Dark Mode Light Mode

Kota Para Serigala Belum Hadir di Indonesia

Dulu kita mikir, game arcade itu cuma kenangan manis masa kecil. Ternyata, nostalgia itu powerful banget, lho! Capcom, dengan pintar, membuktikan kalau game-game lawas masih punya tempat di hati (dan dompet) kita.

Capcom Fighting Collection: Nostalgia Itu Mahal (Dan Laris!)

Fenomena retro gaming emang lagi naik daun. Capcom, salah satu raksasa video game, sukses memanfaatkan momen ini dengan merilis Capcom Fighting Collection. Koleksi game klasik ini ternyata cukup laris manis di pasaran. Bahkan, sempat nangkring di daftar top-selling games di Amerika Serikat.

Circana (dulu NPD Group) merilis data penjualan video game bulanan. Yang bikin kaget, Capcom Fighting Collection 2 berhasil masuk 20 besar game terlaris di AS pada bulan Mei. Lumayan banget, kan? Buat Capcom, ini jelas kemenangan.

Posisi ke-19 memang bukan nomor wahid, tapi tetep aja pencapaian yang patut diapresiasi. Apalagi, ternyata Nintendo Switch jadi platform yang paling banyak menyumbang penjualan. Capcom Fighting Collection 2 jadi game terlaris kedua di Switch pada bulan Mei. Padahal, di PlayStation, Xbox, atau PC, performanya nggak terlalu mencolok. Switch users emang loyal banget sama game-game retro.

Ini bukan kali pertama Capcom sukses dengan koleksi game klasiknya. Tahun lalu, Marvel vs. Capcom Fighting Collection juga sempat menduduki peringkat 16 saat rilis. So, Capcom kayaknya udah nemuin formula yang pas buat bikin gamer old-school (dan gamer baru yang penasaran) rela ngeluarin duit.

Fatal Fury: Nasibnya Nggak Semanis Capcom

Di sisi lain, nasib Fatal Fury: City of the Wolves kurang mujur. Game ini gagal masuk daftar penjualan Circana selama dua bulan berturut-turut. Padahal, hype-nya lumayan tinggi sebelum rilis. Kenapa ya?

Perlu diingat, SNK (developer Fatal Fury) nggak termasuk publisher yang datanya di-share ke Circana. Jadi, angka penjualan digital mereka mungkin lebih tinggi dari yang kita kira. Tapi tetep aja, nggak ada kabar resmi soal performa komersial game ini.

Sempat ada secercah harapan saat City of the Wolves masuk daftar 12 game terlaris di Steam pada bulan April. Sayangnya, di PlayStation, game ini nggak masuk daftar top downloads. Di Jepang, negara asalnya, Fatal Fury memang sempat masuk 10 besar, tapi penjualannya nggak terlalu fantastis. Cuma di bawah 10 ribu kopi.

Nintendo Switch: Rajanya Game Klasik?

Kenapa ya, Capcom Fighting Collection 2 laris banget di Nintendo Switch? Mungkin karena Switch emang perfect buat game-game retro. Konsol ini portable, jadi kita bisa main game klasik di mana aja. Grafisnya juga nggak terlalu berat, jadi cocok buat hardware Switch yang nggak sekuat PlayStation atau Xbox.

Selain itu, user base Nintendo Switch juga beda. Banyak gamer yang tumbuh besar dengan game-game Nintendo klasik, dan mereka excited banget buat main lagi. Jadi, nggak heran kalau koleksi game Capcom laris manis di platform ini. Ini juga bisa jadi pelajaran buat developer lain. Coba deh, perhatiin platform mana yang paling cocok buat game kalian.

Pelajaran dari Capcom: Nostalgia itu Kuat!

Kesuksesan Capcom Fighting Collection 2 nunjukkin satu hal: nostalgia itu kuat! Banyak gamer yang rela ngeluarin duit buat main game-game yang pernah menemani masa kecil mereka. Capcom sukses memanfaatkan sentimen ini dengan merilis koleksi game klasik yang dikemas dengan apik.

Selain itu, Capcom juga jeli dalam memilih game-game yang masuk dalam koleksi. Mereka nggak cuma milih game-game yang populer, tapi juga game-game yang punya nilai historis dan sentimental. Ini bikin koleksi ini terasa spesial dan worth it buat dibeli.

Yang jelas, Capcom udah nemuin formula yang pas buat bikin gamer (terutama generasi millennial dan Gen Z yang udah nyicipin game arcade) rela ngeluarin duit. So, buat kalian para developer, jangan ragu buat explore potensi game-game klasik. Siapa tahu, game kalian bisa jadi next big thing!

Add a comment Add a comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Previous Post

<p><strong>Pembiayaan Koperasi Desa Merah Putih Dibahas: Penguatan Ekonomi Lokal</strong></p>

Next Post

Asisten Robot Laboratorium MIT Belajar Seperti Ilmuwan: Implikasi untuk Riset Masa Depan