi ketergantungan sama impor. Kalau bisa, kita jadi negara eksportir yang kuat.
Intinya, Jangan Panik!
Penurunan tarif ini memang berita bagus, tapi kita enggak boleh euforia berlebihan. Kita harus tetap waspada, dan pinter-pinter atur strategi. Jangan sampai kita terjebak dalam permainan orang lain. Yang penting, kita harus tetap fokus sama kepentingan nasional. Maju terus Indonesia!